Chapter 4
November 2009
"Joohyun, apa yang kau lakukan di situ?!"
Kekhawatiran tersemat jelas meski nada suara Seulgi berakhir meninggi memecah riuh gemuruh yang menemani derasnya hujan sore itu. Namun, Joohyun hanya bergeming-masih terduduk dalam posisi sama dengan punggung yang membelakanginya. Tanah merah pasca galian jelas mengotori pakaian gadis itu, tetapi Joohyun sama sekali tidak terlihat terganggu.
"Joohyun?"
Seulgi melangkah mendekat dengan payung yang terbuka. Dinginnya terpaan air hujan tidak menghalangi Seulgi untuk memberikan payung miliknya pada Joohyun. Perempuan itu pun masih saja termangu bahkan setelah rintik hujan tidak lagi membasahinya.
Tubuh Joohyun masih terpaku menghadap nisan yang baru saja dimakamkan hari itu.
Seulgi mengerti.
Joohyun pasti sangat terpukul. Kematian orang terkasih tentu meninggalkan duka yang mendalam. Terlebih beliau adalah sosok ibu yang sangat disayangi Joohyun.
"Temanmu itu, Sooyoung memberitahuku." Seulgi memulai pembicaraan dengan sendirinya. Ia tidak mungkin menghalangi Joohyun untuk bersedih. Meski dalam hati Seulgi berharap, Joohyun tidak perlu bertindak seperti ini. Dia hanya tidak ingin Joohyun jatuh sakit. "Begitu tahu apa yang tengah menimpamu, aku langsung bertukar shift dengan temanku agar bisa segera menemuimu."
Untuk sesaat lidah Seulgi berubah kelu. Pegangan pada gagang payung di tangannya mengerat. Menyadari ada sesuatu yang membuatnya melakukan banyak hal tidak masuk akal untuk gadis itu.
"Aku mengkhawatirkanmu, Joohyun." ucap Seulgi dengan lirih. Pengakuannya itu tertelan oleh bunyi hujan yang masih turun dengan lebatnya. Entah perasaan apa yang sebenarnya ia miliki, Seulgi hanya bisa mengartikan bahwa dirinya sangat menyayangi gadis itu-lebih dari apapun.
Suara hujan pun kembali membisukan monolognya. Kali ini berbeda dari sebelumnya yang mendapat minim balasan, Joohyun kini mendongak dengan wajah pucat-menatapnya dengan air mata yang kembali luruh dengan sendirinya.
"Bawa aku pergi, Seul."
•••
Desember 2009
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Seulgi yang semula tengah melamun sambil menatap ke luar melalui jendela apartemen milik Joohyun pun langsung tersentak begitu wanita itu ikut duduk dan bersandar di sebelahnya.
Seulgi menghela napas. Matanya kembali menerawang, menatap pemandangan cahaya lampu yang membias dari tempatnya berada.
"Aku takut dengan masa depan."
"Apa yang kau takutkan?"
"Banyak hal." Seulgi bergumam pelan. "Aku ingin sekali menjadi guru seni, tetapi itu sepertinya hanya akan jadi angan belaka. Aku bahkan tidak lulus sekolah menengah atas. Biaya pendidikan sungguh mahal."
"Bukankah kau bisa mengikuti ujian penyetaraan?" Joohyun berkomentar sekaligus menambahkan. "Dan akan aku bantu carikan beasiswa agar kau bisa berkuliah juga."
"Tidak perlu sejauh itu, Joohyun." Seulgi menanggapinya dengan kekehan. "Apa ada universitas yang mau menerimaku dengan beasiswa?"
"Tentu saja ada! Kau sangat berbakat. Talentamu dalam melukis tidak seharusnya terbuang sia-sia, Seul."
Ada jeda singkat sebelum Joohyun kembali berujar. "Aku ingin kau dan aku sama-sama berhasil dengan pencapaian masing-masing."
Ujung bibir Seulgi tersungging begitu mendengar penuturan Joohyun yang terdengar tulus itu. "Terima kasih, Joohyun. Aku juga berharap yang terbaik untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crumpled Papers [SeulRene's Stories Collection]
FanfictionRandom thrown-out papers of Seulrene's stories. Randomly updated. Read at your own risk.