"Loh, Arjen?"
Tangannya terhenti menuang sampah dari meja yang sudah ditinggalkan pelanggan.
"Arjen kerja di sini? Dari kapan?"
Arjen sebenarnya juga menyadari kalau gadis itu makan sendirian di sini tadi, tapi enggan menyapa karena tidak ingin pekerjaannya terganggu dengan alasan personal.
"Sendirian?" Gadis itu mengangguk karena ditanya begitu oleh Arjen, sambil mengembangkan senyum gadis itu menjawab.
"Supirku belum bisa jemput sekarang, jadi aku balik lagi ke sini—sebenarnya aku tadi udah makan di sini. Arjen pulang jam berapa?"
"Ini jam berapa?" Gadis itu membuat Arjen melihat sendiri jarum jam di tangannya.
"Jam 8 baru bisa pulang," tangannya melanjutkan lagi menuang sampah, dan berjalan selangkah dua langkah mengambil sisa yang ditinggalkan oleh pelanggan lain.
"Mau pesen lagi? Biar Arjen pesenin.""Es krim aja dulu, nanti kalo aku mau yang lain aku bisa pesen sendiri."
Arjen mengangguk, Arjen masih bisa beli es krim dengan uangnya—anggap aja tadi malem Arjen dapet rejeki dari orang yang nggak terduga.
Tidak lama Arjen mengantar es krim gadis itu.
Gadis itu sudah membuka mulutnya untuk membayar es krimnya tapi Arjen keburu pergi dari tempatnya.
Dua jam, dilewati, gadis itu hanya menyelipkan es krim di sela-selanya memperhatikan Arjen yang sedang melakukan pekerjaanya. Membasuh lantai, menuang sisa sampah pelanggan, mencuci piring atau memberikan pesanan.
Ada yang ditangkap gadis itu di jam 8, tangan dan sekitar leher Arjen memar semua.
"Kalau supir kamu belum bisa jemput biar aku antar." Kalimatnya saat Arjen sudah berganti pakaian. Kaus lengan pendek dan topi dikepalanya. Hoodinya masih disampirkan di tas selempang hitamnya.
"Tangan sama sini Arjen kenapa?" tanya gadis itu menunjuk tempatnya pada tubuhnya sendiri.
"Nggak penting, kalau kamu bisa dijemput sopir, biar Arjen pulang sekarang."
"Aku mau pesen satu menu, nggak makan di sini kok. Tunggu sebentar ya Arjen." Arjen menurut menunggu tanpa duduk, hanya menyandarkan tubuhnya pada dinding.
Sampai di depan sebuah rumah yang besarnya kira-kira sama dengan luas satu RT rumah kontrakan Arjen. Arjen hanya melihat sekilas kediaman itu.
"Makasih ya Arjen udah anter aku." Arjen hanya mengangguk.
Saat Arjen hendak pulang, gadis itu menahannya.
"Ini buat dinnernya Arjen, dimakan ya," katanya sambil menyodorkan bungkusan cokelat.
Suara panggilan masuk dari ponsel Arjen berbunyi.
Arjen dipanggil besok untuk pembicaraan menempatkannya di sebuah band sebagai vokalis utama. Seleksi kemarin, Arjen diterima.
Atensi Arjen kembali pada gadis itu.
"Ini terima ya." Tanganya langsung diselipkan bungkusan yang berisi makan malam.
"Aku harap Arjen masih terima kebaikan aku, soalnya aku masih suka Arjen."
"Kamu bisa simpen rasa suka itu, udah aku kasih izin barusan." Membuat mata gadis itu melebar mencerna kalimat Arjen.
"Makasih atas makanannya, semoga mimpi indah. Aku pamit pulang dulu." Lagi, Arjen mengatakannya dengan senyum.
Arjen itu egois, Arjen tidak bisa mengendalikan emosinya dan bisa menyesali kalimatnya di masa depan.
——✿——
Regards,
ririanee