Halo semuanya? Penasaran gak lanjutannya? Gak? Ya udah. Ryu ga jadi lanjutin.
End.
:')
.
.
.
.
.
.
.
Pfftt.... oke oke, bercanda.
Ryu bakal lanjutin sekarang. Tapi tolong jangan Cuma diem aja
heiii.... Saia tau kalian baca fic ini, jadi seenggaknya tinggalkan jejak oke?. Ah, btw sebenernya ryu rada was was nglanjutin fic. Soalnya sekarang ryu di asrama dan kegiatan ryu bener bener di awasin sama pengurus asrama. Mana kakel suka ngadu lagi -_-
The fuck memang.
Oke, gitu aja sesi curhat ryu. Kita langsung back to story aja.
Selamat menikmati > v <
.
.
.
.
" Ngomong ngomong Karma. Tidakkah kau pikir harus mengganti panggilan mu itu kepada ku? Terlepas dari 'itu kau seorang siswa di sini, dan aku kepala sekolah nya, "
" Hng? Oh ayolah, kau pikir aku baru kali ini melakukan ini?, "
" Tidak, bukan itu. Hanya saja-
Brak!!
"ah, aku mengerti," ucap karma kemudian
Pintu terbuka untuk kedua kalinya. Seorang remaja dengan surai jingganya mengernyitkan dahi saat menyadari keberadaan lain selain ayahnya. Menatap tidak suka pada sosok itu.
"apa yang kau lakukan di sini akabane?,"
" hng, Apa ya? Menemui kepala sekolah kita yang terhormat?," jawab karma setengah bertanya.
Memutar matanya malas, gakuhou mengangkat suaranya. " abaikan dia. Apa yang kau lakukan di sini asano? Apa kau ingin aku memeriksa hasil tes lagi?,".
"..." asano muda terdiam. Yah, memang itu yang dia inginkan sebenarnya. Ia masih tidak terima dengan kekalahannya. Ia yakin ada kesalahan di sini. Tapi, apakah memang begitu?
Gakuhou menghentikan tangannya yang sedari tadi sibuk menari di atas keybord. Ia menatap anaknya dengan pandangan remeh. Kepalanya sedikit terangkat guna memberikan intimidasi.
"menyedihkan" ucap gakuhou
Asano muda masih bergeming. Menatap ujung sepatunya lekat lekat. Harga dirinya yang tinggi itu terkoyak hebat. Apalagi musuhnya ada di sini. Tunggu, apa tadi aku bilang musuh? Yap, asano muda telah menetapkan karma sebagai musuhnya. Tentu saja ini hanya keputusan sepihak.
Sementara itu karma yang tidak ingin terlibat hanya memperhatikan dari sudut ruangan. Ia duduk di kursi dengan kedua tangan yang menyangga kepala cantiknya di atas meja. Merasa tertarik dengan tontonan gratis tersebut. Bahkan ia dapat kursi dan meja itu dari mana saja tidak ada yang tau.
" ara? apa mereka akan berkelahi? Atau hanya adu mulut saja? Atau justru tidak melakukan apapun? Hora hora! Ayo cepat berkelahi, cepat cepat!,"