"Bisakah aku jadi rumah untukmu pulang, Rein? Bukan hanya sekedar tempat yang kau singgahi sementara?"
Rein menatap teduh netraku, tangannya bergerak mengusap pipiku. "Pasti. Kamu jadi satu-satunya alasanku untuk pulang. Tolong, percaya sama aku, ya."
Semesta begitu apik bermain peran.
Kadang menyuguhkan babak bahagia, tapi tak jarang mengakhiri dengan kedukaan.
Harusnya aku percaya pada ikatan yang terjalin.
Bukan malah meragu seperti ini, kan?Nyatanya memang aku kalah.
Bukan kalah pada dalamnya tulus rasa, atau kepercayaan atas setiamu.
Tapi kalah pada suratan takdir.
Tak usah diragukan lagi, nyatanya aku memang benar mencintaimu, demikian juga denganmu.
Tapi Tuhan lebih menyayangimu, Rein.Kirana yang menyelinap melalui celah daun jendela menyadarkanku.
Bahwa pagiku tak lagi sehangat arunika.
Hariku tak lagi berwarna bak pelangi.
Duniaku menggelap, suram.
Sejak detik itu ...
Detik di mana sangkala mengambilmu dariku.Riak kenangan menyisakan genangan luka.
Tanpamu, aku selayak serpihan kaca.
Aku hancur, rapuh, retak, tak berbentuk.
Rein, kenapa tak kau bawa serta aku bersamamu?"Rayya, teruslah hidup bahagia, meski nanti tak ada lagi aku. Bisa?" pintamu kala itu, Rein. Yang serta merta kutolak!
Mana bisa aku hidup bahagia tanpamu?
Kamu tahu, Rein? Separuh nyawaku itu kamu!
Bahkan kamu adalah udara yang selama ini kuhirup. Sumber oksigen untukku bernapas!
Lalu, bagaimana bisa kamu memintaku untuk terus bahagia tanpamu?
"Aku janji, Ray ... di mana pun nanti aku berada, kupastikan untuk selalu menjagamu." Janji yang sempat kamu utarakan padaku, Rein.
Janji yang justru seperti mengkamuflase sebuah harapan. Bagaimana mungkin kamu bisa menjagaku sekarang? Di saat jiwamu sendiri telah berpisah dari raga?
Aku hanya bisa menangis saat itu, sambil menggeleng keras. "Enggak, Rein! Aku nggak butuh janji, yang aku butuhkan hanya bukti, bahwa kamu akan selalu menjagaku."
"Ray, jangan nangis. Kamu tahu sekeras apa aku berjuang selama ini? Tak peduli ribuan jarum menembus pori demi sebuah kesembuhan. Semua itu aku lakukan demi kamu, Ray. Kamu yang bikin aku kuat selama ini."
"Kalau gitu, bertahanlah, Rein! Lawan apa yang menggerogoti ragamu. Bertahan demi aku, demi kita." Isakanku semakin kencang.
"Aku lelah, Rayya. Teramat lelah. Bahkan tubuhku seperti mati rasa, kebas dengan deraan rasa sakit."
"Enggak, Rein. Kamu kuat. Kamu nggak mungkin lelah. Kamu nggak boleh nyerah begitu saja," desakku.
Rein justru melengkungkan labiumnya, menghias paras pucatnya. Tangannya bergerak lemah ke wajahku, mengusap penuh sayang pipiku. "Aku hanya ingin tidur, Ray. Sebentar saja. Boleh, 'kan?" lirihmu.
Lagi-lagi aku menggeleng keras. Sekeras gelegar guntur yang membelah bumantara petang itu.
"Jangan! Kumohon, jangan tidur, Rein. Bertahan ya," pintaku disela isak tangis.
Rein hanya menggeleng pelan, tubuh lemahnya memaksa jemarinya untuk mengusap suraiku.
"Aku sangat ingin memenuhi permintaanmu, Ray. Tapi aku sudah sangat lelah. Maaf," lirihnya. "jangan nangis terus, Ray. Kamu bikin aku sedih," sambungnya.
Buliran air mataku seperti tak ada surutnya, terus mengalir menganak sungai pada pipiku. Tiap jengkal kenangan bergulir memenuhi rongga kepalaku. Ya, kepingan sarat kenangan kebersamaan kami, hingga detik terakhir Rein di sisiku, terus setia menemani.
Jingga membias di antara awan berarak, berharap mampu menyapu mendung dengan keelokan kirana emasnya. Tapi sayang, paras rupawannya tak mampu mengalahkan kabut mendung. Ia kalah.
Sama seperti Rein, yang senja itu harus menyerah, kalah oleh penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Perlahan kelopaknya mulai terpejam, genggamannya pada jemariku pun melemah, hingga akhirnya benar-benar terurai, selepas kalimat Syahadat yang mengalun lemah dari labium pucatnya.
Solo, 12 November 2021
- Lovely VieCerpen ini ditulis sebagai tugas sunnah dari DreamlandWriters
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak
Short Story"Bisakah aku jadi rumah untukmu pulang, Rein? Bukan hanya sekedar tempat yang kau singgahi sementara?" Genre: Romance Tema: Kehilangan Retak, sebuah cerpen berprosa ungu (semoga saja sesuai, ya🙇♀️), yang ditulis sebagai tugas sunnah dari @dreamlan...