-Dua-

9 2 0
                                    

 "Dalam kehidupan keluarga, cinta adalah minyak yang memudahkan gesekan, semen yang mengikat lebih dekat bersama, dan musik yang membawa harmoni." 

(Friedrich Nietzsche)

Sejak pagi hingga sore hari itu, Hendra masih ada di dalam kamar nya. Terkunci. Ia hanya bersandar di dekat jendela sambil memandangi langit yang perlahan menjadi gelap. 

psst..mass ndra..

tok tok tok

Ternyata si bontot. Jarrel. Ia menghampiri jendela kamar Hendra sambil membawa sekotak nasi, lauk dan sayur. 

"Mas ndra, makan ini yaa, nanti kalo ndak dimakan mas bisa sakit lhoo. Okey? ini jarrel sama mbak lala yang masakin hehe, dimakan ya mas" bisik Jarrel dari jendela kamar Hendra. Hendra tersenyum melihat kelakuan adik bontotnya itu. Hendra mengambil kotak makanan dari Jarrel lalu meletakkannya di meja dekat kasurnya. 

"Oiya mas ini titipan dari Caessa sama Mas Juan, ada cemilan sama kopi kesukaan Mas Hendra. Jangan lupa dimakan dan diminum mas Ndraa"

"Jarrel jarrel, mas tuh gapapa, mas gabakal sakit. Ingetin kakak kakakmu suruh makan ya. Kamu juga ini udah mau maghrib, mandi sono, bau." Kekeh Hendra mengejek Jarrel. Jarrel yang nampak kesal pun menjulurkan lidah yang berarti ejekan balik dari Jarrel untuk Hendra. Hendra hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya karena kelakuan sang adeknya itu. Jarrel segera berpamitan dengan Hendra untuk kembali ke dalam rumah. karena Jarrel sudah mendengar seruan sang Ayah yang memanggil. Lambaian tangan dari Jarrel kepada Hendra sangatlah lembut.

Sepi. Suasana hening di kamar Hendra. Beberapa notification dari hpnya masuk sangat banyak. Tapi ia mengabaikannya. Sampai ia tak sadar kalau kakaknya Raden, telah menelfon nya sebanyak 20 kali tapi tidak ia angkat.

[mas raden - missed call (20) ]

[juan - missed call (5) ]

drrtt drrt drrtt..

Dia terus ditelfon oleh kakaknya dan adiknya. Sudah seperti di teror utang. Karena ia juga bosan mendengar nada lagu telfon yang tak kunjung berhent, ia pun mengangkat telfonnya.

"Kenapa mas Raden? Telfon terus"

"Beresin barang kamu sekarang, masukin ke koper. Jam 8 nanti kita pergi"

"HAH? KEMANA? KOK TIBA TIBA???"

"Kita ke rumah om Jeff sama tante Ina. Kita udah gabisa disini Ndra"

" Lah kenapa mas? Ini kan rumah tetap kita"

"Apa kamu merasa adil di rumah ini? Kamu dapet keadilan? "

"Mas, aku masih sayang sama keluarga ini"

"Mas juga masih sayang Ndra, tapi mas lakuin ini biar papa itu bisa sadar. Sadar kalo kasih sayang itu harus merata. Bukan terpecah belah. Lagipun selama ini kamu diperlakukan layaknya anak? Enggak kan, kamu kayak pembantu disini Ndra, hati seorang ayah seharusnya tidak seperti itu. Sekarang nurut mas Raden, beresin semua kita pergi"

"Iya mas.."

"yaudah mas tunggu,"

Raden mematikan telfonnya. Hendra pun menggela nafas dan pelan pelan ia mulai memberesi semua barang barangnya.

-4 Jam sebelumnya-

Raden yang mendengar kabar bahwa adiknya mendapat perlakuan tak adil lagi di keluarganya, langsung menuju ke rumahnya. Di perjalanan, ia khawatir sang adiknya itu kenapa-kenapa. Tapi untunglah ia agak tenang setelah ditelfon sang adik, Juan, yang mengabarkan kondisi Hendra. Tak lama, akhirnya Raden sampai di rumah. Ia segera masuk ke dalam rumah. Dan didepan pintu sudah ada sang ayah yang menunggu kepulangan Raden.

"Tumben pulang cepet bang?" tanya sang Ayah,

"Pah, Hendra dimana?"

"Kenapa? Hendra tidur"

Raden mengabaikan perkataan ayahnya. Ia langsung pergi ke kamarnya lalu berganti baju. Tak lama kemudian setelah berganti baju, ia ada niat untuk berbicara dengan sang ayah. Ia pun menuju ke ruang tamu. Disana hanyalah ada Dyanta dan juga Jarvis.

"pah, raden mau ngomong" ketus Raden tiba tiba, dan membuat Jarvis tertarik untuk mendengarkan.

"Apa mas? serius banget. Kan nggak lagi rapat. Mas laper? yauda tuh makan aja, ntar panggil yang lain suruh makan bareng" Jawab Dyanta,

"Pah, sampe kapan papah mau begini?"

"Begini gimana?"

"Pah, Hendra itu juga anak papa lho, anak kandung papa sendiri. Tapi sejak kepergian mama, papa gapernah nunjukkin kasih sayang buat Hendra, mau sampe kapan pah?"

"Bahas itu lagi, itu lagi, ngapain sih lu bahas bahas lagi mas? udah jelas Hendra itu ga cocok di sini" celetuk Jarvis,

"Vis, gw tau ya lu selalu di sayang papa, di sayang mama. Tapi lihat Hendra. Udah kayak pembantu di sini"

"Siapa suruh dia lahir, mati aje sono"

PLAK!!

"RADEN! udah berani kamu ya nampar saudara kamu sendiri!!"

"Papa ga terima iya? Papa tau gak, setiap hari papa juga selalu main tangan ke Hendra. PAPA GA PUNYA PERASAAN TAU NGGAK. HENDRA ANAK PAPA!!!" Kata Raden sambil menjatuhkan air mata karena amarahnya. Dyanta tak segan segan mengambil foto Hendra di ruang tamu. Ia membantingnya.

"PAHHH!!! SEBENCI ITUKAH PAH? mama pasti marah sama sifat papa ke anaknya sekarang. Papa jahat, papa ga adil. Mulai sekarang Raden bakal pergi dari rumah ini sama Hendra. Silahkan kalian bersenang senang tanpa kami" Kata Raden yang penuh dengan amarah. Raden meninggalkan Dyanta yang termenung di ruang tamu. Raden pun segera menuju ke kamarnya dan menelfon Hendra untuk berberes beres.

"Aku muak, aku lelah. Tapi ini belum selesai"

-Raden,2021-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Stroy Of ; KEMBALI BERSAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang