2. Trouble Maker

237 201 324
                                    

Sebuah penghapus papan tulis melayang ke atas meja, tepat mengenai sasaran kepala seorang cewek yang tengah tertelungkup. Cewek itu menegakkan kepala seiring dengan tawa seisi kelas. Meskipun begitu, sama sekali tidak ada ekspresi malu diwajahnya.

"Feira, saya harus ngomong pakai bahasa apalagi supaya kamu paham sama teguran saya? Ini sekolah bukan rumah yang bisa kamu jadiin tempat tidur sesuka kamu," tegur bu Nera dengan seorang cowok asing di sampingnya.

Cuek. Cewek itu malah bersandar dan melipat kedua tangannya di dada.

"Saya bicara sama kamu, Feira!"

"Iya tahu. Kayaknya bu Nera yang nggak dengar suara ibu sendiri sampai harus teriak-teriak."

Seisi kelas dibuat gemas oleh Feira. Apalagi Ziva, ia terkekeh remeh mendengar sahutan yang lebih mengarah pada 'cari perhatian' oleh rivalnya itu. Feira memang terkenal sangat berani bahkan pada orang yang lebih tua sekalipun. Pada guru misalnya. Tidak ada yang perlu dipersulit. Jika ia dikeluarkan dari sekolah karena minim akhlak, maka ia akan mencari sekolah baru. Otaknya cemerlang, sekolah selalu mendapat nama atas kepintarannya memenangkan olimpiade. Pintar dan bad girl, dua hal yang sangat tidak match bersanding dalam tubuh seorang Feira Agustine.

Bu Nera memilih tidak menanggapi dengan wajah memerah menahan kesal. Untuk kesekian kali harus memaklumi ketengilan Feira yang seakan tuli dengan segala aspek kalimat teguran. Anak didiknya yang satu itu benar-benar bertingkah dalam diamnya jika ia semakin dilawan. Feira itu diam-diam menghanyutkan.

"Semuanya perhatikan!" teriak bu Nera pada semua murid di kelas. "Di sebelah saya ini murid baru pindahan dari Zevard High School. Namanya-" bu Nera menoleh pada cowok yang dari tadi hanya diam dengan tampang datar. "Siapa nama kamu, nak?"

Diam-diam cowok itu tengah memerhatikan Feira. Ketika ditanyai ia menoleh pada guru di sampingnya. "Reyska Adyata, bu."

"Reyska? Kayak nama cewek ya, tapi gagah," komentar bu Nera. Menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Tertawa elegan.

"Ibu harap kalian menerima Reyska dengan baik dan mau membantu dia mengejar ketertinggalannya dalam pelajaran," lanjutnya, kembali sinis. "Kamu dengar Feira?"

Feira hanya mendelik tak suka. Apa pedulinya memang?

Bisik-bisik menyebutkan nama Reyska pun mulai terdengar heboh. Cowok tampan itu sukses membuat siswi di kelasnya kejang-kejang.

Kehebohan makin menjadi-jadi ketika bu Nera mempersilahkan Reyska untuk duduk di samping Feira. Siapa juga yang mau sebangku dengan Feira? Cewek itu terlalu biadab jika harus satu bangku dengan para cewek. Namun, terlalu sempurna jika harus sebangku dengan para cowok. Hal itu tak luput menyeret Feira ke dalam kasus dan diberi sanksi karena menjadi penyebab semua cowok dikelasnya babak belur akibat bertaruh untuk duduk sebangku dengannya. Hingga akhirnya, Feira sendiri yang meng-klaim bahwa ia ingin duduk sendirian dan tidak boleh diganggu gugat.

Terkecuali sekarang. Mau tidak mau ia menerima Reyska menjadi chairmates mengingat ruang kelas sudah penuh dan tidak memungkinkan ada celah untuk penambahan meja dan kursi lagi.

"Hai, Rey," sapa Anita dan beberapa siswi lainnya.

Reyska hanya melenggos tanpa menoleh sedikitpun, membuat cewek-cewek itu mencebik kesal.

"Sombong amat!"

"Gue yakin sih. Reyska bakalan kerepotan duduk sama si biang masalah."

"Kasian sih, tapi gue sebelahan jadi nggak apa-apa deh."

Setelah duduk pun, bisik-bisik bersahutan yang terdengar jelas di telinga itu masih berlanjut. Hingga sebuah tepukan di bahunya membuat Reyska mau menoleh.

Changeable GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang