Sorry kalau rada gak jelas, karna aku nulis part ini bingung bngt:(
Happy Reading!!
••Sheon dan Vanessa kini sedang duduk di meja kantin. Vanessa yang dengan telaten menyuapi Sheon, sedangkan Sheon mengerjakan laporan kelas unggulan yang diberikan oleh guru. Untuk minggu ini, sepertinya Sheon akan lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah, karena sekolah akan mengadakan ujian keunggulan.
Ujian keunggulan adalah ujian biasa yang dilakukan SMA Angkasa. Karena dengan diadakannya ujian itu, murid-murid yang mempunyai nilai meningkat bisa bergabung dengan kelas atas. Kelas atas yang dimaksud adalah kelas-kelas yang berisi murid-murid pintar. Kelasnya dibagi beberapa, ada kelas unggulan satu yang artinya kelas atas. Sedangkan kelas unggulan dua dan tiga, adalah kelas tengah. Dan, untuk murid-murid dengan kemampuan rata-rata akan memasuki kelas bawahan. Bawahan bukan berarti anak itu bodoh ataupun semacamnya. Hanya saja, anak itu kurang belajar giat, jadi nilainya kurang meningkat. Maka dari itu, murid-murid di sini bersifat ambis agar nilai mereka meningkat.
Seperti Sheon yang tengah sibuk dengan laporan-laporan, Shena kini sedang berusaha agar mendapatkan nilai yang memuaskan. Semoga saja nilainya kali ini lebih tinggi dari biasanya, karena Shena yakin kemampuannya sudah meningkat dari hasil belajarnya. Shena juga yakin, jika ia bisa mempertahankan pangkatnya di kelas unggulan supaya Surya–ayahnya tidak marah padanya.
Di sini lah Shena berada. Di kelasnya sendirian dengan buku yang berserakan di mejanya. Mungkin mulai sekarang Shena akan menjadi anak ambis seperti anak-anak lain. Padahal Shena sebelumnya hanya mengandalkan uang Surya agar bisa masuk kelas unggulan. Eits, bukan Shena yang mau, tetapi Surya. Padahal Shena sudah pasrah dengan kemampuan yang ia miliki, tetapi Surya memaksa agar Shena dimasukkan ke kelas unggulan. Shena itu dulunya masuk kelas bawahan terus menerus.
"Gue harus buktiin ke Papa kalau gue bisa netap di kelas ini tanpa bantuan iming-iming duit." Shena mulai mencatat materi inti yang nanti akan ia pelajari. Sesekali juga ia berbicara sendiri.
"Gue tahu gue itu bodoh dalam hal pelajaran, tapi setidaknya gue punya cita-cita pengin jadi orang pintar," katanya tersenyum menyemangati dirinya sendiri.
"Jadi orang pintar itu pasti dihormati sana-sini, nggak kayak orang bodoh yang diinjak-injak terus. Kayak Sheon ngatain gue mulu!"
"Gue itu sebenernya pinter, cuma gue males belajar aja. Ya gimana ya, orang gue orangnya nggak mudengan," kekehnya sendiri.
"Tumben nih Shena belajar," sindir Janet yang memasuki kelas. "Ceritanya mau jadi anak ambis?" ucapnya meledek.
"Diem lo Jamet! Jangan ganggu konsantrasi," ucap Shena dengan lidah yang belibet. "K-kontrasi, k-kontraksi! Ah elah apaan sih, kok lidah gue susah?!" Shena menepuk mulutnya sendiri gemas.
"Konsentrasi, Shena." Janet melempar snack yang tadi ia pegang pada Shena. Dengan sigap, Shena menangkapnya mulus. "Temen buat lo belajar."
"Thanks ...." ucap Shena. Janet itu pintar, cantik, seperti hatinya. Hatinya baik pada teman-temannya, cuman minusnya pada penampilannya yang suka bermake-up berlebihan. Tentu itu mengundang pasang mata tak suka padanya, dan menganggap Janet gadis berandal. Guru-guru juga heran, kenapa gadis seperti Janet ber-otak pintar dalam hal pelajaran. Ya itu, karena setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan.
"Oh, ya, Shen. Tadi gue lihat Sheon sama Vanessa di kantin mesra banget," kata Janet membuka topik.
Sembari menulis, Shena menjawab obrolan Janet. "Namanya juga pacaran, Met."
"Gue tuh heran deh sama cowok modelan Sheon. Vanessa udah main di belakang dia, tapi dengan gampangnya mau aja balikan. Terlalu bodoh nggak sih?" tanyanya. Shena hanya mengangkat bahunya acuh. "Eh bye the way lo lagi deket sama Sheon, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear S
Teen Fiction[FOLOW SEBELUM MEMBACA] _Cintai Tuhan-nya, sebelum engkau mencintai hamba-Nya._ Sejauh apapun Shena mempertahankan hubungannya dengan Sheon, maka semakin sulit juga Sheon untuk menyadarkan Shena. Menyadarkan bahwa banyak ketidakcocokan antara mereka...