Menunggu

9 3 1
                                    

Tepat jam sembilan pagi dan rumahku sudah tidak ada orang selain diriku. Hari ini mungkin adalah hari yang ditunggu oleh banyak orang apalagi oleh kelas 12 dan para orang tua mereka kecuali orang tuaku, mungkin. Ya, hari ini hari pengumuman kelulusan SBMPTN. Tinggal tujuh jam lagi hasil kelulusan akan muncul. Aku bukan anak yang pintar, jadi jika aku lulus maka itu keberuntunganku.

Ting tong. Ting tong. Bel rumahku berbunyi disertai teriakan yang begitu cempreng.

"Hima ... Hima ... Hima ... Bangun, jangan tidur terus! Kamu ingatkan ini hari apa?" teriakannya begitu nyaring, aku yakin tetangga rumahku juga mendengar suaranya. Kulangkahkan kakiku cepat-cepat membuka pintu agar dia berhenti berteriak seperti penagih hutang.

"Ya ampun Hima, baru bangun? Muka masih kucel. Belum mandi, ya? Kamu benaran lupa ini hari apa?" cerocosnya langsung ketika aku baru membuka pintu. Langsung kutinggalkan dia ke dapur sambil mendengarkan celotehannya yang belum mau berhenti.

"Mau minum apa? Nyerocos terus nanti sakit tenggorokannya." Ucapku untuk menghentikan omelannya.

"Nanti aku ambil sendiri aja. Btw, tante kemana? Kok, sepi ga ada orang?"

"Dinas. Biasanya juga gini," jawabku malas.

Yang tinggal di rumah ini hanya aku dan bunda. Dan hari ini juga Bunda pergi dinas ke Jakarta selama seminggu. Kesepian? Mungkin tidak, aku sudah terbiasa ditinggal kerja oleh orang tuaku selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.

"Om kapan pulang sih Him? Masa udah sahabatan sama kamu dari kelas sepuluh sampai sekarang ga pernah ketemu beliau sih. Mana kita mau kuliah ke Bandung lagi."

"Ga usah tanya sesuatu yang sudah kamu tahu jawabannya!" tegasku.

Ayah kerja di Singapura dan pulang mungkin setahun sekali atau dalam setahun bahkan enggak pernah pulang sama sekali. Sekali pulang, mungkin hanya dua hari kemudian pergi lagi. Dan aku juga sudah terbiasa dengan hal itu selama lima tahun ini. Bertukar kabar pun jarang, walaupun teknologi sekarang sudah sangat maju. Aku pun jarang menghubunginya terlebih dahulu, mungkin karena sudah malas dan lelah.

Yang selalu ada di sampingku hanya Nida Fauziah, sahabatku sejak masuk SMA. Ya, dia yang sering teriak-teriak seperti penagih hutang di depan rumahku. Dia yang sering menemaniku di rumahku ketika bunda berangkat dinas ke luar kota. Dia tidak pernah melihat ayahku secara langsung, dia hanya tahu ayahku lewat foto-foto yang ada di kamarku. Mungkin, jika aku tidak memiliki foto ayah, aku juga sudah lupa bagaimana wajahnya. Hahaha miris, tapi itulah kenyataannya.

"Aku mau mandi dulu." Aku langsung meninggalkannya sendiri di dapur.

Terserah apa pun yang akan dia lakukan. Lagi pula, dia sudah merasa rumah ini adalah miliknya. Saking seringnya dia kesini, dia sudah hafal segala sesuatu yang ada di rumahku kecuali kamar bunda dan ruangan yang terkunci.

***********

Ketika keluar kamar mandi, Nida sedang ada di atas kursi sambil menonton drama Korea.

"Ke salon yuk, daripada enggak ngapa-ngapain. Sambil nunggu hasil pengumuman." Ajakku langsung. Aku ingin mewarnai kembali rambutku. Terakhir kali aku mewarnai rambut tahun lalu, ketika liburan kenaikan kelas.

"Yang penting dibayarin mah hayu-hayu aja aku mah." Aku hanya menjawab dengan anggukan yang pasti enggak akan Nida lihat karena masih fokus ke drama yang ia tonton.

Aku langsung fokus ke skincare dan makeup yang ada di depanku. Kugunakan toner, serum, pelembab, sunscreen, bedak dan terakhir lip balm. Setelah selesai aku langsung mengambil tas dan mengajak Nida pergi.

"Ayo!" ajakku sambil melemparkan kunci mobil ke arahnya. Nida langsung mengikutiku keluar rumah.

Aku sebenarnya malas untuk mengemudi, jadi jika ada yang bisa mengemudi akan aku suruh dia mengemudi. Moto hidupku adalah Jika orang lain bisa, mengapa harus aku?. Langsung kita berdua masuk ke mobil.

"Him, kamu udah makan?"

"Udah," tadi malam lanjutku dalam hati.

Nida tahu kalau aku bukan tipe orang yang membenci kebohongan, jadi dia percaya. Aku termasuk orang yang lebih baik diam daripada berbohong. Aku hanya sering berbohong tentang makan. Aku tidak terlalu suka makan ataupun ngemil. Dan sekalipun aku tidak makan, tidak akan ada yang memedulikannya.

Sebelum berangkat, Nida memutar lagu-lagu k-pop kesukaannya. Saking seringnya dia memutar lagu-lagu itu, aku bahkan sudah hafal nada-nadanya bukan liriknya ya. Ya kali aku hafal lirik, bahasanya saja tidak aku kuasai yang ada aku hanya merusak lirik yang ada. Aku menyukai lagu-lagu klasik tetapi suaraku tidak mendukungku untuk menyanyi. Berbeda dengan Nida, suaranya sangat indah. Dia masuk ke klub menyanyi di sekolah.

Bagiku, Nida adalah kesempurnaan. Nida yang cantik, manis, pintar, baik, pintar menyanyi, menari dan segala sesuatu yang menurutku telah sempurna. Nida selalu iri kepada orang-orang yang memiliki pacar, padahal dia selalu menolak orang-orang yang menembaknya. Katanya sih dia ingin fokus belajar dulu. Hahaha, alasan yang tidak masuk akal. Kenapa aku bilang tidak masuk akal? Karena waktu belajarnya lebih sebentar daripada waktu untuk menonton drakor. Aku saja heran, kenapa dia selalu masuk peringkat tiga besar pararel di sekolah. Tapi dibalik kesempurnaan yang dia tunjukkan kepada orang lain, ada sesuatu yang selalu dia korbankan untuk mendapatkan pengakuan.

***********

Sesudah keluar dari salon dengan gaya dan warna rambut yang berbeda, kita langsung pergi ke bioskop untuk menonton film yang sangat ingin kita tonton. Kita memasuki ruangan bioskop yang lumayan sepi, karena film ini sudah lumayan lama liris.

Kita baru menonton sekarang karena rasa malasku untuk keluar rumah lebih besar daripada keinginanku. Maka dari itu, jika aku mau keluar rumah Nida akan mengajakku mengelilingi kota Kuningan sampai malam. Mulai dari menjelajahi mall, bioskop, berenang, alun-alun, pasar dan masih banyak tempat lagi yang tidak bisa aku sebutkan satu per satu.

Setalah menonton, Nida langsung mengajakku ke restoran J&K. Restoran J&K adalah restoran makanan Jepang dan Korea yang baru dibuka sekitar lima bulan lalu. Kami sudah berkali-kali mengunjungi restoran ini ketika pulang sekolah. Bahkan sampai Nida sudah sangat akrab dengan para pegawainya. Kadang-kadang juga Nida menawarkan diri untuk menyanyi dengan suka rela di atas panggung.

Kami menghabiskan waktu cukup lama di restoran ini sambil menunggu pengumuman. Dan sekarang sudah jam setengah empat, yang artinya setengah jam dari waktu pengumuman ini muncul.

Nida tidak menunggu hasil pengumumannya, tetapi dia menunggu hasil pengumumanku. Jika ada yang bertanya mengapa demikian? Jawabannya adalah karena Nida sudah lulus di salah satu kampus di Bandung dengan jalur undangan di jurusan Pendidikan Matematika. Pasti tidak ada yang kaget, buat apa juga kaget kalau orang-orang tahu kalau Nida sangat pintar dan mencintai pelajaran matematika.

Yang akan membuka hasil pengumuman bukan aku tetapi Nida. Dia sudah bilang dari pertama kali aku daftar SBMPTN kalau dia yang mau membuka hasil pertama kali.

"Waaaaaaaaaa ... Hima kita satu kampus ...." Hah? Gimana?

----------

Halo semua, terima kasih yang sudah datang ke ceritaku.

Btw ini cerita pertamaku. Coba-coba sih, siapa tau memang punya bakat hahaha.

Oiya, aku juga mau minta kritik dan saran dari kalian. Biar ceritaku berkembang.

Kalau kalian suka sama ceritaku, klik tanda bintang ya.

Sekali lagi terima kasih banyak.

Sekali lagi terima kasih banyak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 26, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ViewfinderWhere stories live. Discover now