O2. Pilihan

14 1 0
                                    

Apa yang bakal kamu lakuin kalau misalnya dihadapin sama dua pilihan yang emang gak bisa kalian pilih?

Disini, semua nya hening, tidak ada yang berbicara.

Kalau bingung apa yang sedang terjadi, mari putar waktu ke beberapa menit yang lalu.

Pagi itu, semua anggota keluarga dikumpulkan diruang tengah. Tak terkecuali Haekal dan Hazel yang kadang disuruh untuk tetap diam di kamar pun ikut berkumpul.

Hening. Semuanya terdiam tidak tahu ingin memulai pembicaraan dari mana. Mereka semua masih sedih dan takut atas kejadian malam tadi. Kedua anak kembar itu pun memeluk Raya sedari tadi. Takut jika ada hal buruk yang terjadi.

Manusia berkumis tipis itu menghela nafas, setelah itu ia mulai berbicara. "Untuk kejadian malam tadi, tolong kalian lupakan ya," ucap sang Ayah dengan tegas. Ayah nya ini memang orang yang begitu tegas dan galak —menurut Rain. Namun, ayah nya ini juga orang yang baik, bijak, selalu tenang dalam menyelesaikan masalah, kecuali masalah dengan istri nya tadi malam. Sepertinya Ayah memang sudah tidak bisa menahan lagi amarah nya. Sekarang pun, Ayah masih bersikap dingin, semua nya takut, tak terkecuali Ibu.

Semuanya bingung, ada apa dengan Ayah nya ini?

Ayah menarik nafas dalam-dalam, lalu segeralah ia melanjutkan perkataan nya, "Ayah ingin, kalian memilih untuk tinggal bersama Ayah atau Ibu kedepannya."

Bagaikan ditusuk ribuan beling yang tajam, hati semua orang disana terluka. Mata nya melotot. Kaget atas apa yang diucapkan Ayah nya. Kecuali Ibu, ia sudah pasti tahu apa yang akan dikatakan Ayah.

Raya yang sedang mengusap-ngusap adik kembar nya tersebut mencoba menjawab perkataan Ayah nya. Ia salurkan rasa takut nya dengan mengusap-ngusap adik nya. Ia menarik nafas, "Yah, Bu, tolong pikirin baik-baik ya.. Jangan emosi dulu, kasihan Haekal sama Hazel udah denger ginian," Raya sedih, hatinya terluka, namun ia harus tetap tegar dihadapan adik-adik nya. Takut mereka sedih, terlebih lagi Haekal dan Hazel. Sungguh, Raya tidak mau adik-adik nya itu menangis juga karena melihat ia menangis.

"Ayah sama Ibu sudah memikirkan ini dari lama. Keputusan Ayah dan Ibu sudah bulat untuk memilih cerai."

Rain kaget, begitu juga yang lain. Semakin kaget atas apa yang diucapkan Ayah nya barusan. 'Cerai', apa tidak bisa kata itu dihilangkan saja dalam hidup mereka?

Rasanya, semua hidup mereka hancur, tidak ada harapan lagi di dalam hidup mereka. Apakah mereka masih bisa untuk memiliki harapan setelah mendengar kata yang diucapkan oleh sang Ayah tadi? Semuanya hancur begitu saja, padahal, dulu nya mereka keluarga yang begitu bahagia. Rain sedih ketika tiba-tiba ingatan nya mengingat kembali masa-masa saat mereka semua masih bahagia, semua ingatan itu terputar begitu saja di dalam kepala Rain.

"Ibu mohon.. Pikirkan baik-baik ya, nak," Ibu yang sedari tadi diam pun ikut berbicara. Mata Ibu berkaca-kaca, sendu, tidak terlihat bahwa ia bahagia atas keputusan itu. Ingin rasanya Rain memeluk Ibu saat itu juga.

Masih terdiam. Semuanya masih memikirkan jawaban mereka masing-masing. Disana ada Ibu yang mengkhawatirkan anak-anak nya, ia ingin anak-anak nya itu ikut dengan nya, tidak bersama lelaki tua berkumis tipis disebelahnya yang lebih memilih menikah dengan selingkuhannya. Lelaki itu bahkan sama sekali tidak terlihat peduli pada anak-anak nya, lebih memikirkan selingkuhannya.

Jeffry yang sedari tadi hanya diam pun ingin mencoba berbicara. Sebelum itu, Jeffry menatap Raya. Merasa paham, Raya mengangguk-ngangguk an kepala nya yakin, berusaha meyakinkan kakak laki-laki nya itu.

Jeffry marah, sekaligus sedih, namun Raya mengusap-ngusap tangan kakak nya. Ia yakin bahwa Jeffry bisa menahan amarahnya. "Apa alasan Ayah cerai in Ibu?" tanya Jeffry sembari menyembunyikan wajah sedih nya. "Ini bukan keputusan dari Ayah saja, Ibu juga setuju," jawab Ayah dengan tenang. Jeffry mulai emosi, "Yang Jeffry tanya alasan Ayah cerai in Ibu, Yah."

HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang