-
Bunda tenang disana, ya? Jagain kita berdua dari atas. Anna dan Astra sayang Bunda.
-
Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Astra sudah terlelap sepuluh menit yang lalu sambil memeluk boneka yang siang tadi Anna beli.
Langkah kaki Anna lemah, melewati koridor rumah sakit yang dominan warna biru muda kehijau-hijauan.
"Kak Anna?"
Sang empunya nama menoleh.
"Mas Margo? Ada apa, Mas?" tanya Anna.
"Kok sudah pulang, Kak? Tumben? Biasanya sampai malam."
Ujung bibir Anna naik. "Iya, mau ke makam Bunda."
Margo mengangguk pelan, lalu tersenyum.
"Saya titip Astra, ya, Mas." Margo mengangguk lagi, kali ini lebih dalam.
"Kalau begitu, permisi."
"Baik, Kak. Hati-hati di jalan, Kak Anna."
*
Langit biru mulai memudar, digantikan dengan warna senja. Angin mulai berderai kesana-kemari, menyapu beberapa daun kering yang sudah tumbang. Bahkan rambut sedada milik Anna juga ikut menari. Tangannya mengelus batu nisan usang, memandang nama Bunda yang terukir disana.
"Bunda, hari ini Anna jenguk Astra lagi," Anna mulai bermonolog. "Bunda tau, nggak? Astra masih suka boneka hamster! Hahaha. Mungkin karena Astra ingat dulu Bunda selalu kasih Astra boneka hamster padahal Astra nggak suka boneka."
Tawanya terukir jelas, menampakkan gigi putih rapi. Mengingat dirinya yang ribut mencari sebuah boneka hamster coklat tadi siang.
"Tapi karena Astra tahu Bunda beli dari hasil Bunda kerja jadi tukang cuci, Astra terima. Malah kesenengan karena tidur bisa meluk boneka hamster," kenang Arum. Mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu, Astra menolak dibelikan boneka oleh Bunda.
"Astra bukan anak perempuan! Astra mau mobil-mobilan! Astra, kan, cowok!" bentak Astra melipat tangannya di depan dada. Melempar boneka hamster yang diberikan oleh Bunda. Bibirnya mengerucut tanda ia sedang kesal.
Bukannya marah, Bunda malah tersenyum lalu mendekati anak bungsunya.
"Astra, sini dulu. Bunda mau cerita. Astra mau dengerin?" Tangan Bunda menarik lengan Astra lembut, mempersilahkan Astra kecil untuk duduk dipangkuan Bunda. Mengelus lutut, rambut, dan lengannya pelan.
"Suatu hari ada seekor hamster kecil. Namanya Cimang. Tapi Tuannya selalu memanggil Cimang dengan nama Cici," Bunda mulai bercerita. "Cici suka makan makanan yang selalu Tuannya beri. Apapun itu."
Astra mendengarkan dengan tenang. Memandang boneka hamster yang dipegang Bundanya.
"Suatu ketika Tuannya bertanya kepada Cici: Kenapa kamu mau makan makanan yang aku beri?" Bunda menatap mata Astra.
"Karena aku tahu, jerih payah Tuan sangat berharga hingga rela membagikan hasilmu untuk makananku."
Astra mengedip, berusaha mencerna maksud Bunda.
"Aku takut. Setiap kali Tuan memberikanku makan, aku selalu berfikir bahwa ini adalah makanan terakhir yang Tuan beri."
Diam. Keheningan melanda diantara mereka. Mata Astra memandangi boneka yang digenggam Bunda. Dengan pelan, Astra mengambil boneka itu lalu tersenyum.
"Astra kasih nama Cici, ya, Bunda?"
Begitulah awal mula Astra kecil belajar arti menghargai. Menghargai setiap pemberian siapapun itu. Termasuk orang terdekatnya. Walau itu bukan kesukaannya, ia tetap terima. Benar cerita tadi, ia takut ini pemberian terakhir dari Bunda.
Tanpa permisi, air mata Anna menetes mengenai gundukan tanah dibawah sana. Menahan isak tangisnya setelah mengenang momen bersama Bunda beberapa tahun yang lalu.
"Bunda, terima kasih karena sudah memberikan kenangan indah buat Astra. Kebaikan Bunda akan dikenang Astra selamanya. Anna bakal jagain Astra sampai kapanpun."
Tangannya mengusap air mata yang mengalir dipipinya. Lalu tersenyum, masih mengelur ukiran nama Bunda di batu nisan.
"Bunda tenang disana, ya? Jagain kita berdua dari atas. Anna dan Astra sayang Bunda."
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Astra dan Dunianya | Park Jisung
Fanfiction-2021 w/ park jisung ❝Bahkan Astra tahu bahwa dunia memang begitu kejam.❞ Genre : Short Story, Fanfiction, Angst WARNING: MENTAL ILLNESS! Adaptasi dari AU berjudul 'Astra dan Dunianya' karya @icalwrites (Twitter) ©icalwrites