-
"Bulannya itu Bunda. Dua bintangnya Kak Anna dan Astra."
-
Astra menatap nanar luar jendela. Menyuguhi pemandangan malam yang dipenuhi bintang dan bulan. Bibirnya sedikit membuka, melongo memandangi indahnya mala mini bersama sang kakak tersayang.
"Kak, bintangnya bagus, ya?"
Anna tersenyum, lalu mengangguk. Mengiyakan perkataan adiknya.
"Itu namanya bulan purnama," celetuk Anna, sedikit mendongak untuk melihat bulan sempurna diatas sana.
"Bulannya sempurna? Berarti nggak punya kekurangan, ya, Kak?" polos Astra. Menoleh kepada Anna yang duduk sejajar dengannya.
"Ada. Bulan sempurna ada kekurangannya," Anna tersenyum. "Dia nggak bisa bertahan lama. Besok-besok Astra nggak bisa lihat bulan purnama lagi."
Seketika Astra mengerucutkan bibir, kesal dengan pernyataan Anna.
"Padahal Astra mau lihat bulan terus."
Gelak tawa ringan dibawa oleh Anna, memandangi sang adik sambil mengelus pucuk kepala Astra.
"Astra tenang aja, bulan depan pasti ada lagi, kok."
Suhu mulai menurun, Anna mengeratkan jaketnya. Sedangkan Astra hanya memakai baju rumah sakit tanpa mengenakan luaran apapun.
"Astra, pakek ini. Diluar dingin." Anna membawa jaket abu-abu Astra dari dalam kamarnya. Astra masih memandangi bulan dan bintang, tidak memperdulikan omongan Anna tadi.
"Kamu itu, ya, udah dibilangin kalau keluar pakai jaket dulu. Kedinginan, kan sekarang."
Tangan Anna mulai menuntun Astra agar terpakai ditubuh Astra. Layaknya seorang anak kecil, kini Anna harus ekstra sabar menghadapi adiknya yang seperti ini. Tidak seperti anak lainnya, Astra istimewa.
"Kak Anna, lihat itu, nggak?" Astra menunjuk keatas, kearah bulan dan bintang yang saling berdekatan. "Ada dua bintang yang dekat bulan, paling terang juga. Kakak lihat, kan?" tanya Astra. Anna mengangguk.
"Iya. Kakak lihat."
"Kayak kita, ya, Kak."
Anna mengerutkan dahinya, pertandang bingung dengan ucapan Astra.
"Kenapa?"
"Bulannya itu Bunda. Dua bintangnya Kak Anna dan Astra," tunjuknya makin tinggi. "Persis, kan?"
Senyuman Anna merekah.
Astra masih mengingat Bunda.
"Ayah? Ayah yang mana?" tanya Anna membuat senyuman Astra luntur. Jarinya yang tadi semangat menunjukkan bulan dan bintang kini menurun. Ia mengenggam erat tangannya sendiri.
"Nggak ada."
"Eh?"
"Ayah nggak ada." Suara Astra sedikit meninggi. "Ayah nggak punya bintang!"
Anna terkejut. Digenggamnya pegangan balkon disana, takut Astra kembali berulah.
"Ayah nggak pernah bersinar. Ayah jahat! Ayah suka mukul Astra! Ayah suka mukul Kak Anna! Ayah suka mukul Bunda!" pekik Astra.
"Beda sama Bunda. Bunda bersinar seperti bintang karena Bunda sayang Astra. Sama kayak Kak Anna, Kak Anna bersinar karena Kak Anna sayang Astra. Ya, kan?"
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Astra dan Dunianya | Park Jisung
Fanfiction-2021 w/ park jisung ❝Bahkan Astra tahu bahwa dunia memang begitu kejam.❞ Genre : Short Story, Fanfiction, Angst WARNING: MENTAL ILLNESS! Adaptasi dari AU berjudul 'Astra dan Dunianya' karya @icalwrites (Twitter) ©icalwrites