3. Rasa Takut dan Kekhawatiran Masa Lalu

18 3 0
                                    

Kadang keheningan tidak selalu tentang tenang. Tidak jarang sering mendatangkan berbagai kejutan tak terduga, atau hanya kekosongan di tengah ruang hampa.

Begitulah yang Sunoo pikirkan.

Namun tampaknya rumah ini hanya kosong. Rumah yang ditinggalinya 2 tahun lalu kian menua karena tak terurus. Masih jelas ingatannya ketika rumah sederhana itu masih berpenghuni. Ada ia, Ayah, Ibu, dan Jungwon yang senang menanam bunga.

Ia merindukan suasana itu.

Tidak ada yang menempati rumah ini setelah mereka pindah. Ayahnya hanya membangun ulang rumah ini karena permintaan Jungwon. Adiknya juga meminta agar rumah ini tidak dijual ataupun disewakan karena ia akan menempatinya saat dewasa nanti. Ah, entah kapan Jungwon akan tumbuh. Waktu tidak berlalu secepat itu kan?

Sunoo mengambil sapu dan membersihkan seluruh ruangan, menyingkirkan sarang laba-laba dan debu ditiap sudut langit-langit rumah. Menyikat dinding-dinding yang sedikit tercoret, dan mengganti bola lampu lama dengan yang baru sehingga seluruh rumah kembali terlihat layak ditempati.

Ia menekan saklar, lampu yang menyala membuat rumah semakin hidup. Saat itulah air mata Sunoo menetes. Bahunya terasa berat, seperti ada seseorang yang mendorongnya kebawah hingga ia merosot ke lantai. Ia terisak. Badannya gemetar. Memori-memori itu kembali. Membuat Sunoo tak bisa bernafas. Memori itu mencekiknya. 

"Kak, nanti kita tinggal dimana?"

Jungwon yang saat itu berusia 12 tahun menangisi rumah mereka yang dilahap si Jagoan Api. Beruntung tidak ada yang terluka, semua orang sempat keluar sebelum api kian membesar. Hanya saja rumah mereka semakin mengabu.

"Kita kayaknya bakal tinggal sama bibi" Jawab Sunoo lesu. Digenggamnya erat tangan Jungwon dengan perasaan bersalah.

"Barang-barang kita terus gimana?"

"Nanti dibeliin sama papa yang baru"

"Tapi ga semua bisa dibeli papa"

Sunoo tahu. Ada beberapa hal yang ia sayangi di dalam sana. Mungkin sudah ikut terbakar. Tidak mungkin ia memaksakan diri untuk mengambilnya. Jika ia terluka itu akan membuat Wonwoo dan Yeri khawatir. Namun Jungwon justru berlari ke dalam kobaran api itu. Sunoo kaget saat adiknya menghempaskan tangan.

"JUNGWON! KAMU MAU NGAPAIN?" Teriak Sunoo mengejar adiknya.

Aksi kejar-kejaran itu tertangkap mata beberapa warga. Dengan cepat mereka bergerak menarik Sunoo. Sayangnya mereka tak dapat menangkap Jungwon.

"ADEK! SINI SAMA KAKAK! DISANA PANAS!" Sunoo berteriak histeris. Melihat Jungwon semakin jauh dan para warga tak berniat masuk kesana untuk menyusulnya.

"SEBENTAR! NANTI AKU BALIK LAGI!" Balas Jungwon berteriak.

"LEPASIN! LEPASIN! ADEK AKU, JUNGWON! TOLONG JUNGWON!"

Sunoo berteriak kepada warga dan menggeliat. Berharap mereka melepasnya. Namun cengkraman itu terlalu kuat sampai Sunoo sesak nafas dan kehilangan kesadarannya.

"Sunoo! Sunoo!" 

Seseorang menepuk-nepuk wajahnya dengan keras. Dari suaranya Sunoo tahu siapa orang itu. Saat membuka mata, ia memastikan. Dan benar adanya, Sang ayah memeluk Sunoo khawatir. 

"Ayah kan sudah bilang tunggu ayah" Ucapan itu membuat Sunoo terkekeh.

"Nunggu ayah lama"

Wonwoo mengelap air mata Sunoo yang sudah bercampur dengan keringat lalu mendudukkan putra sulungnya itu. 

"Maaf, sudah buat ayah khawatir" 

* * * * *


Riki linglung sekali seharian ini. Ia sedikit khawatir karena Sunoo tidak kunjung datang. Badannya menegap-negap ke arah jendela. Berharap matanya mendapati sosok Sunoo yang berlari dengan keringat di dahinya.

"Ngeliatin apa?"

Sunghoon berdiri di depan meja Riki dengan tangan dimasukkan ke saku celana. Entah kenapa nyalinya sedikit menciut. 

"Bukan apa-apa"

Sunghoon kemudian pergi begitu saja tanpa berbicara lagi.

"Sunghoon!"

"Ya?"

Ice prince itu membalikkan badannya ketika sampai di depan pintu.

"Lu tahu Sunoo kemana?"

Riki bertanya dengan suara pelan. Namun raut wajah Sunghoon mengeras. Sedikit membuat Riki takut, namun ia menahannya.

Toh, dia hanya bertanya.

"Ngapain lo tanya-tanya?"

Riki sedikit heran dengan tanggapan Sunghoon.

"Emang ga boleh"

Memang sifat Sunghoon yang suka berbicara sekenanya. Cowok itu pergi lagi, meninggalkan kelas dan Riki yang kebingungan.

Mengabaikan Sunghoon, Riki mengecek ponselnya. Tidak ada tanda-tanda Sunoo akan membalas. Lalu ia pergi ke ruang seni yang sepi, dan menelpon Sunoo.

Laki-laki itu menjawab.

"Halo?"

"Sunoo-ya! Ini Ni-Ki" Teriaknya berseru sampai Sunoo tertawa.

"Aku tahu, aku kan menyimpan nomormu"

"Kau benar-benar menyimpannya?!"

"Tentu saja, jika tidak bagaimana aku akan memasukkanmu ke grup kelas? Lagipula kan kau yang memasukkan nomormu ke ponselku"

ah, Riki lupa itu.

"Ada apa menelfon?" Tanya Sunoo setelah hening beberapa saat.

"Kau tidak datang ke sekolah hari ini?"

"Aah, aku sedang tidak enak badan. Aku lupa mengabari di grup kelas. Tapi aku sudah memberitahu Sunghoon"

"Sunghoon tidak memberitahuku"

"Eh? Kenapa?"

"Entahlah, dia terlihat marah? Tidak suka? Aku tidak tahu"

Suara Riki melirih, sedangkan Sunoo tidak menjawab. Kakinya bermain-main dengan batu kecil di tanah.

"Sunghoon emang agak dingin. Tapi aslinya dia baik kok. Kamu harus sering-sering mengobrol dengannya dan yang lain"

"Tidak ada yang mau mendengarkanku karena bahasa Koreaku sulit dimengerti. Apa itu benar menurutmu?"

"Yak! Kau ini bicara apa? Bahasa Koreamu jelas lebih bagus daripada sikap mereka yang seperti itu"

Riki tertawa kencang. Untuk pertama kali ia tertawa selepas itu di Korea.

"Sunoo-ya, apa kau mau jadi temanku? Aku janji akan menjadi teman yang baik"

%to be continued


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

bakery for ddeonu [sunki]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang