Senandika-- @hneyxvellow

49 8 39
                                    

Rainna belum pernah merasakan detak jantung yang seirama ritme indah dentingan hujan, Rainna juga belum pernah merasakan indahnya dunia warna-warni yang difantasikan orang-orang lewat kalimat hiperbola saat jatuh cinta. Yang Rainna rasakan hanya abu dan monokrom saja.

Namun, tatkala legamnya menangkap sosok imut di depan kelas, mengerjapkan mata saat mereka bertemu tatap. Lantas tersenyum seindah pelangi di sore itu. Rainna ikut tertegun seperti semesta yang membuat waktunya terhenti saat itu juga. Dengan dramatis dunianya berubah ketara.

Rainna belum pernah melihat murid setampan itu, bahkan senyumnya sangat tulus menyentuh kalbu. Tangannya hendak terulur dan bibirnya sudah bersiap untuk bertanya, namun bahunya ditarik oleh seseorang di belakangnya. “Rain, nanti telat bisa kena omel Pak Yayan anjir!”

“Hah? Eh iya.” Setelahnya, Naya, teman sebangkunya, menarik paksa sebelah tangannya agar terus berjalan dengan cepat sampai di laboratorium kimia tepat waktu. Agar bisa duduk paling depan juga sebenarnya.

“Rain! Astaga kertas lakmusnya salah!” Teriakan itu membuat dirinya mengerjapkan mata, melihat pingset yang mencelupkan selembar kertas kecil kepada cairan berwarna di sana. Rainna meringis kecil, ada apa dengan dirinya? Haduh, Rainna tidak mengerti pokoknya. Kenapa juga terus terpikirkan murid itu sih?!

Menghela napasnya kesal, Naya menggeser tubuh Rainna karena marah. “Sana minum dulu, lo kenapa sih? Enggak biasanya nyepelein praktikum kayak gini? Belum makan ya?” Rainna menggeleng kecil, menenggak air putih dari botol kuning milik Naya.

Haruskah Rainna mengatakannya? Sebenarnya tidak salah, karena Naya juga tipe orang yang akan jaga rahasia. “Nay, lo tau siapa yang tadi duduk di kursi depan kelas enggak?” Naya menaikkan sebelah halisnya. “Enggak tau, kenapa?”

Rainna tersenyum, lalu menggelengkan kepala. Rasanya dia butuh obat sakit kepala segera, karena entah kenapa pusing menekan kepalanya dari belakang bahkan membuatnya mual seketika. Efek terlalu banyak bergadang sepertinya. Rainna akhirnya izin sebentar untuk ke kamar mandi, sekedar mencuci muka agar segar kembali.

Namun saat langkahnya hendak masuk kamar mandi wanita, murid itu ada, sepertinya sehabis dari kamar mandi. “Hai.” Sapaan itu spontan Rainna lontarkan, sekarang mereka berdua sama-sama tersenyum kaku. Namun, yang Rainna lihat lawannya terpaku dengan wajah sangat menggemaskan untuk ukuran lelaki pada umumnya.

“Ah hai, tadi aku ke kelasmu. Di sana enak sekali pendingin ruangannya. Maaf ya, apa itu mengganggumu?” Pertanyaan itu dijawab gelengan oleh Rainna, lalu dirinya mengulurkan tangan untuk sekadar berjabat tangan. “Nama gue Rainna, nama lo siapa?”

“Leo.” Lirihan itu sangat membuat dadanya berdesir hebat, juga angin yang sekelebat menjadi pendukung suasana karena banyak dedaunan yang gugur terbawa olehnya. “Rainna, aku sangat mengenal namamu kok. Aku selalu di ruang guru, Pak Johan selalu meminta bantuanku untuk merekap nilai kelasmu. Lalu Pak Johan juga selalu berbicara tentang nilaimu yang selalu sempurna. Aduh, aku selalu muak mendengarnya.”

Tanpa sadar Rainna terkekeh mendengar rancauan lucu makhluk manis di depannya. “Lo sendirian aja? Temen lo di mana, Le?”

Leo mengerungkan hidungnya. “Sutan selalu meninggalkanku, mungkin dia hanya tidak menyukaiku. Tapi aku sudah terbiasa sendirian di sini. Eh, bibirmu pucat loh Rain, kamu tahu atau tidak sih?” Rainna menggeser tubuh Leo dengan mudahnya, membuat pemuda itu mengerucutkan bibir karena kesal.

“Ah, mungkin karena capek abis ngerjain tugas. Anyway, gue seneng bisa kenalan sama lo.” Leo mengangguk sembari tersenyum. “Senang juga bisa mengobrol denganmu, Rain. Mau ke Laboratorium lagi, Rain?” Pertanyaan itu membuat Rainna mendengus geli, tangannya yang terulur untuk mencubit pipi Leo ditangkis kasar oleh pemiliknya. “Jangan sentuh, kamu belum cuci tangan!”

Mini Project; Chenle's BirthdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang