3. v • Sekali lagi; berulang lagi.
.
"Akhirnya ketemu juga. Udah lama ya, Han Jisung?"
Hyunjin membuat keributan kecil dengan dirinya yang mendorong seorang wanita dari depan pria sasarannya hingga membuat alur dansa para pengunjung diskotik lainnya terganggu. Dia menarik pinggang Jisung, lalu memicingkan mata ke wanita tersebut yang menatapnya marah. Sinyal untuk protes ke gue dan gue jambak lo ke luar jendela.
Wanita itu merah padam dan pergi dari lantai dansa dengan tangan terkepal. Hyunjin hanya menatapnya tidak terkesan.
Baiklah. Lanjut ke urusan di depannya.
Hyunjin merapikan ujung rambut yang ia ikalkan sebelum pergi ke sini, kini menggunakan matanya untuk merayu. Tangannya meraba-raba dada bidang yang pernah ia petakan di malam-malam lampau sekali. "Emang udah berapa lama sih? Tiga tahun? Lima tahun?"
"Sepuluh tahun. Dan lo masih gak punya malu ya gue liat-liat,"
Meski begitu, tubuh keduanya kini malah semakin dekat, semua jarak terhapus sudah; pengaruh dorongan punggungnya oleh Jisung. Hyunjin tersenyum, menatap lurus ke mata Jisung yang menatapnya tanpa emosi.
"Seenggaknya lebih cantik kan? Udah tambah cantik. Mantannya siapa duluuu?"
"Pecun emang bisa apa lagi selain dandan?"
Oh, Jisung pergi ke sana.
Hyunjin mengedipkan matanya dalam sepersekian detik, berusaha mengusir Hyunjin lama yang sudah pasti akan menangis seketika dari akalnya. Jisung bukannya orang yang tidak bermulut pedas, Hyunjin sudah kenal bagaimana Jisung yang sebenarnya, namun yang Hyunjin dengar dulu hanya kata-kata manis dan pujian. Sedalam itukah kesalahan Hyunjin?
Hyunjin berusaha melebarkan senyumannya.
"Tapi emang cantik 'kan? 'Kan?" Tubuh Hyunjin bergerak sesuai alunan musik, "Kalau enggak, lo gak bakalan nyari gue sampai kayak gini." Ia mengalungkan tangannya ke pria yang memang lebih rendah darinya itu, yang masih menatap Hyunjin dengan pandangan yang tidak terbaca.
Dulu sekali, mereka pernah meragakan adegan yang sama, namun tanpa lampu remang-remang maupun ruangan yang berbau alkohol, maupun musik yang memuakkan.
Hanya mereka berdua, dengan lagu-lagu dari tape tahun 60-an yang dijual murah, di ruang tengah apartemen Hyunjin yang sempit.
Jisung mungkin mengingatnya juga, mungkin, dari caranya yang tidak mendorong Hyunjin begitu ia menempelkan kedua dahi mereka, dan malah menjadi yang pertama untuk mencuri ciuman itu.
"Hhuh-anh,"
Ciuman pertama setelah sekian lama, dan Hyunjin menjadi yang pertama untuk melepasnya, kini membuat dua langkah jarak dari dirinya dan Jisung.
Ciuman tadi mendadak berubah menjadi begitu intens dan membakar paru-parunya, menambah api di dalam tubuhnya yang sudah membara begitu ia menapakkan kaki di tempat ini. Semuanya terasa menjadi terlalu menyesakkan, dan bahkan setelah usai Hyunjin masih dibuat sulit bernafas oleh tatapan Jisung yang kini terasa sangat, sangat, sangatlah berat, menyelidiki Hyunjin dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Hyunjin, bahkan setelah semua yang ia lalui, masih menginginkan Jisung, dan tiap-tiap bagian dari Hyunjin, seberapa keraspun ia mencoba, tidak bisa berbohong jika sudah berurusan dengan lelaki di depannya ini.
Hanya sekali Hyunjin dapat melakukannya, ketika Hyunjin membohongi hatinya sendiri bahwa hubungannya dan Jisung memang harus diakhiri demi kebaikan dan masa depan Jisung, lalu pergi membawa kabur uang sogokan berjuta-juta won dari ibu Jisung keesokan harinya.
Yang merupakan sebuah kejaiban karena, melihat Jisung yang sekarang, Hyunjin tahu ia sudah terperangkap total dan tidak akan bisa lari lagi.
Dan Jisung juga tahu itu. "Iya. Cantik. Tapi sayang habis ini cuma gue yang bisa liat, udah gak bisa jual diri lagi."
Jisung kini kembali mendekat ke wajahnya, ibu jarinya membuka bibir bawah Hyunjin. Tangan kirinya yang bebas meraih ke dalam saku jasanya, mengambil sebuah pil yang dibungkus sapu tangan dan memaksa Hyunjin dan perlawanannya yang minim untuk menelannya.
Di benak Hyunjin terbersit mayat-mayat kekasihnya setelah Jisung yang terbunuh secara misterius dengan tutup wine di setiap tempat kejadian perkara. Wine yang diproduksi khusus untuk tempat hiburan malam elit milik keluarga Han. Tempat yang ia pijak sekarang.
Tidak apa. Hyunjin memang sudah siap menemui akhirnya begitu ia memutuskan untuk akhirnya datang menjawab panggilan Jisung. Jika itu berarti menyelesaikan semua teror yang menghantuinya-termasuk teror dari hati kecilnya sendiri.
"Tenang aja," Jisung dengan sigap menangkap Hyunjin yang mulai kehilangan kesadaran, ganti ia yang tersenyum remeh. "Cuma obat tidur. Bener kata lo, gue ambil lo balik ke gue itu butuh usaha, gue lebih suka lo hidup dan cantik kayak gini."
Satu ciuman diambil lagi, dan semuanya menjadi gelap bagi Hyunjin.
KAMU SEDANG MEMBACA
alternate realities // hyunsung
De Todokumpulan ide dan cerita pendek yang berputar mengitari han jisung dan hwang hyunjin dan kisah mereka. ♡ - beberapa cerita sudah pernah diunggah ke twitter:)