[SCENARIO 4 - New Page]

1.3K 300 32
                                    

Aku bertanya-tanya mengapa Kyrgios tidak mendatangiku untuk berpamitan. Maksudku, mulai besok kami tidak lagi bertemu. Ah, apa mungkin Kyrgios ingin aku yang menemukan dia? Seperti hari pertama latihan.

Aku menelusuri setiap sudut lapangan belakang asrama, tetapi aku tidak menemukan kehadirannya. Apa dia berada di tempat lain?

Namun, aku tidak pernah mengunjungi tempat selain gedung asrama dan sekitarnya, lagipula sepertinya tidak mungkin juga Kyrgios bersembunyi di tempat yang tidak aku ketahui.

Matahari sudah bersiap tidur di barat. Aku menatap langit senja. Ah, sepertinya aku tidak akan bisa berpamitan dengan Kyrgios.

Aku baru saja hendak kembali ke kamar asrama, tetapi sesuatu di langit mengunci tatapanku.

Aku memicingkan mata, menatap langit oranye. Ada garis-garis hitam membentuk seperti retakan. Keningku mengernyit. Apakah sejak awal sesuatu itu sudah ada di sana?

Aku mengucek mataku, meyakinkan diri bahwa aku tidak salah lihat. Tidak, langit benar-benar retak. Apa yang terjadi?

Aku merapatkan bibir. Perasaanku begitu tidak enak. Namun, tidak ada yang bisa kulakukan. Maka, aku memutuskan untuk kembali ke kamar asrama.

***

"Baht! Bha-aht! Aht!!"

Aku terbangun dari tidurku, mendapati Biyoo tengah melompat-lompat di atas perutku seakan itu adalah trampolin. "Uh, iya-iya. Aku sudah bangun, Biyoo."

Biyoo menatapku dengan mata hitam besarnya yang berkelap-kelip. Terlihat sangat menggemaskan. Aku mengelus Biyoo, tersenyum. "Bhaat!"

Ah, benar. Hari ini adalah hari pertama pembukaan awal semester baru. Kemarin, Bihyung sempat datang ke kamarku dan memberikan jadwal kegiatanku yang baru. Di sana juga dijelaskan bahwa selama kegiatan sekolah, siswa dibebaskan memakai jas, jaket, dan aksesoris lainnya. Namun, tetap diwajibkan memakai kemeja hitam berlogo bintang di dada kiri dan celana atau rok biru kotak-kotak--seragam akademi ini.

Aku memutuskan untuk memakai jas pemberian Metatron, tersenyum melihat pantulan diriku di cermin. Pada wajahku masih ada beberapa luka yang kututup dengan plester. Luka di tangan dan kakiku sudah kering, tapi untuk menutupi bekasnya aku sengaja membalutnya dengan perban. Beberapa luka kudapatkan melalui latihan, dan beberapa lagi ... adalah bekas perundungan.

Aku keluar dari kamar. Sesuai dugaanku, di lorong asrama sudah lumayan ramai. Beberapa siswa terlihat masih sibuk memindahkan barang-barangnya, beberapa sudah berkenalan dan saling sapa, beberapa lagi sibuk berbincang dengan dokkaebi.

Biyoo menarik ujung lengan jasku, memintaku untuk mengikutinya. Beberapa orang menatapku. Aku meneguk air liurku sendiri, tidak terbiasa menjadi pusat perhatian.

Sesuai dugaanku, Biyoo menuntunku menuju Kafeteria untuk sarapan. Kalau tidak salah, sekarang baru jam enam, tapi Kafeteria sudah setengah penuh. Jam delapan nanti, akan ada upacara pembukaan di Aula utama. Aku tidak tahu di mana letaknya, tapi syukurlah ada Biyoo yang bersedia menjadi pemanduku.

Bibi penjaga Kafeteria tersenyum begitu melihatku mengambil nampan makanan. Di belakangnya, ada beberapa orang yang membantu memasak. Aku balas tersenyum, mengucapkan salam selamat pagi.

"Makan yang banyak. Kau akan membutuhkan energi untuk hari ini," ucap Bibi sembari menuangkan banyak nasi ke piringku.

Sebenarnya aku tidak yakin bisa menghabiskannya atau tidak, tapi aku hanya tersenyum dan mengangguk patuh. Bibi kemudian meletakkan sepotong pie apel di nampanku.

"Hadiah," bisiknya sembari mengedipkan sebelah mata.

Setelah berterima kasih, aku pergi mencari tempat duduk. Dapat kurasakan tatapan iri dari anak-anak lain. Aku memutuskan untuk duduk di meja pojok ruangan, menarik diri dari keramaian.

Stories That Written Behind The Wall [ORV AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang