Nafasnya tersengal-sengal saat menoleh kebelakang melihat seorang laki-laki sedang mengejar dirinya. Langkahnya yang semakin cepat membuat dirinya harus bergerak dalam waktu yang singkat.
Dia adalah Ayesha. Perempuan manis yang sayangnya hanya tinggal bersama Oma-nya, orang tuanya sudah lama berpisah saat Ayesha menginjak bangku SD. Dan laki-laki yang sedang mengejar Ayesha itu namanya Gibran, laki-laki yang bersedia menjadi teman Ayesha. Meski perempuan itu sudah berulang kali untuk menolak jadi teman, namun Gibran tetap gencar untuk jadi teman dekat Ayesha.
Alhasil Gibran berhasil menjadi teman dekat Ayesha. Gadis cantik yang manis itu berhasil Gibran dekati. Raut wajah perempuan itu sungguh menyedihkan, meski ia berani untuk mengeluarkan tawa disaat situasi tidak memungkinkan.
"Kejar dong, payah kamu, Gibran!" Ejek Ayesha dengan suara yang begitu lantang.
Senyum tipis yang diberikan oleh Gibran dapat Ayesha lihat meski terlihat tidak begitu jelas. "Awas kamu ya, nanti kalau ketangkep jangan nangis!" Jawab Gibran.
"Coba saja kalau bisa." Timpal Ayesha dengan percaya diri.
Langkah Gibran berhasil mendekati Ayesha. Perempuan itu terlonjak kaget saat tahu Gibran yang sudah menarik ujung seragam SMA-nya. "Ketangkep kamu!" Diakhiri dengan tawa yang sumbang.
Bibir gadis itu mengerucut, ia amat kesal saat dirinya tertangkap. Padahal baru tadi ia membanggakan dirinya karena berhasil lolos dari Gibran.
"Ngeselin nih, Gibran!" Gerutu Ayesha.
Tangan besar Gibran membawanya keatas puncak kepala Ayesha, kemudian mengelusnya sebentar. "Iya deh Ayesha yang menang. Gibran yang kalah." Akhirnya Gibran mengaku kalah, dan perkataan itu berhasil membuat Ayesha tersenyum.
"Beneran?" Binar bahagia yang terpancar dari wajah Ayesha dapat dilihat oleh Gibran. Dadanya kian berdetak secepat sengatan listrik.
Anggukan dari Gibran membuat Ayesha senang hingga tidak sadar bahwa gadis itu memeluk dirinya. "YEEEE.... AYESHA MENANG KALI INI! GIBRAN KALAH! TRAKTIR AKU DONGGG!" Serunya.
"Kamu mau aku traktir apa?"
Ayesha mengetuk-ngetuk dagunya sembari berpikir untuk pertanyaan Gibran tadi. "Mau apa, ya? Aku juga bingung."
Gibran terkekeh sendiri, ini salah satu sikap temannya yang buat dirinya gemas sendiri. "Yasudah kalau tidak tahu. Berarti batal untuk di traktir." Ujar Gibran.
Dahi Ayesha mengerut sembari membetulkan letak tas sekolahnya yang merosot. "Kok gitu? Aku kan menang." Keukeh Ayesha.
Gibran menghela nafas sabar, kalau sudah begini dirinya hanya bisa pasrah. "Yasudah kamu mau ku traktir apa?"
"Kali ini Ayesha gak mau apa-apa. Gibran sudah mau jadi teman Ayesha saja sudah bersyukur banget."
Suasana kembali menjadi melow. Dirinya dirundung sedih saat mendengar perkataan Ayesha. Bibir manis itu mengeluarkan untaian kalimat yang amat menyakitkan untuk Gibran.
Gibran tak bergeming.
"Ayesha gak tahu nasib kedepannya gimana. Tapi saat ini Ayesha benar-benar merasa di butuhkan saat bertemu sama Gibran. Tuhan baik banget sama Ayesha sampai gak tahu harus gimana, Gibran ada di samping Ayesha sudah senang banget kok."
Bibir itu membentuk bulan sabit, Gibran tidak pernah habis pikir saat melihat sebuah senyuman di wajah Ayesha terpancar dengan jelas. Meski ia tidak menyangkal bahwa di sudut mata gadis itu ada air mata yang masih malu-malu untuk di keluarkan.
Greb
Gibran memilih untuk memeluk gadis itu. Bahu nya begitu rapuh, hatinya begitu luka, hidupnya begitu hampa. Gibran tahu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Pelukanmu (One-Shoot)
Spiritualbukan tentang siapa yang lebih dulu mencinta, tapi tentang siapa yang berani untuk mengungkap. di balik tawa, ada goresan luka yang amat mendalam. di balik rapuhnya seseorang, ada tangan yang digenggam kuat. ya, itu kamu. Zhaviskafj-2021