BAB 4. Pembunuh

27 5 0
                                    

Andrea Birget-Arkeolog terkenal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Andrea Birget-Arkeolog terkenal


Pagi berikutnya datang dengan begitu cepat tanpa kusadari. Baru saja aku duduk di pinggiran kasurku, suara ketukan keras pada sisi lain pintu kamar membuyarkan lamunanku. Perasaan bercampur aduk dalam diriku semakin meluap tidak jelas. Segera aku membuka pintu kamar dan mendapati Yuuri dengan wajah pucat pasi.

“Ada apa?” tanyaku ragu.

“Seorang desainer muda, Rina Carlotta menghilang! Diperkirakan ia menghilang sekitar pukul tengah malam tadi.” jawab Yuuri.

“Tengah malam...?” gumamku kaku. Aku jadi teringat akan kedatangan Andrea ke kamarku tepat pada waktu menghilangnya Rina Carlotta. Bagaimana kami bisa tidak menyadarinya?

“Kurasa Rina, desainer muda itu telah diculik oleh pelaku.” komentar Yuuri.

“Akupun berpikir seperti itu tapi kenapa si pelaku tidak langsung membunuh Rina seperti yang ia lakukan kepada orang lain?” gumamku larut dalam pikiran.

“KYAAAA...!”...

“AHHHH!”...

“TOLONG!!”...

DEG! Apa – apaan semua teriakan itu?
Tak lama kemudian, kulihat Finky, Levi, Renata, Yessica, dan Andrea berlari dari berbagai arah menghampiriku. Ekspresi mereka panik.

“Ariana – san, ada yang mati di ruang tamu!” lapor Levi panik.

“Tidak, aku melihatnya di kamar mandi.” Sela Finky.

“Tapi aku melihatnya tergantung di pohon sekitar lima orang atau lebih.” sambung Renata.

“Ariana – san, ini pembantaian..” bisik Yuuri kaku.

Aku terpaku di tempatku berdiri begitu mendengar kesimpulan yang keluar dari mulut Yuuri. Lututku rasanya tak mampu berdiri lagi menahan semua beban ini. Aku tidak bisa terus berlama – lama disini. Aku harus melakukan sesuatu.

“Apa tidak ada lagi yang tersisa?” tanyaku pelan. Tanganku bergerak meremas ujung piyama yang masih kukenakan.

“Tidak ada lagi...sisa kita yang bertahan hidup...” jawab Andrea parau. Ia nampaknya sangat terpukul.

Kuubah air mukaku menjadi serius. Lalu kutatap satu – persatu manusia yang masih tersisa di villa terkutuk ini dengan tatapan mengintimidasi.

“Ariana – san...” gumam Yuuri.

“Itu berarti pelakunya ada diantara kita.” ucapku serius.

“Apa maksudmu!?” protes Finky tidak terima.

“Tempat ini adalah tempat terpencil yang jauh dari akses kota dan hanya kitalah yang berada di sini. Jadi siapa lagi menurutmu pelaku pembunuhan berantai ini jika bukan salah satu dari diantara kita?” ujarku.

“Aku tidak mungkin mengundang seorang pembunuh ke dalam villaku!” protes Yessica.

“Kau memang tidak pernah mengundang seorang pembunuh ke dalam villamu tapi...” ujarku memberi jeda. Membuat orang – orang di sekitarku melongo.

“Justru kamilah yang diundang oleh seorang pembunuh ke dalam jebakannya.” lanjutku mantap.

“Apa maksudmu, Ariana – san?” Renata kebingungan atas perkataanku yang tidak memiliki bukti konkret tersebut.

“Menurutmu aku pembunuhnya? Kau gila! Aku tidak mungkin melakukan pekerjaan menjijikan seperti itu!” sanggah Yessica tidak terima.

“Hei, Ariana – san! Atas dasar apa kau menuduh Yessica – sama?” tanya Levi ragu.

“Sejak awal Yessica telah merencanakan pembunuhan ini dan kita telah masuk ke dalam jebakannya. Menurutmu mengapa dia membawa kita menginap ke villa yang jauh dari akses kota? Menurutmu siapa yang berani melubangi tanki bensin di mobil Yessica selain dirinya sendiri?Ini sangatlah begitu kebetulan.” jawabku panjang lebar.

“Itu...” gumam Yuuri sambil membelalakan matanya.

“Apa maksudmu?” tanya Yessica terkejut.

“Selain itu ada sesuatu yang lebih menarik lagi...” ujarku.

“Kau gila! Kau menuduhku sembarangan!” sanggah Yessica.

“Sejak awal aku mengatakan kepada kalian bahwa ini adalah kasus bunuh diri. Namun secara tiba – tiba Yessica menyuruh kita untuk mencari pelaku pembunuhan.” lanjutku.

“Ha? Itu...” gumam Renata terkejut.

“Nampak jelas sekali kalau dia ingin kita terjerumus ke dalam permainan pembunuhan ini. Sempurna, semuanya berjalan sesuai keinganmu, Yessica – sama.” ujarku mengakhiri.

“Ah! Dan soal kode yang Ariana – san temukan pada setiap mayat, aku sudah memecahkannya!” seru Andrea seketika. Membuat perhatian semua orang teralihkan kepadanya. Kemudian ia merogoh sebuah buku catatan yang dipenuhi akan teorinya akan kode tersebut. Aku memicingkan mataku sejenak ketika Andrea mengeluarkan buku catatan kecilnya.

“27GUKUADRATK, itulah kodenya. Jika setiap huruf dan angka dikurangi dua, maka hasilnya adalah...”

“27 - 2 = HURUF  Y;G - 2 = HURUF E;U - 2 = HURUF S;KUADRAT = DOUBLE S;K - 2 = I. Dibaca ‘Yessi’.”

“Yessica – sama, aku sama sekali tidak percaya...” ujar Levi dengan raut kecewa.

“Hati – hati, Levi – san! Bisa saja dia menyiapkan amunisi untuk menyerang kita!” ujar Finky sinis.

“Finky – san benar. Apa yang sebaiknya harus kita lakukan terhadapnya?” tanya Renata.

“Nyawa harus dibayar dengan nyawa!” seru Levi dingin.

Kemudian dengan gerakan santai, tangan kanan Levi bergerak mengambil pecahan kaca yang tergeletak di lantai. Tatapan mata tajamnya membuat pertahanan Yessica ambruk. Seketika atmosfer ruangan berubah menjadi menyesakkan. Tak ada seorangpun yang mampu bergerak untuk menghentikan Levi.

Dan, pada akhirnya...,

JLEB!

🗡

Kode Bunuh DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang