•••
"SELESAI!"
Obian menghela napasnya lega begitu skripsi yang ia kerjakan selama satu minggu penuh akhirnya selesai juga. Walau hasilnya yang ia dapat adalah mata lelah, lingkaran mata, pikiran kusut, makan paling telat, dan waktu berleha-leha sangat terbatas. Sungguh, sebuah anugrah yang luar biasa ketika skripsi pertama ia kerjakan diterima tanpa coretan apapun.
"Okeh! Gue mandi dulu sekarang. Semoga Pak Duman terima tugas gue dengan senang hati," ucap Obian seraya berdiri.
"Arrgghh! Kesemutan. Duh ... satu, dua, tiga!" Obian melemparkan diri ke kasur. Guna menghilangkan rasa kesemutan di kaki bagian kirinya.
Suara ketukan pintu membuat Obian menoleh ke arah pintu.
"Obian! Ini gue Jion. Gue masuk!"
"Ho'oh, Bang. Masuk aja!"
Jion masuk dengan stelan jas hitam yang sangat rapi. Obian langsung mengubah posisinya menjadi duduk.
"Woahh! Abang gue keren bener pakai baju gituan. Mau ke mana?"
"Mau ikut Ayah ke kantor. Sekalian belajar bisnis."
"Widihh, jadi juga ternyata. Terus kafe kita gimana? Kan elu manager kafe, Bang."
"Ya kan gue cuma sekali ini ke kantor Ayah. Paling kalau cuma diperlukan aja, misalnya pas ada rapat gitu. Cuma ya kalau Ayah suruh gue netap di kantor, gue serahin jabatan gue ke Sugi."
"Yah ... kok Bang Sugi? Kadang dia tuh susah diajak kompromi, Bang. Kenapa nggak gue aja sih? Gue punya banyak waktu luang buat urus kafe," komentar Obian.
"Ya nggak enaklah gue. Dia yang lebih tua setelah gue. Masa gue kasih jawaban ke elu. Kecuali dia nggak mau, baru lo bisa maju."
"Ck, iye-iye. Semoga aja Bang Sugi mager terima jabatan. Hehe."
"Oh, sampai lupa. Gue ke sini mau tanya ke elu. Di kampus lo jurusan yang cocok buat orang kayak Vioner apa, ya?" tanya Jion.
"Hah? Lo mau masukin tuh anak kuliah? Seriusan lo, Bang?"
"Bukan gue, tapi Ayah yang minta. Kalau Ayah udah ucapin perintah, gue bisa apa? Walau gue ragu banget kalau tuh anak kuliah. Di rumah aja diem baek kek bayi baru lahir."
Obian berdiri sambil berpikir. Jion menatap pemuda itu yang mondar-mandir di hadapannya.
"Lo mikir apa? Mikir jurusan buat Vioner nggak usah sok keras banget lo."
"Kok gue ngerasa kalau Ayah tuh nge-spesialin tuh anak? Ngerasa nggak sih lo?" tanya Obian.
"Heumm ... nggak tau. Emang lo ngerasanya gitu?"
"Mungkin perasaan gue aja kali, ya. Oke, menurut gue jurusan yang cocok buat dia tuh jurusan Desain Grafis oke, Bang. Iya nggak sih? Kalau yang lain sih ... gue nggak ada ekspektasi dia bagus di bidang lain. Bisnis? Ya nggak mungkin. Jangankan punya pikiran yang wow buat bisnis, ngomong aja nggak mau. Pokoknya menurut gue orang kayak dia tuh susah kalau penyandang pendidikan lagi. Harusnya Ayah tuh benerin pikiran dia dulu, pecahin masalah dia, baru deh mikirin masalah pendidikan," celoteh Obian panjang lebar. Ia lupa dengan kakinya yang sudah sembuh dari kesemutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER [COMPLETED]
Teen FictionRumah singgah untuk para pemuda yang tak ada tempat pulang. Untuk mereka yang perlu kehangatan dari dinginnya jalanan malam. Dan untuk mereka yang ingin memulai kehidupan. "Kalian yang tak saling mengenal akan tinggal bersama dalam satu atap dan men...