Sebalik Dingin Malam

1 1 0
                                    

Malam itu hujan begitu deras sedang mengguyur kota, terlintas di benakku untuk mencoba memulai komunikasi awal pada Absah.

"Assalamualaikum, ini Bang Ravi yang semalam di gedung KNPI," ujarku singkat via WA.

"Wa'alaikumsalam, iya Bang," balasnya tak beberapa lama.

"Masih kegiatan LK kah?" Sambungku.

"Iya ni Bang, ini lagi di lapangan sambil nungguin hujan redah," ungkapnya.

"Udah malam gini, kok masih di lapangan? Apa belum kembali ke rumah masing-masing?," lanjutku.

"Ini juga udah bubar Bang, lagi nungguin panitia yang ditugasin nganterin peserta pulang juga, lagian juga masih hujan," balasnya.

"Emang dimana lokasinya?" ujarku.

"Jembatan Gantung Salo Bang," ucapnya.

"Ok, ini Abang lagi arah ke sana, biar Abang jemput ya?" Ucapku dan meletakkan gadgetku ke dalam saku celanaku.

Tak beberapa lama akhirnya akupun tiba di lokasi yang disebutkan Absah sebelumnya. Dan aku coba kembali lihat cahttingan kami tadi dan ternyata sudah ada balasan.

"Emang Abang dimana sekarang?" Tanyanya.

" Ini Abang udah di depan Gerbang Jembatan Gantung, Adek dimana?" Sambungku.

"Di dekat pangkal jembatan Bang," jawabnya singkat.

Dan akupun bergegas menuju Tkp yang disebutnya, dan aku temukan dia dalam keadaan basah akibat hujan yang bergitu deras.

"Dek," ucapku sambil melambaikan tangan ke arah beberapa orang peserta LK yang sedang menunggu giliran jemputan di sebuah rumah warga yang berada di lokasi LK mereka.

"Absahnya Abang antar duluan ke kosan ya?" Sahutku meminta izin dari beberapa mereka yang akan kami tinggalkan.

"Iya Bang, gak apa-apa kalau Absahnya diantar Abang duluan, tapi antar sampai tujuan ya Bang!" jawab Melli dengan ekspresi menahan dingin akibat tubuhnya yang kebasahan.

"Pastinya Abang antar sesuai alamat kok," jawabku dengan sedikit candaan.

Dan akhirnya absah duduk di atas sepeda motor tepat dibelakangku.

Tak berapa lama dari tempat kami beranjak tadi, Absah tiba-tiba menyandarkan badannya ke punggungku, dan tanpa ku duga, tangannya yang dingin mendadak menggenggam jemariku sebelah kiri yang ternyata juga dingin akibat hujan yang ku tempuh.

"Dingin ya Dek?" Tanyaku basa-basi.

"Banget Bang," jawabnya.

"Ya udah, peluk aja badan Abang sambil genggamin jari Abang juga gak papa Dek," sambungku.

Dan benar saja, tangannya semakin erat menggenggam jemari tanganku.

Aku berharap semoga genggaman itu bisa memberikan kehangatan untuknya yang sedang diterpa dinginnya hujan dan malam saat ini.

"O ya, belum makan malam kan? Kita makan dulu yuk?" Tanyaku.

"Boleh juga Bang," jawabnya singkat.

Dan akhirnya, sepeda motor ku arahkan ke sebuah kafe yang ada di kota ini untuk sekedar mengisi perutnya yang sepertinya disesaki oleh gerombolan cacing yang mulai berunjuk rasa meminta haknya untuk makan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menanti SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang