Moonlite Snow (III: a Close Call)

579 96 33
                                    

Dua pelayan menghidangkan beberapa makanan. Semuanya adalah western food; steak, mushroom risotto, mango cheesecake, tersaji rapi dalam piring-piring kecil di atas sebuah meja lengkap dengan sebatang lilin.

Madara menggeser kursi untuk dirinya sendiri. Duduk, kemudian pelayan menuangkan champagne ke dalam gelas flute.

Tangannya mempersilakan Hinata agar duduk di depannya.

Gadis itu sedikit bingung terhadap situasi saat ini. Kenapa malah jadi makan malam?

Pandangannya berpetualang. Lantai atas gedung Moonlit benar-benar menawarkan keindahan sejati. Mempertontonkan Shinjuku sebagai metropolis yang tak pernah tidur.

Daerah red district akan semakin ramai kala waktu bergulir menuju dini hari. Orang-orang bak menjelma jadi kelelawar yang berburu. Malam memang surga bagi para pemuja fana.

Hinata tersenyum tipis, menarik kursi, memandangi sejumlah hidangan yang tersaji. Bunyi champagne dituang menjadi tanda bila makan malam bisa dimulai.

Ah, bukankah ini nostalgia?

Dulu dia sering makan di gedung yang tinggi bersama kedua orang tuanya. Sekarang, ia bisa makan lagi di tempat yang sama tingginya, namun dengan orang asing.

"Kau tidak suka menunya?" Madara mengamati perubahan di mimik muka gadis itu. Jadi lebih murung. Kalau dipikir-pikir mereka juga belum berkenalan secara resmi. Madara bahkan tidak tahu nama perempuan yang sedang diajaknya makan malam.

"Ti-tidak, semuanya kelihatan lezat. Aku hanya terkejut karena tempat ini juga memiliki chef."

"Bila kurang suka kau bisa memesan yang kau suka." Madara memotong daging steak lalu melahapnya, "mereka bisa membuat apapun."

"Oh iya?"

"Ya, jika lidahmu terbiasa dengan rasa lokal, mereka cukup ahli untuk itu."

"Ah, tapi sepertinya aku akan mencicipi risottonya."

"Pilihan tepat. Mereka chef terbaik. Kau pasti suka."

Hinata tersenyum. Benar, nasi pada risotto ini terasa sangat lembut. Kaldu dagingnya begitu meresap. Ini mungkin menjadi risotto ternikmat yang pernah dia cicipi.

"Ehem ... itu ...."

"... ya?"

"Maaf jika kedatanganku mengejutkan Anda. Kemarin aku sempat memanggil tapi mobilnya terlanjur jauh. Baju Anda sudah ku cuci kok. Sudah bersih."

Madara diam. Dia masih menikmati potongan daging yang baru masuk mulutnya.

Hinata kembali menyendok risotto, baru kemudian Madara berbicara, "Aku tidak menyangka kau berani ke tempat ini." Tatapannya membuat Hinata seolah dilucuti.

Ya, tidak ada seseorang yang dengan sengaja ke klub malam mengenakan sweter kerah turtle oversize. Rambut dikuncir ke belakang, legging, dan sepatu boot selutut.

"O-ohh ... hahaha," apakah aku terlihat begitu aneh? Apalagi pria di depannya ini tampak menunduk sambil menahan senyum.

"Siapa namamu?"

"Hyuuga Hinata." Hinata mengulurkan tangan.

Madara yang semula tidak begitu memperhatikan Hinata, lekas menghentikan segala aktivitas tangannya. Dia beralih menatap ke depan.

Netra sekelam jelaga terpantul dalam teduhnya iris Hinata. Dan gadis itu masih mengulurkan tangan.

"Hyuuga ... Hinata?"

Moonlit SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang