Bab 1

79 7 0
                                    

Bangun pagi kali ini benar-benar tidak ada dalam agendaku. Tidur menjelang subuh cuma gara-gara nyari dia yang hilang entah kemana.

Oke, lebay.

Sebenarnya sih dia yang lagi aku bahas ini tidak hilang kok. Dia ada, cuma karyanya yang sedari awal menarik perhatianku itu mendadak raib.

Aku panik? Jelaslah!
Aku bahkan sampai nyari dia ke semua sosial media yang ada.

Tapi nihil.

Dia tak ada di manapun.

Hiks...

Aku nyerah? Ya enggak dong.
Karena aku sebenarnya masih punya satu alternatif lagi. Cuma gimana ya? Aku rada-rada ragu mau melakukannya. Takut nanti setelah aku hubungi dia, tapi malah tidak direspon.

Kan tengsin akunya.

Duh.

Tapi kalau tidak dicoba, aku jadi penasaran banget pengen tahu apa alasan dibalik semua tindakannya menarik semua karya-karyanya dari aplikasi oren yang lagi digandrungi remaja akhir-akhir ini.

Berbekal rasa penasaran itulah, aku sampai bergadang, memasukkan kata kunci namanya di kolom pencarian.

Jadi jangan salahkan aku, kalau rasa-rasanya aku pengen cekik siapapun yang niat banget gangguin tidurku sekarang.

"Apa sih!"

"Apa sih, apa sih!" Haura teman satu kos ku berdiri berkacak pinggang. "Lo nggak liat ini udah jam berapa?"

Malas-malasan aku menjawab "Jam berapa emang?"

"Jam 8, dodol!"

Aku menolehkan wajah ke sisi kanan, di atas meja kecil di samping tempat tidur, aku menyipitkan mata melihat benda kuning bulat itu ternyata baru menunjukkan pukul 6 pagi. Kemudian berbalik memandang teman sekamarku dengan dongkol.

"Dodol, dodol. Mata lo tuh yang dodol. Itu baru jam 6 oneng, bukan jam 8!" Semburku. Sengaja kuputar bola mataku sampai Uruguay, biar saja dia tahu kalau aku benar-benar kesal dibangunkan sepagian ini padahal aku baru tidur pukul empat pagi.

Empat pagi.

Coba bayangkan betapa pusingnya aku sekarang.

Baru akan kembali memejamkan mata, aku merasa ranjangku berderit-derit kencang karena ditendang.Ternyata gadis berambut keriting mie ini benar-benar mengajak perang.

Tarik napas, buang.

Sabar Gendis. Masih pagi.

Jangan cari ribut, pamali...

Tapi bodo amat.

"HEH KERITING, LO NGGAK LIAT- "

Omelanku kembali kutelan begitu sebelah tangannya terangkat lurus setinggi dada dengan lima jari teracung ke arahku.

Dengan santai dia menjawab sambil mengunyah apel hijau.

"Jam itu abis baterai dari seminggu yang lalu, tahu. Kan lo sendiri yang bilang mau ganti baterainya, gimana sih" sungut Haura sambil mengunyah apel sebelum melempar sisanya ke dalam keranjang sampah di sudut kamar.

Aku melongo.
Berusaha mengingat-ingat tapi tetap saja lupa, Ck!

"Makanya, jangan bergadang. Biar fokus .. eh, eh, mau ngapain lo?" Pekikan Haura tak kutanggapi.

"kuliah Dis. Katanya lo ada kuis pagi ini? Jangan tidur lagi, oi...!!"

Aku sungguh ngantuk sekali, jadi ku acuhkan omelannya, tubuhku rasanya remuk. Kurang tidur ditambah suasana hati yang buruk karena tak berhasil menemukan dia membuatku malas berangkat ke kampus pagi ini.

Mungkin karena melihat mendung di wajahku, Haura memelankan intonasi suaranya.

"Lo udah ketemu Daffa?" Tanya nya hati-hati. Kutatap mata Haura, mencari raut jahil di sana. Tidak ada, mungkin memang benar teman kepo ku ini memang tidak sedang dalam mode usil.

"Belom" jawab ku sedih.

"Repot amat jadi orang. Kenapa nggak lo DM aja dia? Terus tanya kenapa dia bisa narik semua tulisannya di wattpad, kan bisa?" Haura mulai gemas sendiri.

"Daripada lo ribet sendiri nyari dia ke sana-sini, tapi udah tiga hari nggak nemu-nemu juga?" Lanjutnya sambil duduk di pinggir tempat tidurku.

"Kalau dia nggak bales gimana?"

"Makanya dicoba dulu, Julehaaa!"

"Kal-"

"Nggak pake kalau. Lo itu kebiasaan banget negatif thinking duluan" sambar Haura sebelum aku menyelesaikan kalimatku.

Haura tahu, keanehan ku yang mudah menyukai seseorang hanya lewat tulisan.

Aneh?

Menurutku itu wajar,
Jika aku sudah menyukai satu karya dari penulis tertentu, aku pasti akan memburu karyanya yang lain.

Begitulah.

Haura selalu jadi temanku bercerita tentang apapun. Mulai dari masalah di kampus, masalah keluarga sampai dengan hal-hal receh tidak penting seperti hobi dan kebiasaan menbacaku yang luar biasa 'gila' itu -menurut Haura-

Dan Haura juga tahu, aku menaruh perhatian lebih pada penulis yang satu itu. Saking takutnya aku akan ketinggalan setiap novel yang dirilisnya, aku bahkan membeli tiap ceritanya meski belum sempat membaca semuanya.

Tapi kurasa bukan hanya aku yang pernah merasakan hal itu. Aku yakin banyak orang diluar sana yang akan membeli setiap novel yang diterbitkan oleh penulis favoritnya.

Aku benar, kan?

Lalu si dia yang membuatku beberapa hari ini uring-uringan adalah "Daffa" Daffa Zubyan Firdaus... penulis dengan tulisan sederhana tapi mampu menarik seluruh atensiku tertuju padanya.

Oke. Baiklah.

Jika memang cara satu-satunya adalah memulai obrolan dengan dia lewat aplikasi



oren itu, ku pikir patut dicoba. Ini adalah cara yang tersisa untuk mencari tahu penyebab dia menarik seluruh karyanya.

Dan ini adalah awal patah hatiku yang sebenarnya.

Tbc...

***

Jakarta,

Cute_indah

Dia [Short Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang