Liam Nathaliel
ini tentang Liam. Liam yang ada di dunia nyataku, juga Liam yang ada di dalam imajinasiku. Liam menurutku termasuk sosok sempurna. Berwajah tampan, juga memiliki segudang talenta. Liam yang selalu menyembunyikan apa yang dia punya, menjadikan dia menarik di mata banyak perempuan, aku beruntung ketika aku bisa menjadi temannya. Ketika semua orang ingin bisa dekat dengannya, aku mendahului mereka. Dan ini, cerita kita.
●~Tentang Liam~●
Aku tengah mengeringkan rambutku, handphoneku tiba-tiba bergetar. Aku menoleh ke arah di mana handphoneku diletakkan. Aku terkejut ketika melihat di layar handphoneku tertera nama seseorang."Kenapa, Liam?"
"Udah di sekolah belum, Nai?"
Pertanyaan Liam membuatku mengernyitkan dahi heran. "Belum, emang kenapa, Yam?"
"Bareng, ya. Aku jemput ke rumah," ujar Liam membuatku menahan lengkungan di bibirku.
"Nai? Gimana mau gak?"
"Eh, iya boleh. Kamu jemputnya jangan di rumah, ya. Aku lagi di rumah nenek,"
"Oke, aku jemput ke rumah nenek, ya."
Aku menyimpan handphoneku di atas kasur, lalu bergegas mengganti baju dan merapihkan buku yang akan aku bawa ke sekolah.
"Anjir, gue harus cepet-cepet. Nanti keburu dia sampe, terus ketemu Tante. Jangan sampe, deh." Aku berlari dari kamar menuju ruang tengah dan mengambil sepatu. Lalu, berlari kembali ke teras depan rumah. Aku memakai sepatuku di sana.
Tiba-tiba Tanteku datang dari dalam dan menepuk bahuku, refleks membuatku terlonjak kaget.
"Tumben rusuh banget," ujar Tanteku, membuat aku gelagapan.
"Yailah, masuknya harus jam 09.00, Tan. Ini udah jam 09.45, telat." Aku berdiri dan membenarkan pakaianku.
"Panas gini, siapa yang mau nganterin? Tante mah ogah."
"Bodo amat, ya, Naisya bisa sendiri."
Tid ... Tid ....
Tiba-tiba terdengar suara klakson, aku dan Tanteku menoleh ke arah suara berasal. Terlihat seseorang yang menaiki motornya dan melambaikan tangan padaku.
Sialan, ketauankan Tante kan, ah. Aku menggerutu dalam hati.
"Asek, dijemput cowok, nih," bisik Tanteku tepat di telingaku.
"Iya, dia cowok bukan banci," bisikku tepat di telinga Tanteku, sambil terkekeh pelan. Tanteku memukul lenganku cukup keras.
"Aw, sakit bestie." Aku mengusap lenganku.
Terlihat Liam berjalan menghampiri aku dan Tanteku.
"Ganteng, boleh juga tuh," bisik Tanteku lagi, membuatku bergidik ngeri.
"Assalamu'alaikum, Tante, Naisya."
"Wa'alaikumussalam."
Liam mendekat dan mencium tangan Tanteku. Dia mengulurkan tangannya padaku.
"Tuh, disuruh salim sama doi," ujar Tanteku dibarengi kekehan. Aku menatap sinis Tanteku, lalu menatap tajam Liam. Aku menyambut uluran tangannya, lalu menarik tangannya mendekat ke arah wajahku, lalu menggigit tangannya.
"Aw," ringis Liam.
"Mampus." Tanteku tertawa melihatku kesal. Aku berjalan meninggalkan mereka berdua menuju motor yang terparkir di pinggir jalan.
"Woi, gak salam dulu?" teriak Tanteku.
Aku menghentikan langkahku, lalu menghela nafas kasar. "Assalamu'alaikum!" teriakku penuh kekesalan. Liam mendahului langkahku, lalu dia menaiki motornya. Aku cepat-cepat menyusulnya.
Dengan ekspresi meledek, aku berteriak dan melambaikan tanganku. "Makanya punya pacar, Tan. Biar bisa dijemput kaya aku!" Liam hanya terkekeh pelan.
"Pacar aja bukan, kok pamer!"
Tante sialan, batinku menggerutu kesal.
"Berangkat dulu, Tan. Nitip Tafasyanya Naisya!"
Liam menyalakan motornya dan kita melesat meninggalkan rumah menuju sekolah.
●~Tentang Liam~●
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Liam
RomanceIni tentang Liam dan Naisya, yang bersama namun tidak bisa bersatu. Ketika Naisya ingin mengubah persahabatan menjadi kisah indah sepasang kekasih, apakah akan berjalan seperti apa yang Naisya inginkan? "Kamu itu terlihat jelas di depan mata, bahkan...