tahun

88 17 1
                                    

Di pagi hari, Shara sudah siap dengan pakaian sekolah nya. Memang terlalu pagi untuk bersiap, tapi ini sudah menjadi kebiasaan nya.

Setelah mengambil sehelai roti dan mengoleskan selai coklat kesukaan nya, dia langsung saja bergegas pergi keluar rumah untuk menghindari janji kepada sang adik.

Udara pagi menghembus kencang membuat rambut nya terbawa angin. Dengan roti yang berada di pegangan nya, dia terus berjalan santai menuju sekolah.

Masih pagi, dia tak akan telat.

Hingga langkah kaki nya terhenti, dia melupakan sesuatu. "Earphone." gumam nya.

Shara langsung saja berbalik arah, dia mengambil jalan yang berbeda. Agar saat sampai dia berada di halaman belakang rumah nya. Sedikit lebih cepat.

Hingga saat dia akan membuka pintu belakang suara gedoran keras membuatnya tersentak.

"Lorena masih pagi nak! Jangan berisik"

Shara yakin, adiknya sedang menggedor pintu kamar nya dan ingin menagih perihal janji semalam. Beberapa saat kemudian, suara nya mereda. Dan tergantikan dengan suara langkah kaki yang begitu terdengar menuruni anak tangga.

"Kak Ara mana?"

"Tumben banget kamu nanyain dia?" itu suara papa nya, hah benar sekali. Ngapain juga Lorena nanyain dia?

"Mama ga liat, udah pergi kali."

"Kalo gitu aku pergi."

"LORENA! MAKAN SARAPANMU DULU!"

Shara bingung, ada apa adiknya menanyakan nya dan bahkan rela pergi pagi ke sekolah demi menemui nya? Mungkin ini hanya perasaan nya saja.

Shara terlalu percaya diri.

Si gadis yang terus menguping itu berniat akan masuk dan segera mengambil apa yang di cari sebelumnya. Hingga baru saja akan memasuki rumah, teriakan dari sang adik terdengar. "Aku pergi!"

"Masih terlalu pagi nak, mending sarapan dulu sini."

Shara yakin, setelah mengatakan itu Lorena langsung bergegas pergi. Meninggalkan kedua orang tua yang sudah kesal karena kelakuan anak bungsu nya itu.

Saat Shara mengendap-endap untuk melewati area dapur, dia mendengar pembicaraan kedua orangtuanya.

"Pa, aku beneran ga habis pikir sama Shara. Dia makin hari makin berani, kamu ga hukum dia?"

"Udah banyak hukuman yang aku lampiasin ke dia. Kalo kamu liat punggung dan betis nya pasti ngerti. Udah di kunci gudang bahkan ga di kasih makan juga udah di lakuin."

"Itu anak kapan mati nya sih? Hidupnya cuma buat nyusahin aja, ga guna tau dia tuh."

"Mau gimana lagi."

"Kita bunuh dia aja gimana?"

Sakit tak berdarah, Shara langsung menjadi patung saat selesai mendengar pembicaraan orang dewasa tersebut. Gwaencanha, kayak di gigit Singa kok. Ga sakit, cuma langsung mati aja.

Shara dengan cepat memutar badannya, jalan pelan untuk keluar rumah. Dan memilih melanjutkan perjalanan ke sekolah. Dia bahkan melupakan niat awal nya kembali ke rumah.

Tak apa, barang itu sekarang tidak penting lagi.

Tak apa, sekarantu tidak penting.

[ 18 tahun ]

Saat berada di sekolah, si gadis langsung menyimpan tas di kelasnya dan berjalan pergi keluar. Hingga seseorang menghalangi jalan nya.

Asteria, dia menatap Shara dengan pandangan mata yang sulit di artikan. "Aku minta maaf"

18 tahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang