Selamat membaca
.
.
.
.“Arsy di luar aja ya! Biar Ai bicara sama kakak.”
“Iya deh.” Arsy pun duduk di sofa ruang tamu.
“Kak?” Airin mulai memasuki rumah dan mengetuk di pintu kamar Mawar.
“Kak Mawar.” Perlahan Airin membuka pintu, ia melihat Mawar sedang bersolek di depan cermin.
“Kak?” Airin mendorong kursi rodanya mendekati Mawar.
“Kak, Ai dapet piala, ini Ai persembahin buat kakak.”
“Emang lo fikir, gue bodoh apa? Pake persembah-persembahan, gue gak butuh.”
“Kak Ai mo ngomong sesuatu, ini penting.”
“Lo ngapain sih masuk kamar gue, keluar!”
“Tapi kak,” Mawar mendorong Airin dengan kakinya.
“Kak Seto…”
“Kak Seto apa?”
“Kak Seto selingkuh.”
PLAK
Mawar menampar keras pipi Airin yang duduk di atas kursi roda.
“Beraninya lo, dasar gak tau diuntung, anak pembawa sial. Setelah lo bikin gue ama bunda ribut, lo juga mau bikin gue sama Seto ribut. Lo kenapa sih selalu gak suka lihat gue bahagia? Gue benci lo anak pembawa sial, benci.” teriak Mawar.
BRAKKKKK
Mawar mendorong kursi roda Airin keras hingga Airin jatuh terduduk di lantai.
“Lo itu ya, semenjak ada lo, bunda udah ngelupain gue, bunda cuma perhatian sama lo, ayah juga ninggalin gue gara-gara lo lahir, padahal ayah sayang banget sama gue. Dan semenjak ada lo, gue udah gak punya siapa-siapa, gue ngerasa gue anak yatim piatu. Dan gue gak pernah punya adek, apalagi cacat kayak lo.” Ketika Mawar mengangkat tangan untuk menampar Airin lagi, sebuah tangan menahannya.
“Buktikan! Kak Seto dan Clara masih ada di lab TIK SMA kita.” Kata Arsy.
“Ini lagi, anak bau kencur sok pahlawan.” Mawar pun pergi dari rumah.
Tiba-tiba bunda datang dan memeluk Airin erat.
Bunda membawa Airin ke sebuah taman favorit Airin, hanya disanalah Airin bisa menenangkan diri.
“Bunda, Airin kasihan sama kakak, dia terlalu menderita bun.”
Bunda, memeluk Airin dengan mata berkaca-kaca seraya berkata. “Bunda sangat bersyukur punya anak kayak kalian berdua, punya Airin yang berhati berlian dan punya Mawar yang kuat sekeras baja.” Mata Airin menangkap sosok sebuah keluarga, dua orangtua, dan tiga anaknya. Andai, ayah dan kakak masih disini, keluarga kita akan seperti mereka. Tertawa, tersenyum dan selalu bersama. Terima kasih ya Tuhan sudah memberiku bunda sehebat bundaku.
“Ai mau es krim?” tanya bunda ketika melihat anaknya menatap sekawanan anak kecil yang sedang menikmati es krim, padahal ia tak tau betapa mirisnya hati Airin ketika melihat kebersamaan keluarga mereka.