Mozaik 5: Raja Elf

15 3 0
                                    

5 jam sebelum eksistensi ramalan pertama.

Diantara pertemuan dua bukti batu,
pilar gerbang yang menjulang menghentikan laju kuda yang ditunggangi Taeyong, Doyoung, dan Xiaojun.

Satu dari dua Guardian bangsa Elf beringsut mendekat, ketiga rakyat Suku Terang itu turun dari atas kuda.
Proposional tubuh perkasa dibalut baju ziarah—lengkap dengan busur panah dibalik punggung siap dilesatkan kapan saja itu—cukup mengintimidasi Xiaojun.
Pasalnya, ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki di tanah bangsa Elf. Berbeda dengan Doyoung selaku pengawal Taeyong. Tetua diantara Pasukan Siang itu bersiaga disamping Taeyong bersama Katananya.

“Atas dasar apa kunjunganmu kemari?” desak sang Guardian mengandung  gejolak skeptisme. Terlebih, perangai Elf tidak terlalu bagus. Keras hati, dan arogan.

“Perhatikan intonasi bicaramu! Kau sedang berhadapan dengan Pemimpin Suku Terang.” sahut Doyoung dongkol.

“Apa peduliku?” sinisnya. “Katakan, apa tujuan kalian kemari?”

Taeyong melangkah maju. Dwimanik runcing sang Guardian bersifat mengancam, namun tidak membunuh rasa gentarnya. “Aku perlu bicara dengan pemimpinmu.” lugasnya.

“Untuk apa?”

Kupikir, kau hanya perlu menunaikan tugasmu sebagai penjaga. Benar, begitu Guardian?” tegur Pemimpin Suku Terang menggunakan bahasa Latin. Senyum Taeyong mengurai hangat, kontras dengan kalimat sarkastik yang baru saja divokalkannya. “Tolong, bukakan gerbangnya. Aku harus bertemu rajamu, segera.”

Sang Guardian merasa inferior, aura kepimpinan Taeyong melumpuhkan jiwa pemberontak. Guardian itu berbalik, memberikan kode kepada rekannya untuk membukakan gerbang.

“Hanya pemimpin.” tegasnya memupus harapan Xiaojun mengikuti pemimpinnya.

Dua bilah bukit itu bergeser terbuka oleh sihir, menyuguhkan jalan setapak yang harus Taeyong lalui. Setelah tugasnya usai, bukit itu kembali menutup dengan pasti. Menyisakan Taeyong bersama riuh yang berasal dari air terjun. Pekatnya malam disinari cahaya rembulan, menjadi satu-satunya penerang yang menuntun Taeyong melewati jembatan, mengantarnya menuju kediaman Raja Elf, Antonius Fergus.

Taeyong menapaki satu persatu anak tangga, melewati beberapa penjaga beratribut lengkap yang tak mengubris kehadirannya. Tak ada sikap takzim. Dalam sudut pandang bangsa Elf, Suku Terang adalah unggas yang harus.

Pintu baja berlapis enam golden emas itu mengayun mandiri. Pemimpin Suku Terang semakin menyelami kediaman mewah Raja Elf. Sang Raja Elf berdiri menyongsong rembulan ditemani nyiuran air terjun yang jatuh bertetangga dengan balkon, tempat raja Elf angkuh berdiri.

"Fergus," pria bersurai putih dengan telinga runcing mengalihkan pandangannya, menampakkan air muka setengah hancur dan bersisik yang bertransformasi menjadi rupawan.
Taeyong tak terkejut, ia sudah tahu claim face Raja Elf yang sebenarnya.

Bibir Fergus mengurva membentuk sebuah senyuman berusaha beramah tamah walau yang terlihat adalah kekakuan. "Oh, ada tamu rupanya. Ada keperluan apa sampai cucu Syah Raja repot-repot mendatangi singgahsanaku?"

"Tidak usah berlagak, Fergus." Dengus Taeyong. "Aku tahu, kau sudah membaca niatku. Aku butuh persediaan pakan, setidaknya hingga musim dingin tuntas."

Dua pekan lagi musim dingin yang durjana akan bertamu. Melawan dingin terasa lebih sukar disaat keadaan Suku Terang sedang ringkih. Dibanding memikirkan asupan diri sendiri, kesejahteraan perut rakyat Suku Terang menjadi prioritas Taeyong saat ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Last Day of SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang