1

7.8K 561 49
                                    

Setelah kematian Tonoyasu terjadilah pertengkaran kecil antara Orochi dan anggota topi jerami. Sanji melawan Drake dan Zoro menantang Orochi. Awalnya Sanji akan bergabung dengan Nami dan yang lain untuk melarikan diri. Tapi si kepala lumut menariknya reflek meninggalkan Hiyori bersama Brook.

Sampailah mereka di daerah musim gugur dengan daun maple berguguran. Sanji melepas genggaman Zoro secara paksa. "Marimo bodoh, kenapa menarik ku!?" Belum sempat Zoro menjawab sebuah shuriken dari belakang berhasil di tangkis pendekar pedang.

"Lari!" Zoro kembali menarik koki mesum tersebut menjauh dari musuh mereka. "Cih!" Sanji melapisi kakinya dengan haki dan membalikkan kunai yang mengarah pada mereka. "Lepas, kita mau kemana?" Zoro melepas pegangannya.

"Tempat bersalju, pedang ku di curi." Sanji berfikir sejenak daerah yang di maksud Marimo tersebut. "Oh maksud mu Ringo?"

"Aku tak tau namanya."

"Bodoh, sekarang lari lah ke kiri tempat bangunan itu." Tunjuk Sanji pada bangunan tua seperti kuil. Zoro mengangguk paham. Ia berlari ke arah berlawanan dengan cepat. "Sialan!" Sanji lupa bahwa nakamanya itu buta arah. Ia menarik tangan Zoro dan berlari memasuki bangunan yang di maksud. Shuriken terlempar tapi kalah cepat dengan pintu tertutup.

"Siapa mereka?" Tanya Sanji setelah mengunci bangunan tersebut. "Sepertinya ninja bawahan Orochi." Jelas Zoro di angguki Sanji paham. Keheningan menyelimuti keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing.

Zoro akhirnya sadar bahwa ini adalah pertemuan pertama mereka setelah dari Dressrosa. Koki mesum tersebut nampak sedikit berbeda. Sedikit—hanya sedikit lebih dewasa, mungkin (?) "Hei!" Panggil si lumut membuat Sanji menoleh padanya. "Ha?"

"Apa yang terjadi di sana?" Tanya Zoro, 'di sana' yang pria itu maksud adalah tempat Big Mom. Sanji paham ia menyeringai tipis cukup membuat si kepala lumut terpana. "Luffy meninjunya dan aku menendang nenek tua itu." Jawab Sanji angkuh, Zoro balik menyeringai lebar. "Heee...ku kira kau akan bersembunyi di balik Chopper."

"Cih, kau mau bertengkar?" Sanji menarik kimono Zoro menyadari luka pada pria tersebut. "Waah, seorang pendekar pedang terluka." Ujar Sanji memancing keributan. Zoro mendecih kesal.

"Oiya keparat, bagaimana kau bisa mengenal gadis cantik tadi!?" Sanji merogoh sakunya mencari rokok. "Aku tak sengaja menolongnya."

"Heeee...." Sanji menyalakan korek membakar rokoknya. "Lalu namanya?"

"Hiyori." Zoro mematikan rokok milik si pirang dengan dua jari. "Bau." Ujarnya di daun telinga Sanji.

Brak!

Pintu rumah buruk tersebut di tendang hingga rusak. Sanji menjauh begitu pula dengan Zoro. Keduanya mengambil ancang-ancang untuk menyerang. Dua orang ninja masuk bersamaan dan menyerang mereka.

Tang!

Kunai dan pedang milik Zoro beradu. Segera Zoro menambah kekuatannya hingga Ninja dengan baju hijau gelap tersebut menjauh. Di seberang sana ada Sanji dan seorang ninja berbaju kuning. Ia berhasil menendang pelipis ninja tersebut. Lalu menoleh ke arah si kepala lumut bangga. "Marimo!"

Zoro berlari cepat ke arahnya. Sanji tentu saja terkejut tak bergerak. Mau apa pendekar pedang itu batinnya. Tanpa terduga Zoro menekan kepala koki mesum ke tanah. Ia juga merebahkan diri. Sebuah shuriken berhasil mereka hindari. "Sialan, singkirkan tanganmu!"

"Jangan senang dulu, bodoh. Kita terkepung." Benar saja kini ada 7 ninja tengah mengelilingi mereka. Para ninja tersebut melempar shuriken ke arah keduanya bersamaan. Sanji memilih terbang ke atas meninggalkan si kepala lumut. Zoro sendiri sibuk menangkis shuriken yang mengarah padanya. Lalu menerobos depan dengan Sanji yang baru saja menapak tanah.

Mereka berlari cepat ke arah depan. Tiba-tiba dari dalam tanah muncul seorang ninja lagi. Ia berhasil melempar shuriken mengenai perut Zoro. Karena terkejut si pendekar pedang tak sempat bereaksi. Sanii menendang ninja yang baru saja muncul sangat kuat. Hingga bunyi retak tulang rusuk ninja tadi terdengar renyah. "Oi Marimo, sepertinya shuriken tadi di lumuri racun." Ujar Sanji menarik tangan Zoro menuntunnya.

_____________________________________________________

Sampailah keduanya di dekat sungai yang bening dan bersih namun tercemar. Zoro merebahkan diri menyender pohon. "Lepas bajumu." Perintah Sanji.

"Dih, benar-benar koki mesum." Sanji menubrukkan dahinya pada milik Zoro. Alisnya bertaut kesal, "Hah!?"

"Buruan lepas atau gue lepas!" Kesal Sanji menarik kimono hijau di depannya geram. "Lepasin kalo gitu." Wajah Zoro memucat sepertinya si kepala lumut memang sudah tak bisa bergerak lagi. Buru-buru Sanji melepas kimono yang melekat. Lalu mencabut shuriken pada perut pria tersebut perlahan. Ia mendekatkan diri dan menghisap racun di perut Zoro.

"Uugh–alis keriting." Zoro berujar lemah matanya sayup-sayup hendak tertutup. Samar-samar ia bisa merasakan bibir Sanji bersentuhan dengan perutnya. Cukup menggelitik hingga Zoro melukiskan senyum tipis. Sanji masih sibuk melakukan aktivitasnya. Ia berulang kali menghisap dan membuang racun dari perut nakamanya. "Tidurlah, tak apa." Zoro memejamkan mata dengan dengkuran halus menenangkan.

Kegiatan Sanji telah selesai. Ia berjalan menuju sungai. Lalu berjongkok berkumur dengan air tercemar itu. Tak apa pikirnya walau ia manusia. Hanya berkumur saja tak mungkin berbahaya. Terlebih darah Germa masih mengalir di tubuh Sanji walau tak di akuinya.

Sanji mendudukkan diri di samping Zoro. Kepala lumut itu terjatuh nyaman di bahunya. Sanji berdecak kesal. Ia menarik kepala tersebut ke arah paha. Membiarkan Zoro memakai pahanya sebagai bantal. Sanji menutup mata Zoro membuat yang sedang tertidur merasa tenang. "Seharusnya ia sudah membaik." Gumam Sanji pelan mengambil rumput dan mengigitnya.

"Jangan mati, bodoh. Kita bahkan baru bertemu." Sanji mencubit pipi Zoro pelan dengan geram. Lalu memijit dahi pria tersebut menenangkan.

Yang baca korban virtual

Cold || Zosan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang