Tema: Persahabatan dan KDRT :v
Di suatu pagi, aku terbangun dari tidurku disaat sang raja siang telah menampakkan cahayanya di jendela kamarku. Aku berusaha untuk membuka mataku yang masih terasa berat. Anehnya, waktu aku memegang wajahku dibagian kanan itu terasa sakit sekali... Oh iya, aku lupa... Kemarin ayah kan memukuli ku karena aku tak menurut kepada nya. Aku pun merasakan sesuatu menetes dari kepala ku, aku memutuskan untuk melihatnya di kaca. "Oh, berdarah toh. Mending aku mengobati nya dulu". Aku sudah terbiasa dengan hal ini, jadi aku tidak terlalu peduli. Toh, luka ini akan sembuh juga. Aku pun pergi mengobati luka ku lalu siap-siap ke sekolah. Aku lupa memperkenalkan diriku, nama ku Sophia Isabelle, umurku 14 tahun, aku kelas 3 SMP. Aku hidup di keluarga broken home. Ibu ku seorang karyawan kafe dan ayahku seorang pengangguran dan juga alkoholik. Ayahku sering melukai ibuku saat dia sedang kesal.
"WOY ANAK TIDAK BERGUNA, CEPAT KESINI!" suara teriakan ayahnya sudah menggema di seluruh ruangan yang ia tempati. Di pagi buta tersebut, Sophia sudah disambut dengan teriakan ayahnya. Baginya itu adalah hal yang biasa. "Iya ayah" tanpa membantah, Sophia pun berjalan ke tempat ayahnya berada, yaitu di ruang tamu. Ia melihat ayahnya sedang menonton TV sambil meminum alkohol sisa tadi malam. "Cepat kau belikan aku bir 2 botol, sekarang!" bentak nya kepada Sophia. "Tapi ayah, Sophia kan mau ke sekolah...". Plak, itulah suara yang terdengar saat Sophia membuka mulut. "Sudahlah, tidak usah melawan dasar anak tidak berguna!" ayahnya pun menamparnya dan membentaknya, Sophia tidak bisa melakukan apa-apa selain bungkam. Bungkam, hanya ada satu kata terlintas di pikirannya ketika menghadapi ayahnya. Ia diam tak berkutik. "U-uang nya mana, yah?..." ucapnya gemetar, "Aku tidak punya uang! Pakai saja uangmu atau uang ibumu!" bentaknya lagi. Mau tidak mau, aku harus membelikan ayah bir. Kalau tidak, akan bertambah satu luka di wajahku. Sophia pun mengambil uang di kamarnya dan pergi ke penjual bir lalu membeli bir tersebut lalu pulang ke rumah. "Ini birnya ayah" ucap Sophia sambil menyerahkan 2 botol bir di tangannya. "Iya, iya, pergi sana!" balas ayahnya tanpa mengucapkan terima kasih. Sophia menghela nafas sebentar lalu pergi berjalan ke sekolah. "Aku harus memasang raut wajah ceria dan bahagia di depan teman-temanku! Aku pasti bisa! Dan aku harus bungkam tentang masalahku..." Sophia mengucapkannya dengan nada bersemangat dan nada sendu di akhir perkataannya.
Sophia pun berjalan ke sekolahnya dan syukurlah ia belum telat untuk apel pagi. "Sophia bestie kuuu, kok lama banget sih?" tanya sahabatnya dengan nada memelas. "Lebay amat sih. Tadi gue bangunnya agak telat, jadi ya gitu" balas Sophia. Padahal Sophia ingin menceritakan masalahnya tapi dia ingat satu kata tersebut, yaitu bungkam. Sahabat Sophia pun menarik tangannya dan membawanya ke lapangan. Setelah apel, sahabat Sophia pun menanyakan keadaan Sophia, "Phi, kenapa muka lu diperban gini?!" ia kaget melihat perban Sophia, "Gak apa-apa kok, cuma terpeleset tadi waktu mau ke kamar mandi..." Sophia mengucapkannya dengan rasa sesak di dadanya, ia tidak tahan... Rasanya seperti ia ingin mengungkapkan semua perasaannya tapi ia tidak bisa, ia harus bungkam. Setelah itu, Sophia dan sahabatnya tersebut pergi ke kelas dan mengikuti pelajaran.
Waktu jam istirahat, Sophia pun pergi ke atap dan melihat pemandangan kota dari atas. "Kapan aku bisa mempunyai keluarga yang bahagia?... Aku gak bisa bungkam terus, aku capek memendam masalahku... Aku lelah menahan rasa sesak di dadaku ini..." tanyanya kepada dirinya sendiri, ia terisak. Tanpa ia sadari, sahabatnya tersebut mendengar pembicaraan Sophia. "Phi... Jujur sama gue... Apa yang sebenarnya terjadi?" sahabatnya langsung menghampirinya setelah mendengar kalimat tersebut, Sophia kaget dan panik secara bersamaan. "Dian, lu salah dengar tadi..." Sophia panik, mencoba untuk membohongi Dian, Dian Kartika, sahabatnya sejak kecil. "Sophia, gue serius. Gue sahabat lu dari kecil! Kenapa lu gak ceritain ini ke gue...?" sejujurnya, Dian agak kecewa dengan Sophia karena ia lebih memilih bungkam daripada menceritakan masalahnya kepadanya. "Phi, gue mau lu ceritain SEMUANYA ke gue. Gak ada rahasia-rahasian" Dian menekankan nada bicaranya, ia memaksa Sophia untuk menceritakan semuanya kepadanya. "Gue gak bisa Dian, gue harus...", "Cukup ya, Phi. Gue sahabat lu! Lu harus ceritain semuanya ke gue" belum selesai Sophia bicara, Dian sudah memotong pembicaraannya. Dengan terpaksa, Sophia menceritakan masalahnya kepada Dian. Sophia tidak bisa menahan tangisnya, "Udah, nangis aja, gapapa. Keluarin aja semua" ucap Dian sembari memeluk Sophia. "Gue gak kuat hadapin ayah gue, Dian... Gue gak mau dipukul lagi sama ayah...", "Kenapa gak laporkan polisi tentang hal ini?", "Gue gak berani, Dian... Gue dari dulu sampai sekarang masih gak berani buka mulut tentang masalah ini...". Dian yang mendengarnya hanya bisa terdiam dan memutar otak agar ayah Sophia bisa masuk penjara. Dian mendapatkan ide cemerlang dan membuat raut wajah yang licik itu rencana tersebut. "Eh, ada apa Dian? Sepertinya kau tampak senang" Sophia bertanya kepada Dian, "Eh, bukan apa-apa kok. Mending kau pulang saja" jawabnya dengan terbata-bata. "Tapi kan..." Sophia gemetar ketika membahas hal tersebut, "Sudahlah, aku punya rencana untuk itu~" Dian menyeringai.
Sophia pun berjalan pulang ke rumahnya, tanpa ia sadari Dian dan 2 orang polisi mengikutinya sampai ke rumah. Tangan Sophia gemetar saat memegang gagang pintu, dia tidak berani membukanya. Dia mencoba untuk mengumpulkan keberanian, dia pun memegang gagang pintu tersebut dan membukanya. "DASAR WANITA TIDAK BERGUNA, BERILAH AKU UANGMU!" ayahnya pun mencambuk ibunya, "Tapi suamiku, uang itu untuk kebutuhan kita..." balas ibunya dengan menahan rasa sakit dari cambukan suaminya, "AGH, AKU TIDAK PEDULI!" ayahnya semakin menguatkan cambukannya, "Ah!" ringis ibunya. Dan ia pun disambut dengan pemandangan ayahnya dalam keadaan mabuk mencambuk ibunya, meskipun itu hal yang biasa baginya tapi tetap saja itu tak bisa dibiarkan! Sophia pun melindungi ibunya dari cambukan ayahnya. "CUKUP AYAH, GAK USAH CAMBUK IBU LAGI!" teriak Sophia, "Kau mulai berani ya, dasar anak tidak berguna!" ayahnya pun langsung mencambuk Sophia, tapi Sophia tidak peduli dengan rasa sakitnya dan berfokus untuk melindungi ibunya. Tiba-tiba keluarga tersebut pun mendengar suara ketukan pintu. "Siapa?..." Sophia bertanya kepada tamu yang mengetuk pintu rumahnya, "Ini aku, Dian. Bukalah pintunya" jawab Dian yang sudah berada di depan pintu rumah Sophia dan 2 orang polisi bersamanya. Orang tua Sophia pun merapikan diri mereka masing-masing untuk menyambut tamu mereka, Sophia pun membuka pintu dan 2 orang petugas tersebut berlari ke arah ayahnya dan memborgolnya. "Anda kami tahan karena sudah melakukan kekerasan terhadap istri dan anak anda!" ucap salah satu petugas tersebut setelah memborgol tangan ayah Sophia, "AGH, LEPASKAN AKU! Pasti kau yang melaporkannya kepada polisi kan, anak tak berguna?!" amuknya meski dia tahu itu hal yang tidak berguna. "Cukup, anda akan kami bawa ke kantor polisi!" ucap petugas tersebut sambil memegang tangan ayah Sophia yang terborgol dan memasukkannya ke dalam mobil polisi. "Nak Sophia sama mamanya, sini saya obati lukanya" tanya polwan tersebut. "Dian, makasih banyak, hiks" Sophia pun memeluk Dian, mengucapkan terima kasih sembari menangis bahagia karena merasa terselamatkan. Sekarang ia sudah bebas, bebas dari pukulan ayahnya. "Eh, aku mau nanya. Bagaimana tadi Dian laporin masalah ini ke polisi?" tanya Sophia, Dian menjawab dengan seringainya "Jadi tadi kau berjalan ke rumahmu, aku menelpon kedua orang tuaku untuk mengikutimu sampai rumah. Terus aku memperlihatkan kepada mereka perlakuan ayahmu kepada kalian berdua, kami menunggu saat yang tepat untuk menangkap ayahmu dan kau tahulah selanjutnya yang terjadi~". "Makasih banget, Dian! Lu udah nolongin gue" Sophia pun mengeratkan pelukannya, "Sesak, Phi..." keluh Dian, "Eh, maaf... Hehe..." Sophia pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kami sangat berterima kasih kepada anda karena anda telah menyelamatkan saya dan putri saya" ibu Sophia pun menunduk di hadapan polwan. "Ah, tidak usah menunduk bu. Ini sudah menjadi tugas kami untuk melindungi kalian" polwan tersebut pun mengangkat ibu Sophia untuk berdiri.
Ayah Sophia pun masuk penjara selama 5 tahun. Ia menyesali perbuatannya yang membawanya ke jeruji besi. Istrinya dan anaknya belum bisa memaafkan perbuatannya, istrinya memutuskan untuk menceraikan nya.
Amanat: Sayangilah keluargamu selagi mereka masih ada untukmu.
_______________________________________
Sebenarnya ini mau Aythor jadiin 'cerpen' untuk lomba, eh tau-tau kepanjangan :'vYaudah, Aythor jadiin wp dan publish aja disini :'v
Saking niatnya bikin ini one-shot, sampai covernya pun dibikin :')
Total kata cerpan: 1278 kata
Total kata chapter ini: 1348 kataJangan lupa vote dan comment ya~
Kalau nggak vote dan comment saya tumbuk.jk
KAMU SEDANG MEMBACA
Kegabutan Aythor :v
RandomAythor pengen melampiaskan kegabutan Aythor disini dengan menciptakan one-shot/cerita dadakan :v Buat pelarian kalo misalnya Aythor gabut. Kemungkinan wattpad ini bakal diterusin~ Sebagian berisi angst, kekerasan, kata-kata kasar dan curhatan. Seben...