White Jasmine (Oneshot)

2 0 0
                                    

Entah sudah berapa kali anak itu menyayat lengannya sendiri, darah terus mengalir dari sana. Warnanya merah, seperti netra anak itu.

Anak itu melamun sesaat, tetapi suara gedoran pintu membuyarkan lamunannya. Dia langsung melilitkan perban di tangannya dengan cepat, lalu berjalan membuka pintu. Pria itu menjambak surai putih anak itu dengan keras. Tentu saja anak itu langsung mengerang kesakitan.

"Istriku memanggilmu, kau tidak mendengarnya?" Tanya pria itu dan melepaskan jambakannya, anak itu menggeleng.

Pria itu memijit pelipisnya, "Hah... Suaranya sampai memenuhi seisi rumah, seriusan gak dengar?"

Pria itu langsung menarik tangan anak itu dengan kasar, melewati lantai dan menuruni tangga. Dia tidak membiarkan anak itu menyamakan langkahnya, membuat kaki anak itu terseret di anak tangga.

"Nih." Pria itu langsung mendorong anak itu dan pergi meninggalkannya bersama sang ibu. Sang ibu menangkapnya agar dia tidak jatuh.

"Riko, nggak ada yang luka kan?..." Ibunya khawatir kalau Riko, anaknya semata wayangnya kenapa-napa. Riko hanya menggeleng, dia menarik lengan bajunya untuk menutupi lengannya.

"Riko besok mau sekolah gak?" Tanya ibunya, dia mengelus pipi anaknya yang tersayang.

Riko menggeleng, menolak tawaran ibunya, "Nggak mau, Riko takut bu..."

Mendengar penolakan anaknya, elusan pipi yang lembut menjadi tamparan yang keras di pipinya.

Riko hanya bisa memegang pipinya yang merah sambil menahan perihnya, seakan-akan dia sudah terbiasa dengan hal ini. Dia menatap ibunya dengan tatapan kosong, persis seperti tatapan ikan mati.

"Saya nggak mau mendengar alasan apapun. Pokoknya besok kamu harus sekolah!" Bentak ibunya.

"Seharusnya saya tidak melahirkan anak sepertimu." Bisik ibunya kepada Riko.

Anak mana yang tidak sakit hati jika mendengar kata setajam itu keluar dari mulut ibunya sendiri?

"Tapi hari ini Riko bisa makan kan?..." Riko memegangi perutnya yang sudah keroncongan daritadi.

"Ck, terserah. Sisa makanan masih banyak di meja." ibunya menjawab sekilas lalu pergi.

Riko berlari ke meja makan dan memakan hidangan di meja dengan rakus, dia memang belum makan dari kemarin.

Setelah makan, dia pergi ke kamarnya dan langsung mengobati semua lukanya.

"Hari ini sangat melelahkan..." katanya sambil menatap langit-langit kamar dan memegang lengannya. Tiada hari tanpa bekas luka di badannya.

Keesokan paginya, Riko terbangun sendiri karena mimpi buruknya. Ibunya sudah menunggu di depan pintu, tapi entah kenapa ada yang beda dari ibunya hari ini. Rasanya seperti melihat dua jiwa di satu tubuh.

"Baguslah kalau Riko sudah bangun, sekarang bersiap-siaplah~" ucap ibunya dengan nada girang.

Riko terkejut melihat perubahan sifat ibunya. Riko tidak menggubris hal itu dan ke kamar mandi, lalu memakai seragam sekolahnya. Dia menuruni anak tangga dengan pelan. Aroma harum nan gurih menyebar dari dapur, sepertinya hari ini ibunya memasak sesuatu yang enak.

Riko langsung berlari ke meja makan, aroma tadi membuat ilernya meleleh. Dia melihat kedua orang tuanya duduk di meja makan dengan senyuman di wajah mereka, membuat Riko bergidik ngeri. Ini adalah pemandangan baru baginya, senyuman yang terpampang di wajah mereka sangat menakutkan bagi Riko. Riko juga melihat ibunya menyajikan banyak makanan di meja. Dia mengambil makanan secara perlahan, takut dimarahi ibunya.

"Tidak apa-apa nak, ambil saja semaumu~" ucap ibunya sambil tersenyum ke Riko.

"Iya bu..." jawab Riko lirih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kegabutan Aythor :vTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang