Second Phase

88 6 6
                                    




Satu minggu ini adalah hari-hari paling buruk dalam hidupku dan aku tidak tahu bagaimana aku bisa melewatinya sampai sekarang jika tanpa bantuan Joonmyeon. Ah, dia benar-benar malaikat penyelamatku. Dia muncul tiba-tiba entah darimana dan memberikan pertolongan di saat aku membutuhkannya. Aku tidak pernah menyangka peran Joonmyeon dalam hidupku akan jadi sangat penting seperti saat ini.

Jika dipikir-pikir lagi, sungguh memalukan dan begitu menyedihkannya diriku menangisi seseorang yang bahkan tidak pantas mendapatkanku. Aku baru menyadarinya sekarang.

Selama seminggu ini aku tidak berangkat ke sekolah karena kondisiku yang berantakan. Jadi, aku fokus pada pemulihan tubuhku. Joonmyeon tidak pernah menemuiku lagi, terima kasih kepada appa yang telah mengancamnya, padahal dia tidak salah apa-apa. Tetapi kami masih berkomunikasi melalui chat, hampir setiap saat. Dia selalu menanyakan kondisiku, apakah aku sudah meminum obat dan vitaminku, apakah aku masih merasa sedih sehingga ia bisa menyanyikan sebuah lagu untuk menghibur hatiku.

Terdapat sebuah jendela besar di rumah Joonmyeon yang menghadap tepat ke arah balkon kamarku. Setiap sebelum tidur, Joonmyeon akan membuka tirainya untuk melihatku. Kami saling menatap satu sama lain sampai bosan atau melakukan isyarat random menggunakan tangan yang aku sendiri tidak tahu maksudnya. Lalu, kami akan menertawakan kekonyolan yang kami buat sendiri itu.

Apa yang kami lakukan ini memang sedikit cringe. Joonmyeon tipe orang yang seperti itu, bersikap manis, namun terkadang terlalu berlebihan hingga membuatku ingin mencubit lengannya untuk membuatnya berhenti. Tetapi tidak dapat kupungkiri jika aku menyukainya karena Joonmyeon hanya bersikap seperti itu padaku. Pada orang lain, dia akan berlagak sok keren. Terlebih lagi status sosial dan kekayaannya membuat dirinya benar-benar terlihat seperti sosok pangeran yang sangat sulit untuk digapai.

Lambat laun, aku mulai lupa pada alasan aku dan Joonmyeon dipertemukan kembali sebagai sepasang teman dekat. Hatiku tidak lagi terasa sakit. Seolah-olah insiden perselingkuhan itu hanyalah masalah sepele yang dapat terlupakan begitu saja terbawa angin yang berhembus. Karena yang memenuhi benakku saat ini hanyalah Joonmyeon seorang dan senyumannya yang sangat menggemaskan sehingga membuatnya terlihat seperti kelinci putih dengan pipi tembamnya.

Sepertinya aku akan baik-baik saja selama ada Joonmyeon di sisiku.

Mencampakkan Luhan adalah agenda pertama dari daftar panjang mengenai hal yang akan kulakukan untuk balas dendam. Kupikir akan seru saat melakukannya, melihat wajah menyebalkannya jadi semakin jelek. Tetapi setelah menyelesaikan agenda yang pertama itu, aku merasa tidak bersemangat lagi untuk melakukan yang kedua ataupun semua yang tersisa di dalam daftar.

Begini, kenapa juga aku mau bersusah payah membuat Luhan kesal jika menghabiskan waktu bersama Joonmyeon jauh lebih menyenangkan. Sungguh rasional, bukan? Lagipula, dengan bersama Joonmyeon sekali pun sudah membuat Luhan kesal. See? Win-win solution.


. . .


Tuan Jung masih memberi tatapan dingin pada keluarga Kim, tidak terkecuali Joonmyeon. Sooyeon pun harus meyakinkan ayahnya berkali-kali jika Joonmyeon sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejadian beberapa hari itu, mereka hanya berteman dan ia akan baik-baik saja bersamanya.

Pada akhirnya, Sooyeon berhasil setelah mengeluarkan semua jurus rayuannya yang paling ampuh. Kelemahan Tuan Jung adalah putrinya sendiri, Sooyeon tahu betul ayahnya tidak akan bisa menolaknya jika ia sudah seperti itu. Semua itu dilakukannya karena Sooyeon dan Joonmyeon berencana untuk pergi keluar malam ini.

Keduanya tidak pergi mengunjungi suatu tempat tertentu, melainkan hanya menetap di dalam mobil. Sooyeon yang menginginkannya seperti itu karena kondisinya yang sulit untuk berjalan. Sejujurnya ia sedikit malu untuk berjalan kemana-mana menggunakan kruk.

Stuck With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang