Teruntuk kamu.. Suamiku
Katamu malam itu sangat menyakitkanku, seandainya saja dapat kau ketahui. Kau mengatakan bahwa kamu yang seharusnya lebih sakit. Dan setelah perkataanmu, tanpa sadar kau juga yang telah menyakitiku malam itu. Aku tak pernah meminta sesuatu yang jika memang bukan hakku. Aku tak bisa membendung air mataku. Apa selama ini kau tak pernah menerimaku dengan baik? Aku enggan mengakui segala kesalahanku di masa lalu karena yang lalu telah berlalu, akupun tak pernah mengungkit masalalumu. Tapi mengapa seolah hanya aku yang salah sedangkan kamu merasa kamu tak pernah berdosa. Jika seandainyapun kamu ngga pernah berniat menikah denganku, kenapa kamu begitu jahat telah menghancurkanku? Lalu sekarang seolah aku harus tunduk dengan semua aturanmu yang salah? Aku tidak mengerti apa hakikatnya kita menikah. Hanya untuk pemuas nafsumu? Kenapa aku yang selalu salah ketika aku tidak terima kau mendua? Kenapa?Suamiku, apa kau tak tau ketika kesendirianku aku selalu memikirkanmu, mambayangkan wajah indahmu yang tersenyum. Tanpa sadar bahwa di sana kau tak pernah mengingatku. Aku sungguh ingin menutup mata dan telingaku dari mendengar atau melihat pengkhianatan yang terjadi.
Suamiku, tidakkah kau bisa hanya melihat seorang aku? Apa segala kekuranganku menutupi semua pengorbanan dan pengabdianku?
Suamiku, mungkin kamu akan selalu merasa bahwa kamu yang lebih sakit dalam hubungan ini. Tapi selama bersamamu aku selalu menaruh setia. Aku menjaga kehormatanku saat kamu tak ada.
Tangisku tak pernah kau tau, dukaku tak ingin kau lihat. Kau hanya melihatku sebagai kesalahan dan aku yang masih memunguti cinta yang tak ada. Aku ingin pergi darimu, tapi aku tak mampu. Aku sangat sakit, tapi apa pedulimu.
Suamiku, apa kau benar-benar tak mempedulikanku? tak peduli keadaanku? Aku masih ingin bertahan hingga aku merasa lelah. Hingga suatu hari nanti Tuhan mengambil hatiku untuk tak lagi mencintaimu. Ini hanya soal waktu. Aku telah merelakan jika suatu saat akan kehilanganmu.
Suamiku, mulutku tak mampu berkata, hatiku membeku, cuma tangan yang mampu menulis. Jika suatu saat tak lagi kau temui aku yang selalu cerewet ini itu, ketahuilah bahwa aku pernah begitu peduli tapi kau abai.
Pojok Kosan, 14 Desember 2021