CHAPTER 04 - KHAWATIR

44.1K 4.6K 209
                                    

Setelah ultimatum yang Madhavi katakan hari itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah ultimatum yang Madhavi katakan hari itu. Sudah dua bulan ini Megin sedikit merasa tenang dalam hidupnya. Bukan berarti Megin tidak diganggu lagi, hanya saja tidak separah dulu. Mereka tetap membulinya tapi secara tidak terang-terangan, mereka akan terus menganggu Megin jika Madhavi tidak ada. Jika Madhavi melihat teman-temanya masih berurusan dengan Megin, pasti anak itu akan ngamuk bukan main.

Mereka saja bingung dengan sikap Madhavi. Ia benci Megin, kan? Bukannya senang jika orang yang ia benci dipermainkan? Kenapa Madhavi malah membebaskan orang itu?

Ini terlalu menguntungkan bagi Megin dan mereka tidak bisa dengan kondisi yang seperti ini.

"Baik anak-anak. Kumpulkan tugas yang Minggu lalu Bapak berikan!"

Sekarang adalah pelajaran matematika. Gurunya sangat galak dan tegas. Ia tidak mentolerir siswa yang tidak mengerjakan tugas atau tugasnya tertinggal. Ia selalu memberi hukuman agar para siswa jera dan tidak mengulangi lagi.

Semua siswa satu persatu mulai mengumpulkan tugas matematika itu ke meja sang guru. Namun, ada satu siswa yang masih sibuk mencari lembaran kertas berisi tugas matematikanya itu. Astaga, di mana? Bukannya ia sudah menaruhnya di tas semalam?

"Ayo cepat!" Bangku sudah mulai penuh di duduki pemiliknya kembali. Itu berarti hampir semua siswa sudah mengumpulkan. Ya, kecuali Megin.

"Ada yang tidak mengerjakan?" Sang guru melihat semua siswa yang anteng duduk di bangkunya sembari menjawab sudah mengerjakan. Namun, satu siswa perempuan masih sibuk menggelataki tasnya sendiri.

"Megin!" panggil sang guru.

Dengan keringat dingin membasahi telapak tangannya, Megin menoleh ke sang guru dengan takut-takut.

"Tugas kamu mana?"

"T-tugas saya, tugas saya---"

"Ih, nggak ngerjain kali, Pak!" seru Reya mengompori.

Megin menggeleng. "Nggak, Pak! Saya udah ngerjain tugasnya kemarin, tapi tugasnya nggak ada di tas saya," katanya dengan ucapan lirih di akhir.

"Maksud kamu tugasnya ketinggalan?"

"T-tapi saya udah masukin ke dalam tas, Pak. Saya nggak tau kenapa tiba-tiba nggak ada."

"Kamu pikir kertas bisa jalan sendiri? Makanya kalau mau berangkat sekolah dicek lagi, siapa tau kamu lupa. Jangan teledor, kamu tau kan saya tidak mentolerir hal seperti ini?"

Kepala Megin menunduk, ia meruntuki dirinya sendiri yang teledor. Tapi sungguh, ia sudah memasukkan tugas itu semalam.

"Lari keliling lapangan lima putaran!"

Seketika Megin mengangkat kepalanya dan menatap sang guru terkejut. Dihukum? Lari keliling lapangan lima putaran? Astaga, apa yang telah Megin berbuat? Bodoh!

910 : Sorry, I Hurt You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang