Jumat kemarin, Makha tidak pulang ke rumah bukan karena dia sedang bersama Alessa. Namun, karena Makha sedang banyak kerjaan sampai-sampai dia harus menginap di kantor dan pulang ke rumah dihari sabtu malam. Makha memang sempat bertemu Alessa di siang hari karena Alessa mengatakan bahwa dia akan berangkat ke Paris besok untuk menghadiri acara fashion week di sana. Alessa adalah seorang designer. Tidak jarang membuat dia bepergian ke luar negeri. Jadi, Makha mengiyakan keinginan Alessa untuk bertemu.
Hari ini, Makha akan mengantar Alessa ke bandara seperti yang selalu mereka lakukan ketika Alessa pergi ke luar negeri. Meskipun sekarang sudah tidak sama lagi. Makha tau apa yang sekarang sedang dia jalankan adalah sebuah kesalahan. Dia sudah menikah dengan Gisha, namun masih juga berhubungan dengan Alessa.
Makha berpikir berkali-kali seharusnya dia tidak bersama Alessa dan mencoba hidup lebih damai dengan Gisha. Namun, kenyataan tidak semudah yang dipikirkan. Makha tidak bisa membohongi dirinya bahwa dia masih sangat mencintai Alessa dan dia juga tidak bisa membiarkan Alessa harus menanggung sakit yang dia torehkan. Andai saat itu Makha bisa lebih tegas menolak perjodohan itu. Mungkin dia akan tetap bersama Alessa. Lima tahun dengan Alessa jelas bukan waktu yang singkat untuk mereka berdua.
"Kha, Gisha nggak akan marah kan kamu anterin aku ke bandara?" Tanya Alessa di tengah perjalanan mereka menuju Bandara Soekarno Hatta.
Makha memegang tangan Alessa, satu tangannya lagi fokus menyetir mobil, "Nggak Al. Kamu nggak usah pikirin tentang itu,"
"Aku takut Kha," Jeda Alessa.
"Bukannya aku sama aja kayak pelakor di luar sana ya? Aku harusnya bisa lepasin kamu, tapi kenapa susah Kha? Aku jadi kayak orang bodoh yang ngejalanin hal bodoh kayak gini, padahal aku tahu semua ini salah. Tapi kenapa tetap aku jalanin?" Ucap Alessa dengan nada bergetar.
"Al! Kamu berhenti ngecap diri kamu bodoh yang salah dari awal itu aku. Apa yang sekarang kita jalanin, aku yang salah bukan kamu." Tegas Makha.
"Kalau semua ini salah kamu. Aku boleh minta satu permintaan untuk menebus kesalahan kamu Kha?" Tanya Alessa dan Makha mengangguk.
"Aku mohon jangan tinggalin aku Kha," Ujar Alessa membuat Makha diam sejenak sebelum akhirnya ia mengangguk, "Aku nggak akan ninggalin kamu Al,"
Alessa dapat bernapas lega ketika mendengar jawaban Makha. Dia tahu Makha adalah orang yang tepat janji dan Alessa yakin bahwa Makha akan tetap ada disampingnya. Alessa tidak perduli meskipun saat ini status Makha adalah suami orang, karena Alessa lebih dulu menemani Makha. Alessa lebih dulu ada untuk Makha. Lalu, Gisha yang hanya dikenal Makha beberapa bulan itu datang dan menjadikan Makha miliknya. Jujur saja Alessa marah pada takdir ketika tahu bahwa Makha menikahi orang lain dan bukan dia. Alessa khawatir, walau terkadang dia merasa sangat bersalah dengan Gisha. Tapi rasa cintanya dengan Makha mengalahkan segala rasa salahnya kepada Gisha.
"Al, kamu mau makan dulu sebelum berangkat?" Tanya Makha ketika mereka sampai di Bandara.
Alessa menggeleng, "Nggak usah Kha, flight aku sebentar lagi,"
Makha mengangguk, "Kamu beneran cuma lima hari kan disana?"
"Iya. Kenapa? Kamu takut kangen sama aku?" ledek Alessa.
"Geer banget."
"Lho siapa yang geer. Kan aku nanya...Tapi iya kan?"
"Pokoknya jangan lupa telfon aku kalau sudah sampai di sana."
"Siap Pak Boss!" tangan Alessa membentuk hormat.
Makha terkekeh, "I will be missing you," Ucap Makha kemudian mengelus rambut panjang hitam milik Alessa.
"I will be more, peluk jangan?" Alessa membentangkan tangannya.
Makha yang melihat Alessa membentangkan tangannya tertawa, lalu memeluk Alessa seraya mengelus rambut panjang milik Alessa yang saat ini beraroma musk vanilla, "Hati-hati ya," Ucapnya dan Alessa mengangguk.
"Aku berangkat yah. Kamu kirim aja ke aku note oleh-oleh yang mau aku bawain buat kamu, oke?" Ucap Alessa dan Makha mengangguk. Lalu, Alessa pergi dan melambaikan tangannya kepada Makha karena penerbangan menuju Paris akan flight sekarang pukul 15.40. Makha pun ikut melambaikan tangannya. Setelah kepergian Alessa, Makha kembali ke mobilnya dan melajukannya menuju ke rumah.
--------------------------------------------------------------
Sesampainya di Rumah, Makha disambut dengan kehadiran Gisha yang sedang makan malam. Tadi, sebelum ke rumah, Makha sempat berhenti ke toko kado untuk membelikan kado untuk ulang tahun Yuna besok. Gisha yang melihat kehadiran Makha segera mengunyah makanan yang berada dimulutnya.
"Kamu udah pulang?"
"Belom. Masih di Wakanda,"
"Udah tahu pulang. Masih aja nanya,"
Gisha menggigit bibir bawahnya, "Kamu mau makan? Aku masak udang saus mentega atau kamu mau aku bikinin yang lain?"
"Nggak usah." Makha menarik kursi dan mendudukan dirinya di depan Gisha. Sedangkan Gisha mengambilkan nasi di magic com untuk Makha. Kemudian, memberikannya kepada Makha dan melanjutkan kegiatan makannya yang sempat tertunda.
Tidak ada percakapan diantara keduanya hanya ada suara sendok dan garpu yang bersentuhan dengan piring sampai akhirnya Makha memutuskan untuk berbicara, "Sha," Ucap Makha dan Gisha berdeham sebagai jawaban.
"Ada yang mau kamu omongin Kha?" Tanya Gisha ketika Makha berdiam cukup lama.
"1 tahun setelah pernikah kita. Ayo kita sudahin ini semua Sha," Ucap Makha membuat Gisha yang kini harus diam dan mencerna maksud Makha.
"Enam bulan lagi, ayo kita cerai Sha." Telak Makha dan Gisha tahu kemana arah pembicaraanya.
Gisha mengangguk, "Oke. Enam bulan... bukan waktu yang lama kan Kha buat kamu?" Tanya Gisha. Dia tahu bahwa pernyataan tadi pasti akan keluar dari mulut Makha. Sejujurnya Gisha menunggu kata ini. Dia menahan diri sampai Makha mengeluarkan kata ini, tapi kenapa sekarang rasanya seperti jantung Gisha sedang ditusuk ribuan pisau.
"Kita bisa bilang ke Mamah kalau memang kita nggak cocok,"
"Soal Ibu? Kamu bisa jelasin kan Kha?"
Makha mengangguk, "Aku akan berusaha jelasin,"
Gisha mengangguk, "Aku percaya sama kamu,"
"Ada yang mau kamu omongin lagi?" Tanya Gisha dan Makha tampak menggeleng.
Setelah itu, Gisha menghentikan kegiatan makannya dan menaruh piringnya ke dalam wastafel, kemudian mencucinya. "Aku ke kamar dulu Kha. Nanti, piringnya kamu taruh aja di wastafel," Ucap Gisha kemudian meninggalkan Makha sendiri di meja makan.
Tidak ada yang salah dari ucapan Makha. Bukannya Gisha sudah memprediksi bahwa kata ini akan keluar dan ini juga keinginan Gisha, lepas dari Makha. Harusnya Gisha senang, tapi kenapa kakinya terasa berat untuk melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seatap
ChickLitMakha bilang Gisha itu petaka, takdir buruk yang seharusnya tidak pernah bertemu. Dan kini harus berakhir dalam seatap yang sama.