[3]

717 124 1
                                    

Dara dan Radi pergi ke SMA yang sama. Mereka cuma saling kenal nama karena ada lebih dari dua ratus orang di angkatan mereka. Begitu lulus, Dara dan Radi pergi kuliah ke kota yang berbeda. Khususnya Dara, dia pergi ke luar kota. Baru pada tahun kedua, Dara menyusul masuk ke kampus Radi. Atas alasan tertentu, dia nggak bisa melanjutkan kuliah di kota yang cukup jauh. Dia juga baru menemukan jurusan yang dia sukai ketika mulai berkuliah. Banyak hari di semester duanya habis untuk dia mempersiapkan diri untuk ujian ulang masuk universitas. 

Dara kemudian bertemu Radi ketika dia masuk ke BEM kampus. Mereka masuk ke fakultas yang berbeda. Radi di MIPA sementara Dara di FISIP. Radi mengenali Dara hari itu juga. Mereka nggak banyak mengobrol, suasananya canggung dan memang terburu-buru karena ada banyak mata acara di hari penyambutan staf baru. Hari itu, Dara jadi staf kesenian sementara Radi datang sebagai kepala divisi Pemberdayaan Mahasiswa. 

Di organisasi yang sama, ada beberapa teman SMA mereka juga. Termasuk Bram, ketua divisinya. Cuma mereka lebih nggak kenal lagi karena Bram dulu IPS. Dara nggak akan bohong, Radi menarik. Dia nggak super tampan, tapi kepercayaan dirinya selalu membuatnya bersinar di aneka acara kampus. Meski kuliah matematika, Radi sering dipilih menjadi pembawa acara dan juga pembicara. Radi benar-benar bersinar kala itu. Dara juga sadar kalau banyak orang di angkatannya menyukai Radi. Ini hal baru yang Dara nggak pernah liat dari Radi pada masa SMAnya. 

Dara juga nggak tau mau ngapain waktu itu. Mau caper juga bahas apa? Teman SMA? Basi banget. Baru kemudian setelah ngobrol-ngobrol dengan divisinya, ketahuanlah kalau Dara suka dengan Radi. Bram bilang dia punya ide, tapi Dara agak nggak percaya dengan Bram. Dia terlalu unik dan ngasal.

Tapi ternyata beneran. Ketika mereka lagi makan bareng, tiba-tiba ada Radi. Kata Bram mereka abis ada urusan bareng. Ngapain? Nggak tau. Intinya ya Radi pas laper dan mau aja diajak makan bareng dengan divisinya Bram. Dan nggak cuma sekali, waktu itu juga Bram ngajakin Radi nonton bareng bertiga dengan Dara. Aneh banget. Tapi setelah tiga kali ketemu karena Bram, mereka lama-lama bisa ngobrol sendiri. Nggak perlu dijebak lagi.

Suatu hari, Radi sendiri yang memulai percakapan. Melalui pesan cepat, dia ngajakin Dara nonton. Berdua aja. Nggak ada Bram. Mereka nonton dengan santai, kayak benar-benar teman. Nonton apa? Oh bukan bioskop. Itu emang mau nonton acara debat calon KABEM selanjutnya. Dibilang berdua banget sih nggak. Dara bahkan bingung waktu itu kenapa dia diajak.

"Lu nonton debat CAKABEM nggak?"

"Gak tau. kenapa?"

"Nonton ajalah. Biar bareng."

"Ya kan pasti rame yang nonton?" 

Dara bukannya nggak senang. Dia cuma bingung ke arah mana sebenarnya percakapan ini akan mengarah. Dara takut sebenarnya Radi adalah buzzer yang emang ngajakin semua orang biar acara debat KABEM rame dan banyak yang kritisi. Klasik.

"Ya gue mau bareng lo aja. Tar gue jajanin teh manis deh biar gak ngantuk. Mau nggak?"

Pesan itu ditangkap layar dan dikirim ke grup Divisi Kesenian. "Dia ngajakin kalian semua ke acara debat CAKABEM nggak sih?"

Semuanya bilang nggak.

Jadi bukan buzzer ternyata.

"Udahlah iyain aja. Sekalian tanya pas tatap muka." jawab Bram waktu itu.

"Kalau emang garing, jam 10 balik aja. Gak usah ampe kelar nonton debatnya."

"Oke."

"Good luck yak. Pacaran nih temen kita." Semuanya bercanda seperti itu. Di kamarnya, pipi Dara terbakar.

--

Ruangan itu ramai. Dara tiba bersama beberapa orang dari Divisinya. Thalia menyusul setelah kelas pengganti, Keke dan Laura masih nonton film terbaru entah apa di mall sebelah kampus. Radi duduk bersama teman-temannya. Ada beberapa anak dari divisinya, tapi banyak juga yang bukan dari divisi yang sama. Dia selalu kayak gitu. Dara kecewa. 

Tapi begitu melihat Dara, Radi tersenyum. Dia melambai sekali dan datang beberapa menit kemudian. "Gue pinjem dulu ya Daranya. Gue janji nraktir es teh nih." 

Dara tau semua teman-temannya akan menjadikan dia bahan becandaan malam ini. Dan juga mungkin bahan omongan orang-orang organisasi yang liat dia tiba-tiba ditarik oleh Radi. Tapi dia nggak bisa mikirin itu semua. Perasaannya hangat dan senang. Mereka berjalan bersisian ke kantin teknik yang jaraknya cuma 20 meter dari ruang utama debat cakabem dilaksanakan. 

"Lo mau es teh manis atau apa, Dar?" tawar Radi.

"Es teh aja."

"Udah makan?" tanyanya lagi.

"Udah barusan sama anak-anak."

"Oh yaudah temenin gue makan bentar ya. Lo cari kursi dulu gih. Tar gue nyusul."

Kantin Teknik Jumat sore setelah bubar kelas ramai luar biasa. Dara terbiasa dengan itu semua. Dulu, di kampus sebelumnya, keramaian ini bagian dari hari-harinya. 

Radi datang nggak lama kemudian. Bawa nampan isi es teh manis, ketoprak, dan minuman yang Dara tebak adalah good day. Dara nggak ngomong apa-apa, tapi Radi tiba-tiba bilang, "begitu ini mulai. Gue nggak akan sempet makan. Atau ngomong sama lo. Jadi sekarang aja sekalian."

"Mau ngomong apa emang?" tanya Dara.

"Nggak ada yang spesial. Mau ngomong aja. Emang nggak boleh?"

Dara diem. Menatap Radi yang makan ketoprak dan sesekali menyedot es tehnya.

"Gue tau kok si Bram emang nyomblangin kita." ujar Radi. Ketopraknya masih ada setengah, tapi dia tiba-tiba ngomong kayak gitu. "Dan nggak papa juga. Nyoba kan gak salah."

"Lo beneran nggak apa-apa?"

"Ya nggak apa-apa. Gue nggak tau lo sebenernya gimana ke gue. Makanya gue ngomong terus terang sekarang. Gue mau coba deket sama lo. Gue nggak bisa janji apa-apa. Kalau gak cocok ya udah. Lo mau atau nggak?"

Belum pernah seumur hidup Dara membayangkan akan ada kejadian kayak gitu. Ngebayangin aja nggak.

"Lo bisa mikir dulu. Tapi jawabnya besok aja. Gue malem ini mau fokus buat debat."

"Oke."

Radi makan lagi. Melihat Dara yang diam, setelah menelan ketoprak suapan kedua Radi kembali bicara, "gak usah terlalu dipikirin. Nggak mau juga nggak apa-apa. No pressure."

Dara tau dia mau. Dia mau lompat dan bersuka cita. Tapi ini benar-benar situasi membingungkan. Kenapa Radi seterbuka itu bertanya. "Kak Rad."

"Radi aja. Lu temen SMA gue."

Dara menelan ludah, "Oke. Radi."

"Kenapa?"

"Kenapa lo terbuka banget ngajaknya. Lo kayak ngajak gue main PS."

Radi menelan makanannya, minum sedikit Good Day lalu menjawab, "karena gue gak mau lo mikir kita lagi ngapain. Dan gue juga gak mau buang-buang waktu kalau lo cuma mikir gue lagi mau bertemen. Gue nggak papa kalau cuma bakal bertemen sama lo. Tapi setidaknya gue tau dari awal. Biar kita nggak sama-sama bingung."

"Ya udah."

"Ya udah apaan?"

"Ya udah. Ayo nyoba."

"Lu gak usah jawab sekarang."

"Ya gue udah punya jawabannya."

Radi tertawa. "Lu paling keren, Dar. Ini makanya gue mau nyoba sama lu."

Dara nggak tau itu pujian atau gimana.

"Berarti mulai besok kita mulai ngobrol kayak orang pdkt ya."

"Kenapa besok?"

"Karena malem ini gue mau fokus debat cakabem."

16 Desember 2021. 19:35.

Reuni PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang