PROLOG

133 70 361
                                    

Cerita Ariko sedikit dirombak, tapi tokoh, alur masih tetap sama.

Happy reading ✨

                                           °°°°

"IKO!"

Kelima remaja yang tengah duduk dipinggir lapangan menoleh pada sumber suara, bahkan ada beberapa orang yang masih di area lapangan ikut menoleh ke arah cewek berponi yang menarik temannya paksa untuk menghampiri anak-anak basket di sana.

"Pelan-pelan kenapa, Va!" ucap Syifani dengan wajah yang ditekuk.

Setelah sampai didekat kelima cowok itu, Diva melepaskan tangannya dari lengan Syifani, cewek berponi itu menarik Raka agar dia bisa duduk disebelah Ariko.

"Rusuh banget lo, bulol!" desis Raka, cowok itu menggeser tubuhnya agar lebih jauh dari Diva, dia alergi dengan orang bucin.

"Lo gak di ajak ngomong, diem!" balas Diva sengit.

Raka yang kesal, menirukan ucapan Diva tanpa suara, "tai lah! Bubar-bubar!" ucap Raka ketika melihat Diva yang ingin berbicara pada Ariko.

"Raka!"

"Apa!"

"Lo–"

"Lo pada duluan ke sana, ntar gue nyusul," Ariko memotong ucapan Diva, dia pusing mendengar perdebatan antar sepupu itu, jadi lebih baik dia menengahinya.

"Ini bro yang gue tunggu dari tadi," sahut Dimas tersenyum ceria.

"Widih, ayolah!" celetuk Raka bersemangat.

"Ya udah kita duluan ya, inget lo yang bayar bro!" peringat Rendy.

"Kita duluan" pamit Farhan mengambil tasnya yang di sahut dehaman oleh Ariko.

Farhan melempar satu persatu tas sahabat-sahabatnya, karena semua tas ada didekat cowok itu. Keempat cowok ber jesrey itu beranjak, kemudian meninggalkan dua sejoli itu, Syifani pun di bawa Rendy–abang tirinya untuk pergi dari sana.

"Emang mau kemana?" tanya Diva setelah kelima orang itu sudah menghilang.

"Warung Bu Ncis," jawabnya seraya merapikan poni Diva yang sedikit berantakan.

"Ya udah ayo!" Diva berdiri dengan semangat, Ariko pun ikut berdiri dan mengambil tasnya.

Ariko menggenggam tangan Diva selama perjalanan menuju parkiran. "Kamu bisa gak sih, kalau main basket jangan keluar keringet?"

"Gak bisa,"

"Kenapa gak bisa?" tanya Diva.

"Takdir." jawab Ariko dengan santai, sedangkan Diva mencebik bibirnya kesal. "Emang kenapa?" dia jadi penasaran kenapa Diva membahas ini, kalau tidak ingin keluar keringat ya tidur saja.

"Cewek-cewek pada histeris gara-gara keringet kamu, katanya jadi hot. Ya emang bener sih, hehehe" Diva menggigit bibir bawahnya, "tapi kan, ah gak tau!"

Diva kesal saat tadi, selama pertandingan mulai, di sekelilingnya hanya membicarakan Ariko, ya walaupun ada juga yang membicarakan anak lainnya, tapi apa tidak bisa berghibah pacarnya ketika sudah pulang?

Ariko terkekeh, setelah sampai di samping motornya, cowok itu langsung mengangkat Diva ke atas motornya, kemudian memakaikan helm ke kepala Diva. "Jangan ngambek," ucap Ariko menarik hidung Diva pelan.

Diva hanya berdeham singkat, sedangkan Ariko, cowok itu naik ke atas motor dan memakai helm fullface nya.

"Besok gue ajak ke rumah," ujar Ariko mulai menjalankan motornya, dibelakangnya, Diva mulai melingkar kedua tangannya di perut Ariko.

"Bener ya?" tanyanya dengan nada antusias, dia tidak sabar akan bermain bersama Fiyona–adik Ariko yang masih SD.

"Iya"

Tanpa diduga, hujan langsung turun begitu deras membuat Ariko menepikan motornya di toko yang tengah tutup, kalau dia berteduh di halte akan lama, masalahnya halte masih jauh. Kedua remaja itu buru-buru turun dari motor dan berteduh, untungnya Ariko langsung memberhentikan motornya, jadi keduanya tidak terlalu basah.

Ariko membuka tasnya, dia mengeluarkan jaket dari dalam tas, seusai me-resletingkan tasnya, Ariko memakaikan jaket di tubuh Diva. "Kamu gak pake?" tanya Diva, masalahnya Ariko hanya memakai jesrey.

Ariko me-resletingkan jaketnya yang sudah melekat ditubuh Diva, dia menggeleng cepat. "Peluk aja biar gak dingin," ucapnya tersenyum.

Diva terkekeh, "dasar modus!" balasnya, walaupun dia berkata itu, Diva tetap mendekatkan dirinya untuk memeluk Ariko, tak berselang lama Ariko membalas pelukan itu dengan erat.

Ting

Suara notif ponsel Ariko berbunyi, Diva ingin melepaskan pelukan itu, tapi dengan cepat Ariko mengeratkan pelukannya agar Diva tidak melepaskan pelukan ini. Satu tangannya mengambil ponselnya di kantong celananya.

[Raka]

[Woy, gue sama yang lain udah selesai makan! Lo kemana aja njir? Jadinya gue kan yang bayar!]

Ariko terkekeh, dia lebih mematikan ponselnya agar tidak ada yang mengganggunya lagi.

                                            °°°°

°See you next part°

ARIKOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang