Empat pasang kaki yang dibungkus pantofel hitam mengkilap itu melangkah dengan selaras, mengetukkan hak sepatu mereka dengan irama yang sama. Bel sekolah yang menggema di seluruh bagian sekolah seolah menjadi backsound keempatnya, membuat lebih banyak mata tertarik untuk sekedar melirik meski tak sedikit juga yang terang-terangan menatap.
Berjalan berpasangan, dua orang yang berada di depan dikenal sebagai Hilda si rangking satu, dengan rambut hitam yang dikucir kuda juga backpack kulit berwarna senada, tampilan gadis itu tampak monokrom dipadankan dengan seragam SMA-nya yang berwarna putih abu-abu dengan tambahan garis hitam pada ujung rok rampel selutut juga rompinya. Di sebelah Hilda, ada Zahara si ketua OSIS yang selalu mematut dirinya untuk tampak formal meski tampak tidak jauh lebih kaku dibandingkan dengan Hilda sebab masih berani memaki beberapa aksesoris di rambutnya. Sementara yang mengikuti di belakang adalah Mike, laki-laki bertubuh tegap dengan wajah setengah bule dan Saras yang selalu tampil sebagai model brosur sekolah mereka, SMA Abiseka atau biasa dijuluki SMA A, sebab punya susunan wajah dan gaya berbusana yang luar biasa enak dipandang mata.
"Mereka lagi cosplay jadi F4? Bukannya sekolah ngelarang buat berkelompok gitu, ya?" Seorang murid perempuan dengan rambut berpotongan bob berkomentar, membuat satu dari keempat orang itu menghentikan langkahnya.
"Tergantung tujuan berkelompoknya dong, shay" balasnya centil sambil mencubit pipi perempuan itu gemas. "Btw, your hair looks so cute. Elo nyalon dimana?"
"Mike! Jangan gangguin adek kelas." Suara menggelegar milik Zahara menyadarkan sosok laki-laki bertubuh tegap yang memiliki sifat kemayu itu. Membuat Mike yang semula tengah kepo dengan model rambut milik adik kelasnya itu tersadar untuk kembali bergabung dengan tiga orang yang sudah berjalan cukup jauh. Sebelumnya Mike menyempatkan diri untuk menebarkan flying kiss pada sosok berambut bob itu sebagai salam perpisahan. Membuat sosok yang menerimanya kewalahan hingga bingung harus bereaksi seperti apa.
Sambil berjalan Mike menyentuh rambut miliknya yang dipotong cepak dan tampak keren, namun pemiliknya itu tampak tak puas dengan modelnya, sibuk membahas bagaimana lucuya rambut milik adik kelasnya tadi. "Mike, rambut lo dipotong di barbershop paling mahal di Jakarta. Tapi elo masih nanya ke adkel tadi dia nyalon dimana?" Saras yang berjalan di sebelahnya berkomentar.
"Korelasinya?"
Tiga orang yang mendengar Hilda akhirnya ikut masuk kedalam percakapan dengan pertanyaan yang nadanya tidak sedap itu tiba-tiba menjadi tegang, takut kalau salah menjawab lalu sebagai balasannya akan ditampar hingga kacau dengan kata-kata pedas andalan gadis itu. Mike menyenggol Saras memintanya segera menjawab pertanyaan Hilda, sementara Zahara hanya bisa diam-diam menyemangati gadis itu dengan mengangangkat sebelah tangannya yang terkepal.
"Maksud gue, babershop langanan Mike kan udah yang paling mahal dan paling top. Nggak mungkin kan ada tempat potong rambut yang lebih bagus dari itu?" jawabnya ragu-ragu. Namun, karena sosok Hilda diam, Saras yang mengira pendapatnya bisa diterima memilih untuk melanjutkan kalimatnya dengan kepercayaan diri yang sedikit berlebihan. "Lagian kalo dilihat dari tampilannya, cewek tadi kayaknya bukan tipikal orang yang langanan di salon mahal. Kalian liat tas yang dia pake? NO! nggak banget. Gue yakin Mike nggak bakalan mau ngorbanin rambutnya buat potong rambut di salon nggak jel—"
Suara decakkan dari bibir Hilda menghentikan ocehan Saras. Wajah Hilda tertekuk, kelihatan sekali jika saat itu bukan waktu yang tepat untuk menganggu sosoknya lagi. Zahara yang berjalan di sampingnya menoleh ke belakang sambil memberi isyarat pada dua temannya yang lain untuk diam. Namun gadis itu kecolongan pada sosok lain yang muncul dari arah yang berlawanan dari arah keempatnya datang.
"Wah, kalian berantem lagi? Emang susah sih nyatuin orang bego sama yang mulia rangking satu si nggak pernah salah ini." sosok laki-laki dengan alis super tebal bernama Viko datang sambil melempar pertanyaan basa-basi ketika melihat raut wajah Hilda yang tidak mengenakkan. Tangannya sibuk mengapit sosok lain, sedangkan matanya dengan menyebalkan melirik pada Saras dan Hilda bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Luck
Novela JuvenilHilda selalu penasaran dengan senyum lebar dan sekuntum bunga berwarna kuning yang kerap dilihatnya bermekaran menghias wajah-wajah sosok yang menurut dia semestinya terpuruk, yang paling tidak, seharusnya memasang wajah horor macam dirinya. Mereka...