Seluruh makhluk di bumi ini tidak bisa memilih mereka akan hidup menjadi apa, mereka akan memulai berkembang seperti apa atau bahkan menentukan bagaimana perjalanan kisah hidupnya. Nyatanya Sang Kuasa lah yang telah mengatur semua tanpa kita kehendaki.
Lalu kekuasaan sepenuhnya bukan milik manusia meskipun tercatat bahwa mereka adalah ciptaan paling sempurna yang pernah ada. Masih ada langit di atas bumi, bahkan masih ada langit lagi di atasnya langit. Manusia tidak ada setitik tinta jika di bandingkan dengan apa yang ada di seluruh jagad raya ini. Apalagi di bandingkan dengan Sang Pencipta yang Maha Kuasa.
Orang bilang hidup itu hanya sebentar, hanya mampir di dunia lalu nanti kembali lagi ke asal. Tidak ada lagi yang perlu di sombongkan, tidak ada lagi yang perlu di agung-agungkan dari sisi manusia.
Eric menatap seorang laki-laki berumur yang duduk di atas kursi jati berukir naga dengan tajam. Menelisik setiap inci wajah yang mulai mengeriput itu seakan ingin menguliti sekarang juga. Laki-laki itu kemudian tertawa melihatnya. Mengusir sepi nan pekatnya ruangan bercahaya remang. Tawanya berdengung nyaring mengusik gendang telinga Eric.
Dengan mengepal tangan di sisi tubuh Eric melangkah kedepan. Setiap derap kakinya diliputi siaga.
"Berhenti menyakiti ibu ku!"
Emosinya meluap bersama ucapan itu. Urat-urat halus mulai menonjol pada setiap sisi wajahnya menandakan amarahnya sudah tidak bisa ia tahan lagi.
Laki-laki berumur itu memutar lengan seorang wanita yang berjongkok didepannya. Tangan wanita itu melingkar kebelakang tubuh dengan posisi badan menghadap kedepan. Teriakan kesakitannya menghentikan langkah Eric yang mulai maju perlahan.
"Kubunuh jika tidak kau lepaskan ibuku!"
"Eric.. Eric.. baru seumur jagung sudah berani mengancam rupanya." Laki-laki berumur itu tersenyum miring masih belum melepaskan pegangan pada wanita di depannya.
"Eric, pergilah sayang selamatkan dirimu. Ibu tidak apa-apa, bawa adik mu pergi dari sini. Pergilah cepat!" Wanita yang menyebut dirinya ibu itu menangis, sambil menggigit bibirnya menahan sakit di sekujur tubuh. Dan Eric tahu itu.
"Tidak Bu, kumohon bertahanlah." Ia semakin mengeratkan genggaman pisau kecil di tangan kanannya.
Emosinya naik turun dan tidak stabil, ia benci ini, ia benci laki-laki berumur itu, ia benci dirinya menjadi pecundang yang tidak bisa melakukan apa-apa bahkan untuk sekedar menolong ibu nya yang di siksa. Bawaan umurnya yang masih remaja belum tau banyak soal membunuh dan di bunuh, menyerang atau di serang, menangis atau memaki.
"Lepaskan ibu ku, kumohon." Air matanya sudah sejak tadi mengalir deras membasahi pipi. Eric tidak peduli jika ia menjadi laki-laki cengeng. Yang ada di pikirannya saat ini adalah nasib ibunya. Bagaimana Eric menyelamatkan ibunya dari siksaan laki-laki brengsek itu.
"Cih.. drama anak ibu yang menyedihkan." Laki-laki itu berkomentar dengan sekali hentakan di tendangnya punggung ringkih wanita di depan. Membuat wanita itu ambruk dan terbatuk hebat.
"Ibuuu!!!!" Eric reflek berlari menyusul ibunya, melupakan pisau kecil di tangan yang terjatuh dan menimbulkan bunyi berdenting. Eric tidak peduli. Ia hanya menginginkan ibunya.
"Ibu, ibu bertahanlah, kumohon."
Eric menangis tersedu-sedu. air matanya keluar lebih banyak. Eric membantu ibunya terududuk lantas memeluknya. Hatinya rapuh, namun ibunya lebih rapuh lagi. Belum sampai semenit berlangsung bahunya di tarik kencang karena sengaja di lakukan untuk memisahkannya lagi.
"Lepaskan aku brengsek!"
"Berani sekali mulut kecil mu itu bicara!"
Perutnya di hantam dengan keras. Tubuhnya terhempas menabrak dinding dingin menimbulkan suara bedebum. Rasa sakit di sekujur ulu hati. Tubuhnya yang masih lembek dan belum sekeras laki-laki itu terbatuk mengeluarkan sedikit darah segar. Rasanya dirinya menginginkan kematian secepatnya. Tetapi sebelum itu Eric harus menyelamatkan keluarganya lebih dulu.
Eric tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini kecuali ibu dan adiknya saja. Ayahnya sudah terkapar tak berdaya di lantai debu nan usang itu. Perutnya berlubang dan banyak mengeluarkan darah, peluru telah menembus tubuhnya. Nyawanya sudah tidak bisa di selamatkan lagi.
Matanya mulai menutup sayu secara perlahan. Samar-samar ia melihat adiknya berlari bersama seorang pemuda bertubuh tinggi dan berbadan besar. Tubuh pemuda itu tinggi menjulang, lebih besar dan lebih tinggi dari pada tubuh ayahnya. Suara sirene polisi sayup-sayup terdengar. Kemudian semuanya menjadi gelap dan Eric tidak bisa lagi mengingat semuanya.
__________________________________
Hallo semua😁
Happy reading....
KAMU SEDANG MEMBACA
Eagle Eye
Teen FictionLaura merupakan siswa pindahan dari sekolah lain. Ia terpaksa mengikuti orang tuanya berpindah kota karena terbelit ekonomi. Siapa sangka sekolah baru yang ia tempati bukan seperti sekolah lamanya, pada sekolahnya saat ini terkesan mengerikan dan be...