Satu

6 2 0
                                    

Laura Nathania harus berpindah sekolah atas permintaan ibunya. Sebenarnya ia tak begitu menyukai hal baru. Laura bukan orang yang pandai menyesuaikan diri, butuh banyak waktu untuknya nyaman di suatu tempat yang baru dan orang-orang baru pula.

Ketika Karin, ibunya yang terus saja ngeyel mengajaknya berpindah ke kota lain untuk alasan memperbaiki ekonomi yang mulai menurun karena semakin banyaknya orang-orang baru yang terus masuk bergilir merebutkan pekerjaan. Ia di desak untuk ikut bersama keluarganya dengan berat hati.

Ayahnya yang hanya karyawan perusahaan dengan gaji setiap bulan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari. Apalagi gaji itu sebagai modal satu-satunya agar ibunya bisa melanjutkan usaha restoran kecil demi menambah penghasilan.

Menemukan hal baru memang selalu lebih menggoda dan menyenangkan tapi menurutnya untuk sesuatu yang baru kita dapatkan maka ada hal lama juga yang perlu kita tinggalkan. Misalnya saja teman-temannya di sekolah, tempat-tempat bermainnya, para tetangganya, dan semua yang dulu hidup berdampingan dengannya. Lalu sekarang ia akan memulainya lagi dari nol.

Bahkan untuk urusan sekolah saja mereka telah menyiapkan segalanya, dari mulai pendaftaran, model pembelajaran apa yang akan ia terima, dan tempat les mana yang akan ia datangi nanti. Komplit lengkap dan Laura harus menyesuaikan diri dari awal.

Seperti saat ini ketika ia sudah berhadapan langsung dengan gerbang masuk area sekolah barunya, Laura hanya menyapa pertemuan pertama mereka dengan nafas gusar.

Laura mengeratkan lagi tas ransel di pundak. Semoga hari pertamanya menyenangkan.

Setelah bermenit-menit berada di ruangan guru demi menunggu Bu Marta, wali kelas yang akan menunjukkan kelasnya nanti, Laura masih belum bernafas lega karena ia di haruskan untuk menganalkan diri di hadapan semua murid kelas yang hampir seluruh perhatian berpusat kearahnya. Untung saja Bu Marta tidak begitu lama membuang waktu hanya untuk sesi berkenalan.

"Terimakasih Laura, semoga kau betah dan nyaman di sini. Kalau begitu kau boleh duduk sekarang di bangku nomer tiga yang kosong itu. Semoga hari pertama mu menyenangkan." Bu Marta tersenyum manis. Dari mimik wajah dan gaya bicaranya sangat menunjukkan jika wanita itu orang yang ramah.

Laura membalas senyum. "Terimakasih Bu Marta."

Bangku yang ia tempati tepat berada di tengah antara sisi bangku-bangku yang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bangku yang ia tempati tepat berada di tengah antara sisi bangku-bangku yang lain. Masing-masingnya di tata sepasang, dua meja dan dua kursi. Laura melangkah kearah bangku itu, dan beberapa kali menjawab ketika beberapa murid menyapa.

"Permisi.."

Laura masih mengingat bahwa ramah tamah dengan orang baru itu penting, maka ia harus menyapa dulu seseorang yang akan duduk bersebalahan dengannya ini.

"Aku ijin duduk boleh? Kau tidak keberatan?"

"Memang ada lagi bangku kosong selain ini"? Nada ketus keluar dari mulut cowok berkacamata bulat yang duduk disebelah kursinya. Perhatiannya masih tertuju pada buku tebal di meja tanpa mengalihkan pandangan sekalipun.

Eagle EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang