Bab 1: Keluarga.

2 2 0
                                    

Sudah tiga bulan Eliana keluar dari rumah sakit, kesehatan tubuhnya kian membaik walau kadang masih merasakan sakit kepala. Ia yang sekarang ikut tinggal bersama keluarga kakaknya merasa menjadi beban, apalagi dirinya sekarang adalah seorang pengangguran. Dulu, perempuan itu merupakan guru di salah satu sekolah negeri, akan tetapi, pihak sekolah memberhentikan secara sepihak selepas Eliana mengalami kecelakaan serta koma dalam beberapa bulan. Anehnya, wanita yang memiliki rambut panjang hingga punggung itu tidak merasa marah, sedih, atau kecewa, berpikir jika hal tersebut adalah normal.

Dia yang sedari tadi duduk di ruang tamu sambil menatap laptop tiba-tiba merasa ngantuk, ditambah sudah berulang kali menguap. Eliana kemudian mematikan laptop dan akan beranjak ke kamar, tapi pintu rumah mendadak terbuka diikuti langkah kaki masuk dari kakak ipar bersama anaknya.

"Hai, Tante," sapa Bisma dengan nada riang dan senyum merekah, berjalan menghampiri Eliana serta memeluknya. Lalu, disusul Emilia yang ikut mendekat seraya bertanya. "Gimana kondisi kamu, Dik?"

Eliana berjongkok dan memeluk bocah laki-laki berusia tujuh tahun, kemudian, bola matanya berpindah memandang kakak iparnya. "Aku baik-baik saja, Kak," jawabnya. Ia begitu bersyukur mempunyai kakak ipar yang sangat perhatian juga sayang padanya.

"Syukurlah," ucap ibu satu orang anak.

"Tante, habis ini main ya?" ajak Bisma yang masih berada dalam dekapan hangat tantenya. Namun, perkataan dari anak laki-laki tersebut mendapat instruksi dari sang ibu. "Bisma, Tante Eliana masih sakit, jadi harus butuh banyak istirahat."

Bisma memandang ibunya dengan bibir cemberut, dari raut mukanya terlihat rasa kecewa. Sedangkan Eliana yang masih memeluk keponakannya itu merasa gemas dan mencubit pipinya sembari berbicara. "Boleh, tapi Bisma harus ganti baju dan makan dulu."

"Yeee ... asyik main sama tante." Suara riang yang keluar dari mulut anak berumur tujuh tahun. Selanjutnya, melepaskan pelukan dari tantenya serta berlari kecil ke kamar, tak berselang lama sudah kembali ke ruang tamu sambil membawa beberapa mainan.

Saat Emilia berada di dapur, Eliana yang tengah bermain bersama Bisma di ruang tamu tiba-tiba merasa pusing, diikuti kelopak mata terasa berat serta perlahan mulai terpejam. Hal terakhir yang dilihatnya adalah Bisma melempar senyum menakutkan padanya, lalu semua menjadi gelap gulita.

***

"Eliana ... Eliana ...." Secara perlahan kedua mata perempuan itu terbuka ketika mendengar suara yang memanggil namanya. Saat itulah tersadar jika dirinya sedang berada di kamar dan terbaring di ranjang. Ia memandang Pandu, Emilia, juga Bisma dengan bergantian, lalu bertanya. "Ada apa, Kak? Apa yang terjadi padaku?" Pasalnya melihat mimik cemas dari wajah ketiga orang di depannya, ditambah Bisma yang tengah menangis.

"Tadi siang kamu pingsan," timpal Emilia yang berdiri di sebelah suaminya, menatap penuh prihatin kondisi adik iparnya.

"Maafkan Eliana, Kak," papar gadis itu yang merasa bersalah karena telah membuat khawatir ketiga orang tersebut.

"Tidak apa-apa," tukas Pandu sambil tangan kiri mengelus lembut kepala adiknya, "kata dokter kamu cuma kelelahan."

Eliana mengangguk sesudah mendengar penuturan dari kakaknya, dan sekali lagi meminta maaf. Lalu, sorot matanya tertuju pada anak kecil yang masih menangis. "Bisma, kenapa menangis?" tanyanya. Si empu nama mendekat sambil menghentikan isak tangis. "Maafin Bisma, Tante. Gara-gara Bisma, Tante Eli kelelahan dan pingsan." Usai menjelaskan hal tersebut, kembali menangis.

Perempuan yang duduk di atas ranjang itu tersenyum kecil, kemudian memeluk keponakannya sambil berkata. "Bisma gak salah, jadi jangan menangis. Nanti Tante Eli ikut sedih." Bocah berusia tujuh tahun itu memandang wajah tantenya, diiringi kedua tangan bergerak menghapus air mata. Sempat mengulas senyum kecil sebelum membalas hangat pelukan sang tante. Sedangkan bola mata Eliana melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam, berarti hampir setengah hari dirinya pingsan.

Setelah melepaskan pelukan, ia hendak berbicara dengan Pandu juga istrinya, tapi, yang lebih dulu terdengar adalah suara dari perutnya. Eliana tersenyum canggung karena sedikit malu, sementara sepasang suami istri dan anaknya malah tertawa lebar. Setelah itu, Emilia pergi ke dapur serta kembali dengan membawa sepiring nasi beserta lauk yang terlihat sangat lezat, disusul duduk di samping tempat tidur dan bersiap menyuapi adik iparnya. Melihat kakak iparnya kembali dari dapur sambil membawa sepiring makanan langsung membuat Eliana yang lapar segera ingin makan, akan tetapi, dia mencium bau busuk dari nasi juga lauk yang dibawa oleh Emilia.

Eliana berpikir bahwa ada yang salah dengan indera penciuman miliknya, hal itu kian terbukti setelah sesendok nasi masuk ke mulutnya dan merasakan makanan tersebut enak. "Lezat kan?" tanya Emilia sambil mengulas senyum aneh. Eliana yang tiba-tiba merasa takut hanya dapat mengangguk, lalu berganti memandang Pandu serta Bisma yang juga memperlihatkan senyuman aneh. "Enak kan?" Ayah dan anak itu bertanya secara kompak.

Gadis itu menjadi semakin takut, ditambah bulu kuduknya berdiri tegak dan detak jantung tak berirama, kemudian memilih makan sendiri tanpa disuapi lagi oleh kakak iparnya. Selesai makan, dia segera minum obat serta kembali beristirahat.

00.00 WIB.

Eliana terbangun dari tidur pada jam dua belas malam, kepalanya segera menoleh ke kanan juga kiri secara cepat, kemudian mengembuskan napas panjang. Gadis itu baru saja mengalami mimpi buruk, sehingga wajahnya pucat dan penuh keringat, ditambah jantungnya berdebar sangat keras. Usai memenangkan diri, lalu beranjak menuju dapur karena merasa haus, dan ketika kembali dari dapur serta berjalan melewati ruang tamu, melihat laptop miliknya yang berada di atas meja masih menyala.

"Aneh." Pikir Eliana. Tiba-tiba merasa takut sekaligus penasaran, lantas, dengan pelan melangkah ke tempat laptopnya berada.

Saat hendak mematikan laptop, dia secara tidak sengaja membaca lowongan pekerjaan yang ada di internet. Eliana kemudian duduk, dan mengirimkan email  lamaran pekerjaan dengan senyum lebar, bahkan rasa takut yang tadi sempat menderanya sudah tak lagi dirasakan. Tak kurang dari lima menit dirinya sudah mendapat email balasan, yang isinya mengajak janji bertemu untuk interview. Ia yang memang sedang butuh pekerjaan segera menyanggupi tawaran tersebut, lalu saling bertukar nomor handphone serta menentukan tempat untuk bertemu. Selepas percakapan berakhir, gadis itu mematikan laptop dan kembali ke kamar untuk melanjutkan tidur.

06.11 WIB.

Eliana yang masih tertidur pulas merasa kalau tubuhnya sedang bergoyang, lalu ketika membuka mata melihat keponakan kecilnya sudah berdiri di samping tempat tidur seraya memasang senyum lebar. "Tante Eli, ayo bangun. Disuruh mama untuk sarapan," ucap Bisma. Sedangkan gadis itu hanya menguap lebar sambil kedua tangan mengucek mata. "Iya, makasih udah bangunin tante," timpal Eliana sembari mencubit pipi keponakannya. Selanjutnya, turun dari tempat tidur dan melangkah ke kamar mandi, sesudah membasuh muka serta gosok gigi, pergi ke ruang makan untuk sarapan bersama keluarga kakaknya. Anehnya, saat hendak  menyendok makanan ia kembali mencium bau busuk, tapi, saat melihat kakak bersama istrinya juga Bisma makan dengan lahap, Eliana memilih mengabaikan hal tersebut, berpikir jika indera penciumannya memang bermasalah.

*****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kelas A1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang