Why? Chapter 3

4 7 11
                                    

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar.

Terima kasih

Happy reading
♥~~♥



Chapter 3
Erland

Pagi hari yang sangat tenang untuk beberapa orang, namun Tanisa bukan bagian dari mereka. Saat mata indah itu terbuka dia sudah di sambut oleh notifikasi ponsel yang membuatnya kalang kabut, Tanisa dengan segera meloncat dari tempat yang sangat nyaman itu. Mencuci muka ala kadarnya saja, lalu bergegas keluar kamar. Berlari.

"Please, gue harap gue nggak terlambat, please ... please jangan ada masalah, lagi."

"Kenapa gue tidur cepet banget, sih, malem tadi? Kalo ada apa-apa gimana?"

Hatinya tidak tenang setelah melihat beberapa pesan dari Devan.
Mulutnya diam namun hatinya sibuk berbicara. Merapal doa berharap tidak terjadi apa-apa, tapi bagaimana mungkin tidak terjadi apa-apa? Mengingat pesan dari Devan membuatnya makin tidak tenang.

Tanisa meraba ke kantong celananya sambil berlari kecil menuruni tangga,  niat hati ingin mengambil benda pipih itu."Loh! Hp gue?!"
Tanisa berbalik mengambil ponselnya jangan lupa dengan tas dan barang penting lainnya, dengan segera Tanisa menuruni tangga.

"Please, angkat telpon gue!" 

"Non–"

"Mobil udah siap, belum? Gue harus pergi sekarang!"

Tanisa sempat berpesan kepada salah satu pembantu untuk menyiapkan mobil.
Dalam perjalanan, Tanisa tidak berhenti menelpon satu nomor. Berkali-kali. Tapi tidak ada jawaban dari nomor itu.

"Jangan macet, please ..."

"Pak, bisa cepet dikit, nggak?" ucap Tanisa. Sepertinya dia bisa gila jika seperti ini. Nomor yang Tanisa telpon tidak menjawab teleponnya.

***

Tanisa segera keluar dari mobil, bergegas masuk ke dalam gerbang rumah Qiandra. Untung di depan ada satpamnya sehingga dia tidak perlu menunggu untuk masuk ke dalam gerbang rumah Qiandra.

"Qiandra!"

"Qiandra!"

Tanisa langsung mencari Qiandra, seseorang yang membuat dirinya kalang kabut di pagi hari, ini.
Dimana dia?

"Kenapa nggak ada orang sama sekali di sini? Ya ampun. Qiandra lo dimana, sih?"

Tanisa bergegas ke kamar Qiandra, mencari batang hidung perempuan, itu.

"Qiandra!" Tanisa berteriak. Lagi.

Tidak. Tanisa tidak menemukan perempuan itu di kamarnya.
Tunggu, atau perempuan itu sekarang ada di rumah sakit? Atau dimana?

Tanisa mengikuti instingnya, mungkinkah Qiandra sekarang berapa di rumah sakit? Tanisa bergegas turun sambil menunduk.

"Lo ngapain, disini?"
Suara itu, Tanisa melihat asal suara itu. Dengan cepat Tanisa menuruni anak tangga lalu memeluk tubuh perempuan yang ada didepannya.

"Lo kemana, aja, sih? Lo nggak pa-pa, kan? Ada yang luka? Ada yang sakit? Di mana? Di mana? Hah?!"
Tanisa tidak bisa menahan air matanya. Dia bertanya sambil memperhatikan seluruh tubuh Qiandra.

"Lo kenapa, sih? Gue baik-baik, aja, kok" terang Qiandra.

"Lo bohong!"

Tanisa tidak bisa percaya dengan kata-kata Qiandra. 'Tidak apa-apa' mulut Qiandra tidak bisa dipercaya, perempuan ini sudah sangat sering berbohong akan keadaan dirinya.
Membohongi semua orang dengan senyumnya. Menutupi semua luka dan rasa sakit dengan senyumannya.

Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang