Chenle sendiri, awalnya ia tidak memiliki siapa-siapa sampai akhirnya seorang gadis cantik mengulurkan tangan padanya, membawanya kepada kebersamaan.
Chenle, Renjun, Jaemin dan Haechan.
Bersama untuk waktu yang tidak bisa dibilang sebentar. Lima tahun waktu yang cukup untuk saling mengenal, namun masih ada ragu untuk mendekat. Lima tahun waktu yang cukup untuk menjadi sahabat, namun ada canggung diantara mereka.
Meski begitu, telah banyak kenangan yang ditorehkan. Lama waktu yang dilewati bersama mengulas berbagai warna dalam kanvas putih. Tawa bahagia, senyum keyakinan, tangis kesedihan, tatapan kekecewaan telah dilalui.
Chenle hargai semua itu, namun disaat ia ingin terbuka dengan Jaemin dan Haechan, dua sahabatnya itu malah berbalik pergi meninggalkan Chenle. Juga Renjun yang hangat kini diam dan dingin tak tersentuh.
Dan kini hanya sesal yang tertinggal. Chenle selalu yakin bahwa dirinya akan baik baik saja, tapi fakta dan hatinya berbanding terbalik dengan semua harapannya. Hatinya dikuatkan agar siap, namun tetap saja sakit saat mendengar untaian kata kekecewaan dari bibir Cherry gadis Tan itu.
Tekadnya bulat untuk tidak terus sembunyi, namun runtuh kala raut ceria Jaemin berganti datar dengan tatapan menusuk hati.
Sakit.
Itikad baiknya memang akan berakhir seperti ini, tapi Chenle masih tetap saja merasa sakit. Ada pedang tak terlihat yang menghunus tepat di jantungnya.
Gadis Zhong itu akui jika ia salah. Sangat salah. Meminta maaf ribuan kali pun mungkin hanya akan membuat muak Haechan juga Jaemin.
Dan sekarang, ia terlalu takut untuk menghadap Renjun. Orang pertama yang mengulurkan tangan padanya telah ia khianati. Kejam sekali Zhong Chenle ini.
Dan dengan tidak tahu malunya ia meminta Park Jisung sang kekasih untuk tetap di sisi. Menemani seperti beberapa waktu kebelakang, memang tidak akan sama lagi, tapi setidaknya ada alasan untuk Chenle tetap menginjak tanah di dunia ini.
"Sorry tapi gue gak bisa terus disini. Gue gak marah, cuma i just need some rest." Jaemin langsung pergi begitu saja dari Cafe sore itu.
"Sumpah gue nggak marah, cuman kecewa. Gue kecewa banget sama Lo." Kalimat terakhir yang Haechan ucapkan saat hendak pergi menyusul Jaemin terus terngiang.
Ketakutan terbesar Chenle adalah ditinggalkan, namun dia juga yang membuat orang lain disekitarnya pergi meninggalkan. Lucu bukan?
Tangan putih itu terangkat untuk memukul kepalanya, sebuah kebiasaan untuk mengusir pemikiran tidak baik yang memang selalu bersarang di otaknya. Jambakan kecil di rambutnya sedikit berguna untuk menghilangkan denyutan menyakitkan di kepalanya.
Chenle ingin sekali menangis, menangis untuk sakit di kepalanya dan sebagian besar untuk keadaan hidupnya. Ia ingin menangis sekencang-kencangnya, namun yang keluar hanya linangan air mata dan isakan menyayat hati yang mendengar.
Seharusnya Chenle tidak menangis, ini semua salahnya, dia penyebabnya, dia orang jahatnya dan sekarang dia bersikap seperti korban? Bagaimana menurut kalian?
Sebuah cekalan ditangannya terasa, perlahan membawa tubuh yang semakin kurus itu kedalam sebuah dekapan. Tangisnya semakin kencang saat menyadari siapa yang memberikan pelukan pertama di saat keadaanya yang buruk ini.
Jisung. Chenle sangat bersyukur pemuda jangkung itu datang ke apartemennya sekarang, memberikan pelukan yang paling sangat Chenle butuhkan sekarang. Semoga Chenle masih kuat untuk dapat membalas kebaikan Jisung.
"Hey, udah ya? Gak apa-apa," suara halus itu membuat Chenle sedikit tenang, menarik nafas dalam-dalam guna menghentikan tangisnya, "gak apa-apa, kamu hebat udah berani bicara sama Ka Jaemin juga juga Kak Haechan, gak apa-apa, aku masih disini kalau mereka pergi. Kamu memang keterlaluan, tapi aku yakin kamu nggak akan lakuin itu lagi setelah ini."
Tatapan itu Chenle benci sekaligus Chenle sukai, tatapan lembut seorang Park Jisung yang bisa membuat orang yang melihatnya akan jatuh cinta.
Pemuda Park itu menguatkan sang kekasih, meski pada awalnya ia juga sama kecewanya dengan Jaemin dan Haechan sampai-sampai ia mengabaikan sang kekasih dan mendiaminya selama hampir dua Minggu. Dan selama itu Jisung total diam, tidak seperti saat mereka bertengkar biasa, jisung akan tetap mengirim pesan singkat atau memperhatikan kekasihnya dari jauh.
Awalnya, hari ini Jisung mendatangi Chenle adalah untuk meminta putus, mereka bersama secara baik-baik maka berpisah pun harus secara baik-baik. Namun melihat Chenle seperti tidak bernyawa seperti ini membuat niatnya runtuh, merangkul dan mendampingi jauh lebih baik dibanding berpisah dan menjauh.
Hanya dalam dua minggu itu tatapan penuh binar itu hilang berganti tatapan kosong seolah pemiliknya sudah tiada. Pipi mochi yang selalu Jisung cubit hilang entah pergi kemana. Raut ekspresif khas Chenle hanya tersisa kesedihan yang suram dan muram.
"Aku disini, kamu gak sendiri, sayang." Hanya sederhana itu mampu membuat Chenle kembali hidup. Terimakasih banyak Jisung.
|〜꒪✧ END ✧꒪〜|
211226.21:20
KAMU SEDANG MEMBACA
ιστορία | Just Story
RandomJust... ----------------------------------- Zhong Chenle Warn! Gs ----------------------------------- └(♬✧⊰⊹➝ 25 Desember 2021