"Wah, Andra udah gede aja sekarang, yakk. Inget sama Om Vio nggak?" Dipta meletakkan tangannya di atas kepala Andra, lalu mengusap-usap lembut rambut balita berusia tiga tahun itu.
"Mana inget anak gue sama lo, Dip. Lo terakhir datang ke sini pas Andra baru 7 bulan." Dion menjawab santai yang kemudian hanya memperoleh balasan senyuman sekilas dari Dipta.
Sementara, Andra tampak mengirimkan sinyal waspada lewat tatapannya pada sosok sahabat sang ibu yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.
"Andra main sama Om, yuk. Om beliin mobil-mobilan buat Andra. Kita main bareng." Dipta menggoyang-goyangkan dua tas plastik putih berisikan mainan yang baru dibelinya khusus sebagai oleh-oleh untuk Andra.
"Sana Andra salim dulu sama Om Vio terus minta mainannya," bisik Dion di telinga sang putra yang kini tengah duduk di atas pangkuannya.
"Ga mau, Papa." Andra menggeleng-gelengkan kepala tanda tidak ingin menuruti ucapan ayahnya. Tatapan waspada dan takut masih diperlihatkan balita itu.
"Masa anak Papa takut sama Om Vio?"
Gelengan singkat ditunjukkan Andra tanpa berbicara kembali. Dion ingin tertawa, tetapi diurungkan agar putra kecilnya lebih merasa nyaman dengan kehadiran Dipta.
"Mana mungkin Andra takut sama Om Vio. Andra anak pemberani." Dipta mengeluarkan pujian dan mencoba merayu keponakannya itu supaya dapat cepat luluh.
"Kita main mobil-mobilan, yuk. Andra ajarin Om cara mainnya, biar Om menang."
Setelah menyelesaikan ucapannya, Dipta lalu membuka salah satu bungkusan mainan yang ia beli. Sedangkan, Andra juga mulai tertarik dengan mainan mobil balap yang terlihat begitu menarik.
"Sana main sama Om Vio." Dion masih berupaya membujuk Andra, kemudian menurunkan sang putra dari atas pangkuannya.
Mainan mobil-mobilan yang kini dipegang oleh Dipta sukses mengambil alih perhatian Andra bak magnet. Dan, membuatnya perlahan tetapi pasti berjalan mendekat ke arah Dipta, meski dengan langkah malu-malu.
"Ini mainan buat ponakan Om yang ganteng." Dipta sedikit membungkukkan badannya sambil mengulurkan mainan yang ia bawa.
Andra menerima hadiah mobil-mobilan yang diberi menggunakan kedua tangan mungilnya sembari memerlihatkan senyuman lucu dan menggemaskan. "Makasi, Om."
Secara refleks, Dipta pun mengeluarkan tawa kecil dan ikut tersenyum karena ungkapan terima kasih dari Andra yang terdengar tulus.
"Sekarang kita main bareng, yuk?" Dipta mengusapkan ibu jari tangan kanannya dengan lembut di pipi chubby Andra. Tetapi, lagi-lagi hanya balasan berupa gelengan kepala Andra yang didapatkan Dipta.
"Andla mau main sendili."
Belum sempat Dipta menanggapi ucapan batita itu, Andra sudah berlari menuju kamar dengan langkah kaki yang gesit. Dipta pun tak bisa menyembunyikan tawanya. Andra jadi hiburan terdiri bagi Dipta saat datang ke rumah sang sahabat siang ini.
"Kalau lihat anak lo. Gue keinget sama sifat Riana," komentar Dipta setelah tawanya hilang.
"Haha. Iya gue juga merasa kayak gitu. Dari segi sifat anak gue emang lebih mirip emaknya ketimbang gue," tanggap Dion dengan nada santai.
"Lo mau minum apa, Dip? Gue sampai lupa nawarin minum."
Dion lantas bangun dari sofa yang ia tempati dan hendak membuatkan minuman untuk tamunya. Tapi, gelengan singkat dari Dipta yang tertangkap oleh matanya mengurungkan keinginan Dion.
"Kagak usah repot-repot bentar lagi gue mau cabut. Gue kira Riana ada di rumah, makanya dari bandara gue langsung ke sini tadi."
Dion kembali duduk. "Dia pamit sama gue katanya mau ketemu Indria dan Sasmita. Lo punya keperluan mendesak sama istri gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Just For Our Baby, Not U (IA)
General FictionHanya kesalahan dalam semalam, membuat impian yang selalu didambakan oleh Riana hancur berkeping-keping tanpa mampu ia cegah. Menikah dengan sosok laki-laki yang tidak dicintai memang bukan hal yang pernah ia dambakan. Namun, apa daya laki-laki itu...