03. Lunch

58 27 6
                                    

   Siang ini, Bayu dan Lauren tengah berada di sebuah kafe. Sepulang  melakukan meeting dengan kliennya,  mereka berdua merasa lapar dan memutuskan untuk berhenti makan siang di tempat ini. Kebetulan kafe ini juga terletak  tak jauh dari kantor klien-nya tadi.

"Pah, mama baru ngerti kalau di sini ada kafe yang punya makanan seenak ini."

"Masak sih?"

  Lauren mengangguk. Antusias ia memotong steak di piringnya dan menyuapkan potongan itu pada sang suami.

"Beneran enak, kan, Pah?"

"Mama modus, ya?"

Ibu satu anak itu memukul pelan lengan suaminya. Jujur, ia masih sering malu jika digoda oleh suaminya. Padahal umurnya sudah tidak lagi muda, tetapi kelakuannya mirip anak muda.

"Papa, ih!"

"Iya. Beneran enak," jujur Radit tersenyum lebar.

"Mah, gimana anak kita?"

Lauren menatap serius ke arah suaminya.

"Apanya?"

"Dia udah kelas 3 lo. Itu tandanya...."

  Sekarang ini Nando sudah berada di  semester dua. Itu artinya, sebentar lagi putranya akan lulus dari bangku sekolah atas. Mereka perlu berbicara serius untuk menentukan bagaimana masa depan anaknya nanti.

"Soal itu kita bahas di rumah aja, Pa. Ayo makannya dilanjutin dulu!"

  Mereka berdua melanjutkan kegiatannya masing-masing. Setelah  selesai, Lauren memanggil seorang waiters dan meminta struk  pembayaran.

...

"Nando!!"

"Apa?"

"Aku minta maaf," ucap Fiona menggoyang-goyangkan lengan kekasihnya.

  Siang ini, Nando tengah berada di rumah Fiona. Dia hanya duduk bersandar pada sofa sembari memainkan benda pipih di genggamannya. Tentu ia mendengar suara rengekkan dari kekasihnya.

"Udah ngambeknya! Aku minta maaf, udah bikin kamu marah."

"Aku tau aku aku salah udah gak ngasih kabar sama kamu."

"Aku mau pulang aja." Nando memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

"Ih, Nando, jangan pulang!" Fiona merengek.

"Kamu nakal!"

"Aku janji gak nakal, tapi kamu jangan pulang, aku gak nakal lagi."

  Nando menatap datar kekasihnya. Sudah puas ia membuat gadis itu menangis. Berawal dari kesalahannya Fiona yang mengabaikan teleponnya. Tadinya, laki-laku itu  mencoba untuk berpositif thinking. Mungkin Fiona sedang tidak memegang hp atau tidur siang. Namun, sekarang dia marah setelah mengetahui di mana ternyata sang kekasih.

  Lama mencari, ternyata Fiona berada di sebuah kafe, di pinggir jalan raya. Ia berkumpul di sana, bersama teman-temannya. Gadis itu bahkan mengaku sengaja mematikan teleponnya karena tidak ingin diganggu. Nando menemukannya ketika  hendak menuju rumah Andre, ia tidak sengaja melihat kekasihnya dan langsung saja ia menyeret gadis itu pulang.

"Kenapa tadi gak mau pulang?"

"Fio masih mau main, Kak."

"Ya udah, sana main!"

"Anterin lagi ke sana!"

"Fio!!"

  Bulu kuduk gadis itu sedikit meremang. Ia takut ketika mendengar suara seperti itu. Suara itu seperti membuatnya diselimuti oleh aura horor. Fiona menundukkan kepalanya. Jemari mungiknya sibu memilin ujung baju yang ia kenakan.

NANDOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang