Aruna menghela nafasnya berat. Ia baru saja tiba di apartemen sederhana miliknya. Kegiatan di kampus hari ini sungguh melelahkan. Gadis itu merebahkan dirinya dikasur, pandangannya jatuh pada langit kamarnya.
Ia tinggal sendiri di apartemen ini. Kejadian pada masa lalu yang membuatnya memilih untuk berpisah dengan keluarganya dan memulai kehidupan dengan mandiri. Kepalanya pusing jika harus mendengarkan perdebatan kedua orang tuanya. Rasanya tak ingin Aruna ingat-ingat lagi tentang hal itu.
Suara erangan kucing membuat Aruna berdiri dengan segera. Nampaknya ia lupa memberi makan Daisy, kucing putih yang enam bulan terakhir ini menemaninya.
“Bentukmu semakin menyerupai buntalan kapas. Kau hampir tak berbentuk seperti kucing lagi.”
Aruna terkekeh, kucingnya selalu saja bersikap menggemaskan. Jika saja Daisy mengerti ucapan Aruna, pasti kucing itu akan mencabik majikannya. Bisa-bisanya Daisy disamakan dengan buntalan kapas.
‘Tok-tok!’
Pintu apartemen diketuk, siapa yang bertamu sore ini? entah, Aruna juga tak tahu.
“Untuk apa ke sini?” tanya gadis ini setelah membuka pintu apartemennya.
Pandangan Aruna tampak seperti mengintimidasi seseorang di depannya. Tangannya ia lipat di dada sembari bersender pada pintu. Ia sama sekali tak mempersilahkan tamunya untuk masuk.
Pemuda dengan usia 3 tahun lebih muda dari Aruna itu tersenyum simpul. Kemudian menyelonong masuk ke dalam apartemen tanpa segan.
“Aku hanya ingin mengunjungi kakakku.”
Aruna memutar matanya jengah lalu menutup kembali pintu apartemen. Adiknya sudah berada di ruang tengah sembari duduk di sofa dengan tak beraturan, benar-benar menganggap apartemen Aruna seperti milik sendiri.
“Mama menyuruhmu mengawasiku?” tanya Aruna to the point.
“Untuk apa mengawasimu, tidak penting.”
Renjuna menyalakan televisi dengan volume yang tidak bisa dibilang pelan. Yang lebih tua segera mengambil alih remot tv dan mematikannya. Ia berjalan ke arah kandang kucingnya tanpa berbicara sepatah kata.
“Kak, aku hanya ingin menonton tv di apartemenmu!” rengek Renjuna.
“Pulanglah, bisa-bisa kau dicari mama.”
“Mama papa masih saja bertengkar. Malam ini aku ingin menginap ya.”
“Nanti aku lagi yang kena, sebaiknya kau pulang.”
“Tetapi kucingmu tidak memperbolehkan aku pulang.” simpul Renjuna saat Daisy malah bergelanyut dipangkuan pemuda itu dengan manjanya.
Pernyataan tak berguna sang adik selalu saja membuat Aruna ingin membanting barang di sekitarnya. Daisy juga benar-benar tak mau bangun dari pangkuan Renjuna. Kucing itu tau saja manusia mana yang tampan.
“Kak, apakah mama dan papa tak akan bisa seperti dulu lagi?”
“Tak usah membahas itu, cepat selesaikan makan malammu.”
Dengan cepat Aruna mengalihkan topik pembicaraan yang akan dibahas adiknya. Aruna menjadi sangat sensitif jika berkaitan dengan hubungan kedua orang tuanya yang sudah lama tak harmonis itu. Mereka terlalu mementingkan ego masing-masing tanpa memikirkan perasaan Aruna dan Renjuna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakuna Senandika
FanfictionSiapa sangka, gadis dahayu yang selalu dianggap memiliki kehidupan anindita. Ternyata jauh berbeda dengan kehidupan yang sebenarnya. Started : 28 Desember 2021 Ini cerita pertama saya, jadi kalau masih banyak kurangnya tolong dimaklumi ya.