1.Tempat baru
“terimakasih sudah berkunjung ke sekolah kami,-” ujar ketua osis SMA Dyaksa, Galang.
“Shivanya airina, dan ini rekan saya Narendra wiratama. Panggil aja Shivanya dan Naren” saut Shivanya.
“oh iya Shivanya dan Naren, terimakasih banyak sudah berkunjung ke sekolah kami. Jika ada kesempatan lagi, kita bisa bertemu di lain waktu” ujar Galang tersenyum.
Berjabat tangan dan selesai. Itulah yang dilakukan Shivanya hari ini. Berkunjung ke sekolah yang selama ini menjadi sekolah bebuyutan SMA Elang yang kini sudah lama tidak terdengar lagi konflik diantara SMA Dyaksa dan SMA Elang. Hari ini berjalan sesuai dengan ekspetasi Shivanya. Menjalin silaturahmi dengan SMA Elang dan setelah ini ia pulang kembali ke bangunan kebanggaannya.
Pepatah mengatakan, tak semua realita semanis ekspetasi. Dialog ini terjadi kepada Shivanya. Sebelum ia pergi dari SMA Dyaksa, barang yang selama ini ia genggam tertinggal di ruangan tadi. Shivanya mendelik malas, berdecak sebal.
“kenapa? ada yang ngusik lo?” ujar Naren yang sadar melihat raut wajah Shivanya dibelakangnya.
“hp gue ketinggalan, lo duluan aja” ujarnya dan pergi meninggalkan Naren.
Raut wajah yang datar, mata yang begitu tajam menjadi andalannya. Ntahlah, ia merasa nyaman dengan ekspresi yang seperti ini. Apalagi harus melewati gerombolan para buaya di sekolah ini. Mau tidak mau, shivanya harus melewati lapangan basket yang kini sedang ramai orang. Ia hanya acuh, dan pergi ke Aula. Belum sampai ke Aula, Galang membuat shivanya berhenti.
“nyari hp kan? nih, ketinggalan tadi di atas meja. Gue mau susul lo, eh lo nya malah harus cape cape kesini” ujar Galang basa basi.
Shivanya tersenyum simpul, yang membuat siapapun yang melihatnya akan tersipu malu.
“thanks ya, sorry udah ngerepotin” ujar shivanya
Galang tersenyum, tanpa berpamitan shivanya pergi keluar dari bangunan kokoh ini. Tapi, tak semudah itu. Bola basket yang melambung tinggi berhasil mengenai shivanya yang sedang berjalan. Sontak ia terkejut. Merasakan pening di kepalanya. Orang-orang mulai mengerumuninya, dan ia tak sadarkan diri.
***
“pusing gak?”
tidak usah bertanya seperti itu bukan. Jelas jelas pusing. Terkena bola basket segede gaban.
“sorry gue gak sengaja sumpah” lanjutnya.
Shivanya tak ingin tau siapa pelakunya, dan ia tak ingin berlama lama di sekolah ini. Menurutnya, bangunan ini horor. Tidak aman untuk dia berlama lama disini. Buktinya, ia terkena sial berada di sekolah ini.
“gue gak papa” ujar shivanya. Ia baru sadar ternyata ini UKS. Tempat keramat yang sering ia kunjungi. Rasanya bosan melihat ruangan seperti ini. Bernuansa putih, kotak obat, tabung oksigen dan teman temannya. Oh Tuhan sangat bosan bukan. Yang shivanya inginkan sekarang adalah keluar dari sini. Seperti penjara baginya.
“thanks udah bawa gue kesini, gue cabut” ujar shivanya.
Menguatkan diri dan sebisa mungkin ia harus berjalan sendiri untuk keluar dari SMA Dyaksa. Walau kepala terasa berat dan tubuh yang lemas.
“gue anter”, munafik. Ya kata kata itu pantas untuk seorang shivanya airina. Terlihat bukan bodohnya ia. Menolak tawaran yang justru tawaran tersebut sangat bagus untuk keadaan ia sekarang. Shivanya tetaplah shivanya, batu. Ia menolak. Ia merasa ia tidak usah dikasihani dengan cara dibantu seperti ini. Sudahlah, tidak ada yang bisa menebak jalan pikiran nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHIZA STORY
Random"aku takut Erza, takut" ujar shivanya ketakutan. "hei, ada aku disini sayang. Ada aku" ujar Erza memeluk hangat shivanya