#1

1 0 0
                                    

SELAMAT MEMBACA

□□□□□

Kini semua berubah. Aku sudah tidak lagi dalam gendongan Bapak. Tidak lagi dititah. Aku sudah dewasa. Tapi, aku masih butuh bimbingan dari orang tua di kehidupan kejam ini.

Seperti pagi ini. Suara keluar dari gawai berbunyi rentetan kata dari Bapak. "Nduk, sing pinter sinaune, cepet lulus. Cepet sukses."¹ Dan masih panjang lagi petuah dari sang hero.

Aku yang mendengar hanya meng-iyakan saja. Diantara menerima kalimat semangat dari sang Bapak dan acuh karena sejak dulu memang itu yang diucapkan Bapak. Seakan kalimat itu sudah melekat erat di kepala tanpa lem. Begitulah kegiatan pagi anak rantauan. Diawali dengan telpon sang Bapak yang merindukan anak tunggalnya.

"Bapak, sudah dulu nggeh.² Nda, mau berangkat." Kumatikan sambungan telepon dan cepat-cepat menghabiskan sarapan.

Berjalan menyusuri trotoar yang beralih manfaat menjadi tempat parkir. Memang zamam sekarang, jalanan di kota ini sudah sangat susah untuk pejalan kaki. Mayoritas penduduk lebih memilih menaiki kendaraan pribadi daripada berjalan. Sehingga asap yang dihasilkan menjadi polusi udara yang menimbulkan pemanasan global. Makanya, sekarang cuaca lebih panas daripada zaman dahulu.

Aku yang menjadi salah satu pejuang jalan kaki pun terkadang mengeluh karena beralih fungsinya trotoar. Terkadang aku harus mengambil sisi jalan raya yang berbahaya. Rasa takut di serempet dan jatuh mengenaskan terkadang muncul dalam otak kecilku.

"Cin, tunggu! Gue ikut." Suara temanku memanggil—Ines.

Ines adalah teman seperjuanganku. Dia juga pejalan kaki, tetapi kita beda kosan. Kosan dia lebih dekat daripada aku. Artinya, jika aku berangkat otomatis kita seringkali bertemu.

"Ya." Jawabku sambil memelankan jalanku.

Kami berangkat bersama sambil berbicang. Sesekali kami membahas materi kuliah terkadang juga ngerumpi oppa-oppa Kroya, ups Korea maksudku. Hampir mirip sih, wkwk.

*****

"Selamat pagi." Salam dari dosen terdengar di telingaku.

"Pagi, pak."

Aku mulai memfokuskan pikiranku ke materi hari ini, Psikologi Sosial. Awal semester seperti biasa, materi hanya mencakup secara umum. Kita diperkenalkan definisi dan ruang lingkup dari psikologi.

Dijelaskannya motivasi dan motif. Pendekatan psikologi yang mendasar–—katanya. Saat manusia melakukan kegiatan didasari dengan motivasi (munculnya tujuan) yang dijalankan dengan motif sebagai dorongan dalam mencapai tujuan.

"Begitup pun dengan move on. Saat seseorang mempunyai motivasi yang kuat dengan move on. Mereka akan memiliki banyak aksi untuk mewujudkan itu dengan melakukan motif, seperti pelampiasan atau melupakan. Jelas itu hanya bisa dilakukan pada diri individu dengan atau tanpa bantuan objek."

Penjelasan itu seperti menamparku pada kenyataan. Pikiranku tertuju padanya. Dia—Yang hanya tahu nama dan paras masa kecilnya. Bagaimana bisa aku masih mengingatnya, bahkan masih bisa membayangkan tangan yang bergerak melukiskan namanya di udara. Sungguh romantis yang ironis.

Back to earth, Cin. Hei, aku sudah berusaha sekuat dan nggak berhasil. Apa motivasiku yang kurang kuat atau memang dia diciptakan untuk menyempurnakanku? Ntahlah.

"Baiklah, sampai sini dulu untuk hari ini. Jika ada pertanyaan lebih lanjut bisa disampaikan di pertemuan berikutnya." Penutupan dosen itu membuyarkan lamunanku pada masa itu lagi. Menyenangkan, tapi sayang.

"Cin, yuk kantin." Ajak Ines langsung menyeretku. Mau tak mau pun aku terpaksa mengikuti. Padahal aku bawa bekel sendiri, niat mau makan di gazebo sambil baca berakhir di kantin dengan sebekal kotak roti dan es yang aku pesan.

"Cin, tahu gak. Nanti ada dosen baru. Dosen pengganti sih katanya. Ganteng lagi." Mulailah acara gosip hot dari mulut up to date Ines.

"Lah terus apa hubungannya sama gue?" Jawabku sambil terus mengunyah rotiku.

"Iih. Lo kan bisa gebet dia beb. Daripada lo jones. Masa c*p*k*n lo kagak pernah. Anak SMP aja banyak yang udah pernah, katro lo." Ucapnya menggebu. Sedikit menyenti liverku tuh ucapannya. Macam cabe rawit kurang gula.

Mengehela nafas pelan. "Heh! Gue gak kurang belaian kaya lo yah, Nes. Gue mah jomblo bahagia. Pacar gue banyak. Perlu gue sebutin satu-satu ha?!"

"Iyee, i know your tabiat. Paling lo nyebutin Manu Rios, Sean O'Pry, Shawn Mendes dan jajaran lain yang bahkan mereka juga gak tahu lo napas apa kagak, beb. Ck."

"Seenggaknya gue gak kurbel kaya, lo." Sungutku

"Hello, What's Up everybody. Glen ganteng comeback." Dia Glen. Temenku juga satu angkatan beda jurusan. Kita bertiga kenal saat PKKMB³ atau Ospek.

Singkat cerita, kita satu kelompok dan kita klop. Akhirnya jadi sahabatan bagai kepompong. Sebenarnya sih ini terjadi gitu aja, ya karena kita emang satu aliran—sesat. Misalnya saat ini.

Glen yang baru duduk menyeruput minumanku dan menggosokkan tangan ke hidung ntah mengupil atau apa dah tapi sesekali jarinya masuk hidung. Jorok dasar. "Babi, kalian tahu kagak. Nanti ada dosen bar-"

"Tahu" jawab aku

"Katanya gan-"

"Tahu" jawab Ines

"Eh babi. Diem nape. Gue belum selesai dah disambung dulu." Ucap Glen sambil menggebrak meja, kesal.

"Lah. Info lo kagak up date. Noh, si Ines udah bicara tadi. Ganti topik. Lagian cuma dosen. Kalo Manu Rios atau BTS yang pindah kesini baru gue heboh." Semprotku yang masih mengunyah makanan.

"Makan tuh telen dulu. Tuh liur kemane-mane. Jorok ih." Kata Ines.

"Hehehe. Sorry baby Nenes." Balasku dengan mengedip-edipkan mata yang dibalas putaran mata oleh kedua sohibku.

"Kalian ada kelas lagi kagak? Gue free nih. Males kosan. Temen gue pada sok sibuk, nih." Kata Glen

Aku mengangguk terus mengunyah. "Gue ada. Nih bentar abis makan baru capcus again."

"Gue kagak ada. Yuk, jalan sama gue aja. Suntuk gue di kosan." Kata Ines.

"Bolehlah, Nes. Nongki cafe depan aja. Tunggu tuh bocil kelar kelas. Baru kita gibah lagi. Gimana?" Sahut Glen setuju.

Suasana hening kembali fokus pada makanan masing-masing. Aku yang sudah selesai makan memandang jam tangan yang melingkar di tangan kananku. "Gue cabut duluan yak. Bentar lagi masuk. Bye." Ujarku meninggalkan mereka berdua.

Kelas sudah ramai dengan teman-teman yang bertengger manis di meja kursi masing-masing. Padahal kelas masih dimulai 15 menit lagi. Biasa masih MABA takut dosen. Include me

"Cin, ntar katanya yang ngajar dosen baru loh." Vina tiba-tiba duduk di sebelah kursiku.

Fyi. Vina juga temenku yang paling deket setelah Ines dan Glen. Terkadang kita juga main berempat. Kita kenal karena banyak matkul yang kelasnya sama.

Aku yang fokus memainkan hp seketika menoleh. "Oh ya?"

"He'em. Topik hangat banget loh doi. Katanya masih muda. Asal Semarang. Tapi, katanya juga datar banget. Boleh noh lo gebet" Rentetan kata Vina mendeskripsikan dosen baru yang entah siapa namanya.

"Ooh. Kagak minat lah gue. Siapa tau tuh dosen dah punya doi kan patah hati gue." Ucapku mendramatisir. Muka dibuat sesedih mungkin.

"Assalamu'alaikum."

■■■■■

1 : Nak, yang rajin (pintar) belajarnya, cepat lulus, cepat sukses
2 : Ya
3 : Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru
_________________________

Terima kasih sudah membaca
Semoga suka

Salam sayang
From

Ur Baby

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang