Haii, jangan lupa vote ya?!! Mohon maaf kalau ada kesalahan dalam penulisan. Thank you :))
Jam kosong di pelajaran terakhir sangatlah menyenangkan, itu yang dirasakan oleh murid-murid kelas XI IPS 2. Pasalnya guru ekonomi mereka tidak hadir kali ini, dikarenakan beliau sedang sakit.
Suasana gaduh pun tak dapat Rain hindari, tadinya ia ingin melanjutkan menonton film favoritnya namun tidak jadi karena keadaan kelas yang tidak kondusif. Bahkan lemparan spidol pun sampai mengenai jidatnya.
"Aws, sakit anjir!" Ujarnya sambil mengusap-usap jidatnya yang terkena lemparan spidol.
"Sorry Ra, gue gak sengaja,"ucap Daffa sambil berjalan kearah Rain untuk mengambil spidol tadi dan Rain pun hanya mengangguk sebagai jawaban.
Sepulang sekolah Rain menunggu Riko di depan gerbang sesuai pesan yang dikirimkan pagi tadi bahwa hari ini mereka akan pulang bersama.
Tak lama kemudian berhenti sebuah motor di depan Rain dengan pemiliknya yang menampilkan cengiran khas kepada Rain. Bukannya apa-apa, dirinya hanya takut kalau manusia di depannya ini kesambet waktu perjalanan menjemputnya.
"Jangan gitu ah, serem!" Ujarnya sambil menepuk lengan Riko.
"Enak aja! Ganteng-ganteng gini dibilang serem!" Protesnya pada sang mantan pacar. "Buruan naik," lanjutnya lagi.
Setelah memastikan sang mantan pacar sudah menaiki jok motor, ia pun segera melajukan motornya dengan posisi tangan Rain yang memeluk pinggangnya.
Tanpa mereka sadari, sedari tadi ada sepasang mata yang mengawasi interaksi mereka berdua. Entah mengapa dirinya tidak suka melihat interaksi yang ditimbulkan antara Rain dan Riko.
Masih dengan posisi tangan yang memeluk pinggang dan kepalanya yang ia taruh di pundak Riko, Rain menikmati setiap hembusan angin jalanan yang menerbangkan setiap helai rambutnya.
"Rik," ucapnya membuka obrolan.
"Hm," deheman itu menjadi respon dari ucapan Rain tadi.
"Jangan pulang dulu ya?" Pintanya kepada Riko yang hanya dibalas anggukan.
Riko tahu alasan mengapa Rain enggan pulang kerumah, itulah sebabnya ia menuruti semua permintaan sang mantan pacar yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.
Tumbuh dan berkembang di keluarga yang tidak harmonis bukanlah hal yang mudah, pertengkaran serta sandiwara dalam keluarga pun sudah menjadi hal yang biasa bagi Rain.
Meskipun begitu, teman-teman dekatnya pun sampai sekarang tidak ada yang mengetahui bagaimana kondisi keluarganya, terkecuali Riko dan beberapa teman kecilnya.
Bukan bermaksud apa-apa, tapi Rain memang belum sanggup kalau teman-temannya tahu kondisi keluarganya. Ia hanya ingin teman-temannya menganggap hidupnya bahagia sama seperti mereka tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah puas mengelilingi kota bersama Riko, kini Rain sudah sampai di rumahnya, lebih tepatnya dikamar miliknya. Ya, rumah yang orang-orang menganggapnya sebagai istana, tapi bagi Rain justru sebaliknya ia menganggap rumah ini seperti neraka.
Dengan posisi tidur telentang di atas kasur tanpa melepas sepatu serta seragam ia menutup mata, malas untuk mendengar keributan yang terjadi di ruang tengah.
Benar saja, kedua insan tersebut mempermasalahkan wanita simpanan sang ayah, lebih tepatnya istri siri dari ayahnya.
" UDAHLAH MAS, KAMU GAK USAH BELAIN PEREMPUAN MURAHAN ITU!!!"
Prang!!!
Terdengar suara benda pecah, entah barang yang mana lagi yang jadi korban saat ini. Sudah cukup Rain sudah tidak tahan berada di rumah ini, lantas ia segera mengganti baju dan bergegas pergi keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINATHAN
Teen Fiction- Bukan tentang siapa yang lebih dulu, tapi tentang siapa yang mampu bertahan - RAINATHAN