1. LOMBOK

7 1 0
                                    


Angin dan matahari akan menemani langkah kita, beriringan dengan takdir

~nadira~


Namaku Nadira, umurku enam belas tahun. Aku anak tunggal dari pemilik pabrik tekstil dan pabrik camilan ternama di Surabaya. Ibuku adalah seorang dokter anak di salah satu rumah sakit swasta.

Semilir angin pulau Lombok ini benar benar menyegarkan. Tak terasa sudah dua hari aku disini liburan dengan teman-teman sekolahku pasca ujian.

Disinilah kami berdua, aku dan Fanda, teman sebangku ku sedang mendorong motor sewaan kami yang mogok. Dan kami ditinggalkan teman-teman kami yang lain. Kurasa mereka tidak sadar kami tertinggal dibelakang.

"Elo sih ra. Kenapa gak pilih vario aja tadi? Malah pilih beat. Udah tau gue gemuk. Pasti auto mogok lah motornya" fanda menggerutu sambal mendorong motor dari samping.

"Ya maaf fan. Gue milih yang gue bisa bawanya. Vario berat gue gakuat. Gue kan ringkih. Hehehe"

Sudah setengah jam kami mendorong motor ini dibawah teriknya matahari. Ralat, fanda yang mendorong, aku hanya mengikuti dibelakang. Bahkan tidak ada seorangpun yang menanyakan keadaan kami dan membantu kami.

Aku tersenyum senang saat kulihat keseberang jalan ada satu bengkel kecil yang sedang buka.

"Fan! Lihat ada bengkel! Hampir saja terlewat! Ayo kesana!" seru ku.

"Iya ra ayo! Untung lo lihat tadi"

Setelah sampai di depan bengkel, aku mengedarkan pandanganku. Kulihat bengkel ini tergabung dengan rumah si pemilik dibagian belakang. Luas bengkelnya sendiri hanya sekitar tiga kali empat meter saja. Terlihat kotor ala bengkel-bengkel biasanya. Terlihat ada satu sepeda motor yang mungkin merupakan pasien dari bengkel ini.

Aku dan Fanda sudah sekitar sepuluh menit memanggil-manggil pemilik bengkel ini tetapi tidak ada seorangpun yang menyahut.

"Ra, apa kita lanjut lagi aja ya dorong motornya? Menurut lo gimana ra?"

"Jangan dulu deh fan, siapa tahu pemiliknya sebentar lagi keluar. Kalau kita lanjut dorong kayaknya belum tentu juga ada bengkel dekat-dekat sini"

"Iya juga ra, tapi gue laper. Gimana dong? Gak ada orang jual makanan juga disekitar sini. Lo juga belum minum obat. Tambah lagi kemarin asma lo habis kambuh. Apa gak ketar-ketir gue?"

"Nih gue ada air putih. Ada juga setengah roti sisa tadi pagi. Kita bagi dua aja"

Akupun mengambil air putih dan sisa roti tadi pagi dari dalam tas dan membaginya dengan fanda.

"Makasih ya ra, lo emang temen gue yang paling baik"

Beberapa saat kemudian muncul seorang pemuda dari seberang jalan sambal membawa kantong kresek.

"Ada yang bisa saya bantu kak?" tanyanya pada kami dengan sopan. Menurutku dia adalah pemiik bengkel ini.

"Oh ini mas motor saya tiba-tiba mogok. Kira-kira bisa bantu perbaiki apa tidak ya?" sahutku.

"Kita tadi nunggu lama sekali loh mas" timpal Fanda.

Sontak aku menyikut tangannya.

"Maaf kak, tadi saya tinggal beli beras dulu kak." Ujarnya sambal tersenyum.

"Iya mas gapapa kok. Maafin temen saya ya mas dia orangnya emang gitu soalnya. Suka nyablak" aku merasa bersalah setelah mendengar jawabannya.

Pemuda ini terlihat tinggi, sekitar 187cm kurasa. Badan tak begitu besar tak juga terlalu kurus. Terlihat otot otot juga terlihat di lengannya. Kurasa dia pemuda seumuranku. Namun karena bekerja seperti ini dia Nampak lebih tua dari usianya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Other sideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang