Pasien Nomor Satu

199 29 1
                                    

Hari yang gelap untuk memulai sesi rawat jalan yang padat di poli BPJS hari ini. Para perawat pun sudah terlihat huru-hara sibuk menyiapkan perlengkapan untuk memulai membuka antrian poli, para admission bahkan kasirpun ikut sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Namun, hari ini Milk, yang entah kenapa sudah datang lebih awal, kini duduk manis di ruangannya sembari memakan sarapan pecel yang ia beli di seberang rumah sakit.

Dengan malas gadis kelahiran 1993 itu membuka server rumah sakit serta merapihkan surat-surat, memulai kontrol rawat jalannya bersama 102 pasiennya yang kini sedang menunggu.

"Pagi Dok, kok pagi banget datangnya?" ucap seorang perawat yang akan mendampinginya hari ini.

Milk mengerucutkan bibirnya, "Mau cepat pulang." Dokter termuda di rumah sakit itu masih menatap malas surat-surat rekam medis yang berisi anamnesis.

Perawat itu tertawa kecil, lalu memberikan beberapa helai tumpukan kertas lagi kepadanya, "Berarti ni udah bisa mulai, Dok?" tanyanya, sebelum menutup kembali pintu ruangan Dokter cantik itu.

"Yah, mulai ajalah dulu ya, kita angsur mana pasien yang udah datang." gumam Milk.





***




"Jadi, ibu mau saya rujuk ke Dokter paru ya, nanti setelah itu, Dokter parunya yang akan meneruskan. Kontrol lagi sama saya—" mata minimalis itu melihat isi kalender pada bulan Juli, "Minggu depan tanggal 3 Juli ya. Nanti kalau udah tidak ada keluhan lagi, ibu kontrol seterusnya sama Dokter paru." 

Wanita paruh baya yang sedang duduk bungkuk mengangguk mengerti, "Oke, Dok." Milk tersenyum, namun matanya cukup menunjukkan jika gadis itu sudah kelelahan.

"Untuk kedepannya, ibu pakai masker ya, jaga-jaga. Maskernya juga harus sering di ganti. Kalau gitu ada yang perlu ditanyakan?" Milk menatap pasiennya lalu melihat jam yang ada di layar komputernya sebentar sebelum kembali lagi menatap pasiennya.

"Engga ada, Dok." 

Masih dengan senyumnya, Milk mempersilahkan pasiennya untuk pulang setelah menebus obatnya di bagian farmasi di antarkan oleh perawat.

Tak lama setelah pasien yang— entah keberapa tersebut keluar dari ruangannya, ponselnya berdering. Dengan terheran-heran melihat caller id, Milk mengangkat telepon tersebut.

"Halo? Kenapa lo nelpon gue?" tanya Milk dengan malas kepada seseorang di seberang telepon.

Seseorang di seberang sana terkekeh, "Yaelah, pasti lagi di poli kan? Ntar malem main yuk, ngapain gitu, gue bosen banget sumpah, Milk. Lo tau kan semenjak Racha bilang kalau dia—"

"Gas, gausah curhat mendadak, gue lagi kerja nih. Kemana?" Milk memutar bola matanya malas saat mendengar teman terdekatnya itu teriak kegirangan.

"Kemana yah, hm, apa kita minum?" Milk menghembuskan napasnya gusar.

"Ayolah, manis. Dah lama loh," bujuk Namtan.

"Okay, sekali ini aja ya. Besok-besok ke tempat lain." Terdengar di seberang sana Namtan kembali mengeluarkan teriakan menangnya setelah Milk meng-iyakan ajakannya.

"Nanti gue share location, ya. Bye Milk sayang. Muach, gue tau lo ga akan nolak karena gue yang super sad galau ini." 

Milk memutar bola matanya malas, "Bye." Milk mematikan sambungan secara sepihak. 

Dokter spesialis penyakit dalam itu kembali melanjutkan kontrolnya bersama pasien-pasiennya hingga waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Gadis itu bersiap closing bersama perawat yang tadi sudah mendampinginya selama 8 jam lamanya ia berdinas. 

"Aku balik duluan ya, mbak." pamitnya pada senior perawat yang sedang duduk bersama perawat lainnya di nurse station.

Sampai dimana langkah kakinya berhenti pada induk farmasi, Milk ingin membeli obat untuk persediaan P3K-nya di dalam mobil, jaga-jaga jika Namtan kembali berbuat impulsif selama gadis itu mabuk.

Baru saja Milk hendak memulai sapaan, para gadis yang ada di farmasi sudah menyapanya lebih dulu dengan ramah. 

"Sore, Dokter. Cari apa?"

Milk memberikan senyum terbaiknya, "Ada asam mefanamat?" ucapnya sembari menatap gadis yang menyapanya duluan tadi. Namun sepersekian detik maniknya pindah menatap seorang gadis yang hanya diam bergeming dengan obat-obat pasien.

Hanya gadis itu yang tidak ikut menyapanya, karena masih sibuk bergelut dengan kapsul dan tablet. Namun karena merasa sedang ditatap, gadis itupun akhirnya menoleh ke arah Milk.  Dokter itu tersenyum kikuk, karena ia terciduk sedang mencuri pandang.

Mata mereka bertemu pandang. 

"Sore, Dokter." sapanya dengan sopan lalu kembali sibuk menggerus tablet.

"Sore, mbak Love." ucap Milk, namun matanya masih berani tetap menatap Love, walau pandangan mereka sudah tidak saling bertemu.

Sampai akhirnya Milk selesai menyelesaikan pembayaran, dan jalan keluar menuju parkiran basement, gadis itu masih mengingat kembali bagaimana matanya dan Love bertemu.

Ada rasa penasaran sedikit, karena gadis itu cukup pendiam dan tertutup di antara yang lain.




***




"Milk-ku sayang!" 

Namtan berlari ke arah Milk dengan girangnya, lalu memeluk lengan gadis itu. Keduanya berjalan memasuki club yang cukup ramai dan populer di daerah tersebut. 

Namtan sudah menyiapkan semuanya, gadis itu sudah menyewa sofa untuk mereka berdua saja. Betul, Milk tidak suka dengan tempat yang berdesakan. Tugasnya hanya satu, menemani dan menjaga Namtan yang sedang mabuk dan berdansa.

Milk sudah duduk di sofanya, sedangkan Namtan sudah melanglang-buana entah kemana. Gadis itu sedang patah hati, seseorang yang ia incar ternyata memiliki perbedaan preferensi orientasi seksual. Exactly, Namtan fell in love with a straight girl. we're sorry for you Namtan.

Saat sedang asik melihat-lihat kerumunan manusia yang sedang mabuk sembari berdendang, manik Milk terkunci pada sosok yang tampak familier.

Milk memicingkan kembali manik minimalisnya guna mempertajam penglihatannya di antara remang-remang dan lampu-lampu dekoratif khas club

Semakin jelas yang ia lihat, semakin berdebar cepat jantungnya.

"Itu... Love kan?"

Mata mereka kembali bertemu. Kali ini bukan di rumah sakit. Melainkan tempat yang tidak diduga-duga. Tidak dengan pakaian dinas, tidak dengan name tag, tidak dengan suasana rumah sakit.

Gadis itu terlihat berbeda dari biasa yang Milk lihat.

Shoot!

"Is that really her? Gorgeous."





starting...





© DRAGREE, 2024

prescription for loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang