Bagiku hidup itu sebuah pilihan.
Dan setiap pilihan memiliki konsekuensi.
Awalnya aku berpikir bahwa hidup itu adalah hal yang sia sia.
Menjadi baik dan tersakiti. Tapi mendapat balasan yang i dah kelak.
Atau menjadi jahat dan bahagia. Tapi menuai keburukan setelahnya.
Dulu hidupku hanya berputar tentang validasi keluarga, mengejar nilai hanya untuk sebuah pengakuan.
Menyedihkan? Yaa sangat menyedihkan.
Menjadi sosok lain hanya u tuk kepuasan orang orang yang bahkan mungkin saja tak oernah perduli.
Menyerah? Terkadang berulang kali pikiran itu datang. Rasa lelah yang terus menghantui bahkan setelah bertahun-tahun telah berlalu.
Menjalani kehidupan yang kosong dengan rasa putus asa yang setiap harinyaa menghampiri.
Keluarga? Bahkan aku lupa kapan terakhir kalinyaa aku merasakan pelukan hangan keluarga.
Trauma? Mungkin, penolakan yang kuterima menjadu luka paling dalam dan menjadi kenangan yang bahkan terus menghantui.
Bahkan mereka yang mendengarkan pada akhirnya hanya menghakimi.
Yaa mereka tak pernah percaya dengan semua yang terjadi. Bakan tak segan mereka mengatakan aku pembohong.
Tak apa, aku sudah terbiasa dengan hal itu. Mereka hanya tak pernah merasakannya.
Terkadang harapan itu datang dengan di iringi rasa takut akan penolakan.
Bagaikan tuli dan bisu setiap harinya.
Tidak. Aku terlahir dengan keadaan normal tanpa cacat hanya saja tak ada yang bisa ku ajak ngobrol.
Terbiasa dalam keadaan diam bahkan tanpa bersuara bagaikan orang bisu setiap harinya bahkan sampai seminggu tanpa mengeluarkan suara membuatku sulit untuk memulai obrola dengan orang lain.
Dan aku terbiasa dengan hal itu.
Bahkan pernah sekali aku di katakan tak bisa menghargai orang lain hanya karena hal itu. Nyatanya mereka tak mengetahui apa yang ku alami.
Aku tak dendam, aku tak marah sedikitpin hanya saja rasa sakit itu kadang membuatku sesak.
Aku takut memulai hubungan, yaa aku takut di tinggalkan setelah dia tau latar belakang ku.
Aku takut akan penolakan lagi.
Pesan ku.
Jangan pernah berusaha mengenalku atau kamu akan menyesalinya.
