liane menatap tiga tumpuk kemeja di dalam lemarinya. sudah satu bulan, namun wangi laki-laki itu masih mengapung di sana. selepas kejadian hujan, larut, dan kesialan, yovan sulit ditemukan.
"bleu de chanel. sejak kapan kakak pakai parfum ini?" inggrid berdiri di samping liane. membuat perempuan dengan penampilan acak-acakan itu terkejut.
"gri, kalau masuk ketuk pintu dulu kenapa sih? kaget tau," ujar liane sembari menutup erat pintu lemari. sementara inggrid hanya bisa unjuk gigi.
liane menggiring inggrid ke window seat. adik perempuannya itu baru menyelesaikan kuliah dan pulang ke rumah tiga hari lalu. wajar saja kalau dia tak tahu.
"i've met someone a month ago. and i think— i've fallen for him. but he doesn't seem real. kakak udah nyari dia di mana-mana. dia nggak ada. tempat kita ketemu waktu itu juga nggak ada. tapi herannya wangi parfum dia masih ada. nempel di baju kakak."
inggrid mengedipkan mata empat kali. "kak, sorry, i can’t put two and two together. what do you mean?"
mendapati wajah kebingungan inggrid yang begitu dalam, liane membuang napas seraya mengacak kecil surainya. dia tahu, tidak ada kalimat yang baik dan mudah untuk mulai berkenalan dengan cerita ini.
"kakak juga bingung gimana nyeritainnya." liane membungkus wajah menggunakan kedua telapak tangan. kemudian, inggrid mengusap lembut punggung perempuan itu guna menenangkan.
"kak, pelan-pelan aja ceritanya. aku dengerin kok."
liane mengangguk. menyeret oksigen sebanyak-banyaknya dan mulai membuka bibir untuk kembali bercerita.
A MONTH AGO / flashback.
liane mengumpat di emperan ruko. gerimis manis beberapa menit lalu yang sempat dia puji karena menenangkan kini ngelunjak. Malah jadi tumbuh semakin besar.
"kenapa hujan di saat gue nggak bawa mobil sih?" perempuan dengan blazer kantor berwarna beige mengusap hidungnya beberapa kali. dia sudah terlalu lembap. kemungkinan besar flu akan segera menyerang.
liane benar-benar tidak sadar, jika seorang laki-laki yang baru saja menutup ruko memperhatikannya secara dalam.
"buka baju lo."
mendengar celetukan kurang ajar dari samping kiri, liane menoleh. "orang gila, anjing," umpat liane. dia buru-buru menjauh dari laki-laki tadi. namun, yang dilakukan laki-laki itu adalah mendekat ke arahnya.
"jangan deket-deket, anjing. gue teriak ya kalau lo macem-macem!"
laki-laki tersebut menghela napas. Dia membuka jaketnya dan menyodorkannya pada liane.
"maksudnya?"
"baju lo basah, buka aja. ganti pakai jaket gue."
meski terdengar hendak memberi pertolongan, kalimat yang laki-laki ini gunakan sangat memancing emosi, malu, dan pikiran kotor liane.
"lo tuh mikir dong, ya kali gue buka baju di sini. tolol." entah sudah berapa liane mengumpat.
"nggak semua. itunya aja." dia menunjuk blazer beige liane yang sudah kuyup.
liane terdiam sejenak. musik hujan angin menggema di telinga mereka. jalan raya di sini sangat sepi, tidak ada yang bisa dimintai bantuan kecuali laki-laki ini.
"balik badan. bra gue ngejeplak. ntar lo liat boob gue lagi." yang diberi perintah menurut. setelah dua menit, barulah dia kembali berbalik.
"nama lo siapa?" tanya liane sembari menatap jaket oversize yang kini sudah memeluk tubuh mungilnya. dan tepat di kala itu, aroma mahal menyeruak, ke indra penciuman liane. sedikit aneh mengingat laki-laki ini keluar dari sebuah ruko kecil.
"yovan."
"ah, yovan. gue liane. jaket lo gue pake dulu nggak papa? besok gue kembaliin—"
"nggak. gue ikut lo pulang. biar jaketnya bisa langsung gue ambil."
kerutan kasar terlukis di dahi liane. "tapi kan nanti basah? nggak mau gue cuciin dulu?"
yovan menggeleng, kemudian menarik tangan liane untuk dia genggam. "ayo pulang."
bibir liane terbuka, bersiap mengudarakan protes. namun, saat kedua kaki yovan menjejak di trotoar, hujan berhenti. seperti sebuah video yang telah ditekan tombol pause.
"loh kok?"
gudang pikir liane penuh dengan keanehan tadi, hingga perempuan itu tak sadar sudah berdiri di depan rumahnya.
"udah sampai," interupsi yovan.
"hah? kok lo tau rumah gue?"
mengabaikan liane yang kebingungan, yovan membuka jaket yang liane kenakan tanpa izin. liane tidak memberi penolakan, otaknya terlalu penuh akan hal-hal janggal.
"don't get sick, please?" yovan menyimpan jaket di bahunya. kemudian, dia memajukan wajah, mempertemukan kedua bibir es milik mereka.
seperti teori negatif ditambah negatif menjadi positif, bibir liane menghangat begitu bibir yovan berlabuh. bukan hanya bibir, seluruh tubuhnya menghangat. bahkan dia merasa darahnya sudah mendidih sekarang.
berciuman dengan orang asing, namun rasanya tak asing. dia seperti sudah lama mengenal bibir, sapuan lidah, dan usapan-usapan lembut yang jovan berikan. memabukan. sangat.
"yovan, wanna stay at my house tonight?" liane bertanya saat kedua bibir mereka berpisah, meski terlihat enggan.
"sure."
liane tak pernah segila malam ini. mengajak orang asing menginap dan mengusainya semalaman.
"let's sleep. we're tired from sweating all night, right?" ujar yovan di pukul dua pagi and he pulled the blanket to cover liane's naked body.
~ • ~
yea, it's kinda ekm. sorry.
KAMU SEDANG MEMBACA
his perfume is still in my closet / yilism
Romancewritten by -caleluna in lowercase